Hiking, Fira, Oia, Santorini, Yunani

Jalan-Jalan Santorini (Part 2 : Hiking dari Fira-Oia)

Beberapa bulan sebelum berangkat ke Eropa, saya sempat membaca sebuah artikel di website Santorinidave.com mengenai hiking dari Fira menuju Oia. Jalur yang menempuh jarak 10.5 km ini menawarkan pengalaman unik berjalan menyusuri tepi kaldera dengan pemandangan yang sungguh menawan. Sebagai traveler yang hobby trekking, saya pun merasa berjalan menuju Oia dari Fira merupakan suatu perjalanan yang perlu saya lakukan. I mean, saya pernah trekking di Cinque Terre dan Fethiye yang merupakan pengalaman trekking paling asyik seumur-umur. Pegunungan tinggi dan pemandangan laut yang biru selalu menarik perhatian saya. There is something about the view that always entices me. So, saya memutuskan untuk menggunakan satu hari saya di Santorini untuk membawa si Nyonya berjalan menikmati pemandangan indah dari Fira menuju Oia

Dan kami bangun terlambat…. Rencananya kami akan bangun jam 7 pagi lalu sarapan dan memulai trekking kami dari Fira pada pukul 8, namun sekarang sudah jam 8 pagi dan kami masih di tempat tidur. Sepertinya kami terlalu malas untuk bangun. Setelah bertualang seharian di Fira dan beberapa gelas anggur di Santo Winery, kami baru bisa ikhlas bangun dan mandi pukul 8:30. Setelah berberes dan sarapan sedikit, kami pun capcus menuju Fira.

Siap berjalan menuju Oia

Matahari pagi masih bersinar malu-malu saat kami sampai di Fira. Toko-toko masih sepi dan turis pun masih jarang-jarang memenuhi jalanan di Fira yang biasa ramai. Kami pun dengan semangat berjalan menuju bagian kota Fira yang berada di pinggir Kaldera untuk memulai perjalanan kami ke Oia. Oia terlihat bagaikan lapisan putih di atas bongkahan tebing coklat di kejauhan. Kota yang pemandangan sunsetnya dinobatkan terindah di Santorini ini seolah mengundang kami untuk berjalan kesana. Berbekal sebotol besar air mineral dan seplastik kecil biskuit, kami pun memulai perjalanan kami menuju Oia.

Fira

Gimana caranya mencapai Oia? Gampang. Berjalan saja dari Fira dengan Kaldera pada sisi kiri anda dan terus berjalan menyusuri Kaldera dan anda akan sampai setelah 2-5jam. Setidaknya itu gambaran mudahnya menurut Santorini Dave. Kami berjalan dari Franco’s Bar di Fira dan terus berjalan sampai kami mencapai stasiun cable car Fira dan berhenti sebentar menikmati pemandangan kaldera yang indah. 2 jam? Kayaknya ga mungkin deh, kami baru berjalan 10 menitan dan sudah berhenti buat foto-foto. Terlalu banyak “gangguan’ berupa pemandangan dan kesempatan untuk berfoto.

Setelah berjalan santai sambil menikmati pemandangan kaldera, kami pun sampai di Firostefani. Firostefani adalah desa yang berbatasan langsung dengan Fira. Jangan remehkan Firostefani karena penggunaan kata desa yang saya gunakan. Firostefani merupakan kawasan penginapan yang cukup mahal dengan banyaknya hotel-hotel bintang 4-5 disini. Hotel-hotel dengan desain unik dan infinity pool tersebar sepanjang jalan berbatu Firostefani yang kecil. Jalan di Firostefani lebih sepi dibanding Fira. Tidak heran banyak pasangan bulan madu disini.

