” Hosh..Hosh..hadeh..what am I doing here?I shouldn’t have done this silly stunt..” kata saya sama diri sendiri yang sedang duduk di tebing dibawah pohon kecil,keringetan, kehausan, dan gosong. To make it worse, saya lagi separuh jalan menuruni tebing di Faralya. Silly idea..seriously.. ..
It’s going down, I’m yelling timber You better move, you better dance


(Kilas Balik)
Wooooah (timber), wooooah (timber), wooooah (it’s going down)…demikian Kesha dan Pittbull bernyanyi di kuping saya dengan nyaringnya sementara mata saya terus menikmati pemandangan indah di luar bis. Melek deh mata kalo sepanjang jalan pemandangannya begini terus. Padang rumput, gunung yang menjulang,sesekali melewati perkebunan buah dan petani dengan traktor tampak balepan sama kambing-kambing di antara kebun. Perjalanan dari Pamukkale ke Fethiye memakan waktu 4 jam, sebenernya bisa lebih cepat kalau si sopir ga berhenti sebentaran buat jemput penumpang. Setibanya di Fethiye, saya langsung nyari makan siang di sekitar terminal bis yang ukurannya cuma setengah terminal bis Grogol ini. Laper…terakhir makan pagi tadi di Hotel Artemis Yoruk. Setelah puas makan kebab (makanan wajib n generik saya di Turki) dan minum Ayran, saya langsung nyari Dolmus untuk ke Faralya.
Ga susah nyari Dolmus buat ke Faralya, cuma nunggu 15 menitan Dolmus pun datang. Dolmus tujuan Faralya ini melewati beberapa tempat dahulu sebelum sampai di Faralya. Ketika saya naik dolmus, dolmus sudah penuh dengan penumpang yang rata-rata orang Inggris alias British (kedengeran dari aksennya yang mirip aktor Harry Potter). Di sebelah saya ada kakek-kakek yang cuma pake celana pendek dan telanjang dada yang tangan kirinya memegang bir bermerek Efes. Wah enaknya panas-panas begini minum bir dingin. Tidak lama kemudian, dolmus berhenti lagi untuk mengangkut anak-anak yang bawa pelampung untuk berenang. Hmm.. pasti sebagian besar berhenti di Oludeniz neh. Oludeniz memang tempat yang asik buat berenang dan berjemur, tapi bukan tujuan saya hari ini. Saya dan backpack saya harus menemukan tempat berlabuh dahulu di George House, Faralya. Setelah melewati Oludeniz, dolmus nyaris kosong. Semua gentlemen-gentlemen British dan anak- anak tadi turun dari bis menyisakan saya dan seorang turis Turki yang sibuk memotret pemandangan laut biru yang luar biasa cakep. Saya pun ikut-ikutan motret walau mesti menjaga keseimbangan biar ga jatoh dari kursi. Supir dolmus ini walau tampangnya mirip Habib Rizik tapi skill nyetirnya mirip Dominic Toretto,super ngebut walau jalan naik gunung dan tepi tebing tanpa pembatas.

” George House..down..” Tunjuknya ke jalan menurun dekat pinggir jalan sambil melanjut kan perjalanan. Fiuh..45 menit yang lumayan seru bersama Habib Torretto haha. Saya pun kemudian berjalan dengan beban berat di punggung menuruni jalan kecil menuju George House. George House adalah salah satu penginapan yang terdapat di Faralya, desa kecil yang terletak di atas Butterfly Valley. Saya jatuh cinta sama pemandangan Butterfly Valley dari pertama kali liat di web. Dua lembah yang mengapit pantai biru dengan pasir putih yang bersih menjadi salah satu alasan saya berkunjung ke Fethiye.


” So here is the key to your bungalow. You can take shower or if you prefer to swim, we have a small pool to your left. The bathroom is over there.You can drink from the tap anywhere in George House. Don’t worry. It is clean and safe. It comes from the spring up there. Our dinner will be served after the sunset, usually around 9 pm. We will ring a bell to let you know. If you need cool drinks like soft drink or beer, you can get it at the dining room and please write down what you have taken and you can pay when you leave. Oh one more thing, you can go down to the beach from the small path in front of the yard overlooking the Butterfly Valley. Just follow the red dot mark and you can arrive in about an hour. Just make sure you wear shoes not that sandals you are wearing now. Some part of the track will need a little bit of climbing.You can enjoy the beach and go to the waterfall if you like but don’t forget to return before sunset.Things are gonna be difficult if you miss the light. Well, do you have any questions?” demikian penjelasan panjang dari Kate, sang pemilik/penjaga George House Hostel. “Nope, I guess i got myself clear. Thanks Kate, I guess I will be resting for a while and go down to the beach.” jawab saya dengan pede sambil duduk di tempat tidur. Bungalow dengan dua tempat tidur ini cukup nyaman dan bersih walaupun tidak ada AC, lagian siapa butuh AC kalo angin malam di Turki cukup dingin he3.