Meninggalkan Firostefani, kami pun sampai di desa Imerovigli yang terletak sekitar 20 menitan berjalan dari Firostefani. Imerovigli dan Firostefani memiliki karakter yang mirip. Hotel-hotel mewah dengan jalan berbatu yang kecil, pemandangan ke Kaldera dan suasana sepi yang membuat anda betah berlama-lama disini. Namun Imerovigli memiliki satu hal yang tidak dimiliki oleh Firostefani yaitu akses ke Skaros Rock. Skaros Rock adalah nama bukit kecil yang menjorok dari Imerovigli ke Laut Aegea. Batuan yang terbentuk dari aktivitas gunung merapi ini dulunya memiliki benteng diatasnya. Kekaisaran Romawi Timur (Byzantium) membangun benteng untuk mengatur rute perdagangan namun sekarang benteng tersebut hanya tinggal reruntuhan saja. Banyak turis yang berjalan menuju Skaros Rock untuk menikmati keindahan pemandangan dari puncaknya namun kali ini kami memutuskan untuk melewatkan Skaros Rock. Kami hanya menikmati pemandangan dari pelataran Anastasi Church yang indah. Jam sudah menunjukkan pukul 11 siang dan matahari pun sudah mulai bersinar dengan galaknya. Berusaha menghindari panas kami pun mampir ke sebuah minimarket di tepi jalan raya. Mini market ini mungkin yang pertama kami temui sepanjang perjalanan kami dari Fira. Kami pun kemudian membeli minuman dingin dan air secukupnya (yang ternyata tidak cukup juga).

Meninggalkan Imerovigli, jalanan pun mulai berubah konturnya. Dari jalanan berbatu khas kota-kota di Santorini menjadi jalanan berpasir yang membuat perjalanan kami dari santai mulai ga nyantai. Walaupun pemandangan indah kaldera masih menemani kami, cuaca yang panas dengan jalanan berpasir membuat kami seolah berjalan di gurun. Jarangnya bangunan membuat kami susah menemukan tempat untuk ngumpet dari ganasnya sang penguasa hari. So, ketika bertemu dengan pohon, kami pun berhenti sejenak untuk beristirahat. Oia terlihat dekat dari sini, namun berapa lama lagi kami akan sampai disana. Si Nyonya yang tidak tahan panas mulai kelihatan lelah. Setelah cukup beristirahat, kami pun kemudian berjalan menanjak ke sebuah bukit dengan sebuah gereja kecil. Panasnya cuaca dan jalan menanjak ini membuat kami berpikir ini merupakan bagian tersulit dalam hiking Fira-Oia ini namun ternyata kami salah.

long way to Oia

Jalan dari bukit kemudian menghantarkan kami menuju jalan raya. Tidak ada jalur pejalan kaki dan kami harus berhati-hati agar tidak tertabrak oleh mobil atau bis yang berlalu dengan kencang. Sebagai penduduk Jakarta yang terbiasa dengan pengendara angkot yang slebor, kami tidak begitu khawatir dengan mobil yang berlalu, namun teriknya matahari pada pukul 12 siang membuat kami kewalahan. Berjuang dengan sisa air yang tinggal beberapa teguk, kami pun kemudian berjalan sampai jalur menuju bukit kembali menanti kami.

Gravel road to the Church

Jalanan yang menanjak kembali menunggu langkah kaki kami. Seorang bapak yang menaiki keledai berlalu melewati kami sementara keledainya menuangkan muatan organik berwarna hijau ke jalan. Lengkap sudah derita kami, panas,capek,haus dan harus berjalan menghindari kotoran keledai. Dari kejauhan sebuah bangunan berwarna putih terlihat menunggu kami. Oia tersembunyi di balik bukit sementara pulau Thirasia, terlihat semakin besar di samping kiri kami. Kami mengumpulkan sisa energi kami dan berjalan cepat menuju bangunan putih tersebut yang ternyata merupakan sebuah gereja.

Ketika sampai di gereja, kami mendapati beberapa turis yang beristirahat dan berusaha menghindari teriknya mentari. Sia-sia. Gereja tutup dan kami hanya bisa nongkrong di sekitar gereja yang memiliki pemandangan yang luar biasa. Sebuah gerbang berwarna putih di depan gereja menjadi latar pemandangan yang sulit dilewatkan untuk difoto. Rasa lelah dan kepanasan kami pun mulai sirna dan kami seolah mendapat semangat baru untuk meneruskan perjalanan. Oia sudah terlihat di hadapan kami dan kota indah ini terhampar luas bukan selapis putih seperti yang kami amati dari Fira beberapa jam yang lalu.