Kamera, botol air, handphone, tongsis, uang secukupnya, kunci kamar, topi…Yep, all checked and I am ready to go. Saya pun kemudian berjalan menuju halaman di depan dining room yang luas dan berdiri sebentar terpukau oleh indahnya pemandangan di bawah. Wah..semangat saya semakin terpacu melihat pemandangan pantai yang sepi dan asri dari depan halaman. Saya pun kemudian mencari jalan menuju ke bawah sana. Tak pake lama, saya kemudian menemukan lingkaran merah di bebatuan yang ada di jalan setapak menuju ke bawah. Saya berjalan dengan semangat 45 sambil mengikuti lingkaran-lingkaran merah tersebut. Baru jalan 10 menit, saya sudah mulai ngos-ngosan. Maklum, suhu udara yang panas ditambah sinar matahari yang terik mulai membuat diriku lelah dan berkeringat. Sesekali saya berhenti dan mengamati pantai yang masih nun jauh di sana. Kemudian insting narsis pun keluar dan handphone saya pasangkan ke tongsis dan selfie pun dimulai..Yak selesai..jalan lagi.. Mata saya pun kemudian tertuju pada sebuah tali yang terikat pada sebuah pohon kecil. Woahh..nampaknya saya harus menuruni tebing dengan memanjat modal tali doang. Seolah berusaha lari dari kenyataan, saya mencoba melihat apakah lingkaran merah mengarah pada jalan lain.Ternyata tidak saudara saudara. Saya harus menuruni tebing ini sampai ke tanah datar di bawah sana. “Tidak tinggi amat kok, cuma 10 meteran. Katanya nge-gym masa begini doang ga bisa,cemen luh” goda suara hati saya yang mirip Tyrion Lannister kalo dia bisa ngomong bahasa Indonesia. Saya pun kemudian memegang tali dan pelan-pelan memanjat turun. Tebing curam yang batunya rada tajam ini sebenarnya tidak begitu susah dipanjat,namun sensasi takut jatuh ke dasar itu yang bikin jantung gimana gitu..Namun berkat latihan jarang-jarang di Titans Gym dan semangat pantang mundur udah terlanjur, saya berhasil menuruni tebing curam ini dengan sempurna. Rasanya puas banget dan untuk itu saya segera minum air untuk merayakannya. Yes..saya pun kemudian berjalan kembali.



And I met another rope….Kali ini tali yang terikat pada pohon terletak melintang bukan menurun. Saya pun menghela napas, ini tidak seseram tadi cuma kalo jato beneran mati karena langsung ke dasar lembah yang rimbun dengan pepohonan. Dengan modal nyali gede, saya pun pelan-pelan menyusuri jalan melintang ini dengan berpegangan tali. Jalan gaya kepiting ini bikin saya agak merasa ngeri-ngeri sedap karena serem takut jato dan angin semilir mulai bertiup membuat adem. Saya terus melangkah sampai..saya salah menginjak batu. Batu tersebut bergoyang dan saya langsung angkat satu kaki sambil memegang tali dengan kencang berusaha menyeimbangkan badan. Batu yang saya injak tadi pun jatuh sampai ke dasar lembah..Terima kasih Tuhan, saya belum saatnya menghadap diriMu.Ketika hampir sampai di tanah datar, saya pun kemudian iseng berselfie lagi dengan tongsis saya (well the picture was cool but my loved ones reactions were not hahaha).


Dengan baju yang sudah basah oleh keringat, saya terus berjalan menyusuri jalan setapak yang dipenuhi semak dan pohon kecil. Saya pun duduk dan menikmati pemandangan pantai yang keliatan semakin dekat. Air sudah habis…
(Kilas balik selesai)