My strong woman

Berjalan menuruni bukit dari gereja, kami menyusuri jalan berbatu dan pinggir kaldera dengan pemandangan yang luar biasa. Beberapa turis yang kami temui di perjalanan berfoto dengan gaya yang luar biasa. Satu dari mereka berdiri diatas sebuah batu yang curam. Sedangkan kami cukup berfoto dengan berdiri menatap lautan saja. Energi kami sudah pada titik nadir dan panasnya cuaca membuat kami ingin ke Oia segera.

Looking at Oia

Mendekati Oia, semakin banyak hotel dan penginapan yang kami temui. Jalan menurun membuat kami lebih bersemangat melanjutkan sisa perjalanan kami menuju Oia. Jalan menurun pun kemudian berubah menjadi jalan datar yang menghantarkan kami ke sebuah supermarket. Segera kami masuk dan membeli sebotol besar air dan sekaleng coca cola. Setelah berjalan jauh dan dijemur oleh panasnya mentari musim panas, air dingin yang membasuh kerongkongan kami serasa minuman dewata. Kami pun lega namun rasa lelah yang masih mendera kemudian menghalangi langkah kami menjelajahi Oia. Si Nyonya yang sudah kelelahan membuat saya mengambil keputusan untuk kembali ke Fira untuk makan siang dan mengambil motor kami yang masih diparkir di depan McDonald’s. Kami pun kemudian menumpang bis menuju Fira yang saat itu sudah penuh dengan penumpang berjejalan macam ikan sarden dicabein. Dalam perjalanan, seorang turis asal Tiongkok yang mabuk kendaraan tiba-tiba muntah dan mengakibatkan kehebohan di bis. Sang turis menumpahkan isi perutnya ke lorong bis yang saat itu ramai dengan penumpang yang berdiri, termasuk saya sendiri. Untung cuma kena sedikit di sepatu. Bau tidak sedap kemudian menyebar ke seluruh bagian bis dan kami semua berusaha menghindari bau dengan cara apapun. Ada yang menutup hidung dengan tissue, syal atau menaikkan kerah T-shirt mereka. Saya sendiri menggunakan balsem Thailand yang saya beli di Chiang Mai untuk mengusir bau. Halah…lengkaplah hari ini hahaha.

Tips Hiking Fira-Oia atau sebaliknya

  1. Mulailah hiking anda di pagi hari,terutama jika anda mengunjungi Santorini di musim panas. Jam 7 pagi merupakan jam ideal untuk memulai perjalanan anda karena anda akan sampai kira-kira pukul 11-12 siang atau lebih pagi jika anda tidak banyak berhenti seperti kami.
  2. Bawalah makanan dan minuman sebagai bekal perjalanan anda, terutama air. Anda mungkin tidak akan mengalami masalah ketika berada di Fira,Firostefani dan sebagian Imerovigli, namun jalur setelah Imerovigli sampai Oia hanya ada satu cafe. Jika anda ingin membeli minuman atau makanan ringan, ada satu minimarket di pinggir jalan utama Imerovigli.
  3. Jalur hiking Fira-Oia cenderung rata kecuali setelah Imerovigli dan di dekat Oia sehingga hiking disini cocok untuk berbagai usia. Namun karena jaraknya yang sekitar 10.5km, pastikan stamina anda cukup kuat untuk berjalan dengan jarak tersebut.
  4. Sunblock is a must jika anda tidak mau gosong.
  5. Jika anda menyerah separuh jalan dan memutuskan untuk kembali ke Fira atau langsung ke Oia, anda bisa berjalan menjauhi Kaldera dan menghampiri jalan utama. Carilah tanda perhentian bis atau lambaikan saja tangan anda ke bis untuk menghentikan bis.

Leave a Reply