Yeah, this is silly. I am running out of breath tapi kelihatanya tebing ini belom juga kelihatan dasarnya. Setelah menarik nafas panjang, saya pun melanjutkan perjalanan. Tak lama kemudian tibalah saya ke tepi tebing curam dengan sebuah tali terikat di dekatnya. Oh not again..Kali ini saya berhenti sebentar dan melihat seberapa tinggi tebing yang harus saya turuni ini. Hmm..15 meterlah.Baiklah,semangat!! Saya segera memegang tali dan perlahan menuruni tebing yang curam ini. Angin yang bertiup membuat saya semakin berhati-hati,jelas..siapa yang mau mati konyol ditiup angin. Diceritain juga pada ketawa bukannya sedih haha. Singkat kata, saya pun sampai di tanah datar dengan selamat. Fiuh..mudah-mudahan itu tali panjat yang terakhir.Saya terus berjalan dan akhirnya sampai di dasar lembah. Saya melihat ke atas dengan takjub. Wow..saya berhasil menuruni tebing yang ternyata tingginya 350meter dari dasar. Setelah puas mengagumi betapa hebatnya saya, saya berjalan ke arah pantai yang suara ombaknya sudah terdengar. Saya melewati perkemahan dan akhirnya sampai di sebuah bar kecil yang menjual softdrink dan Efes. Kerongkongan saya yang kering memohon saya untuk membeli sekaleng besar Efes untuk meredakan kekeringannya. Ahh..that was the best beer I have ever tasted, Sir. Saya duduk di bangku yang menghadap ke pantai dan tampak beberapa turis sedang berjemur menikmati sinar matahari. Sebuah kapal tampak bersauh tak jauh dari pantai. Selain itu, tak tampak ada orang lain di pantai biru nan sepi ini. Setelah menikmati Efes, saya pun segera meluncur ke pantai untuk berenang. Tas dan pakaian saya tinggalkan di tepi pantai tak jauh dari tempat saya berenang. Segar dan dingin ternyata air di pantai ini. Saya pun berenang dan menikmati deburan ombak until reality hits me. Ow right..saya harus kembali ke George House lagi. Saya pun segera mengeringkan badan dan lanjut menyusuri jalan kembali ke George House. Kali ini saya harus memanjat naik dan agak tipsy akibat Efes. Fiuhh..untunglah saya sudah tahu apa yang akan saya hadapi. Dengan pede dan semangat, saya melanjutkan perjalanan naik. Satu persatu tebing bertali saya lewati dengan memanjat. Ternyata memanjat naik itu lebih mudah daripada turun. Saya bisa melihat pijakan yang akan saya panjat walau lebih melelahkan. Satu jam kemudian, saya tiba di halaman George House. Saya segera meletakkan badan saya di hammock (tempat tidur gantung) yang tersedia. Ah..sungguh melelahkan dan puas rasanya.Saya tiduran sambil menikmati pemandangan Butterfly Valley yang indah dengan warna jingga matahari. Sungguh damai dan menyenangkan tempat ini.




“Teng..teng..teng..” Suara lonceng pun berbunyi, tanda makan malam telah tiba. Semua penghuni George House pun berjalan menuju Dining Room. Saya bertemu dengan Brian dan Constance, pasangan dari Canada yang kebetulan merupakan teman satu hostel di Nur Pension, Selcuk. Brian dan Constance ternyata sudah menginap semalam sebelumnya dari saya dan berencana menambah beberapa hari lagi di George House. Wow..sebegitu asiknya kah tempat ini? Ketika makan malam, semua turis bergabung dan berbagi cerita perjalanan. Serunya lagi, ketika makan malam usai, kita semua menggabungkan meja dan duduk sama-sama ngobrol soal travelling dan hidup. Saya berkenalan dengan banyak teman baru. Malcolm turis asal Inggris yang sudah hampir sebulan tinggal di halaman depan George House dengan tendanya, Bar dan Mary, pasangan asal Belgia yang sudah semingguan berkeliling di sekitar Fethiye, Asa dan Nadu, pasangan dari India yang baru kali ini berpergian bersama dan begitu menikmati Faralya sampai rela membatalkan tiket ke Istanbul untuk memperpanjang liburan di George House. Wow.. sebegitu menariknya kah tempat ini? Saya pun segera mengetahui jawabannya. “We feel like in a big family here. We can meet a lot of people without prejudice and all we got is friendship. This actually makes people love to stay in this place.” jawab Kate ketika saya bertanya. Dan benar, saya merasa George House adalah hostel terbaik yang pernah saya tinggali di Turki. Saya merasa seperti diterima dalam suatu keluarga besar yang ramah dan hangat.

Selesai makan malam, saya dan beberapa teman yang lain kemudian pergi ke halaman depan dan tidur-tiduran di atas hammock sambil mendengarkan suara ombak yang jauh disana dan memandang bintang-bintang yang jumlahnya banyak sekali. Langit yang cerah tanpa awan membuat saya bisa melihat rasi bintang tanpa halangan. Malcolm pun kemudian menyiapkan tendanya walau akhirnya dia memutuskan untuk tidur di atas hammock sampai pagi menjelang.”I want to wake up and open my eyes to see the view.”kata Malcolm. Terry dan Anne pun pergi ke treehouse (tempat tidur terbuka) mereka untuk tidur-tiduran memandang bintang sampai rasa kantuk menjelang.Ah indahnya tempat ini. Saya pun kemudian bangun dan berjalan ke bungalow saya untuk beristirahat. Trekking tadi sore membuat ngantuk datang lebih cepat. Saya pun kemudian tidur dengan nyenyaknya berharap pagi datang terlambat agar saya bisa menikmati tempat ini lebih lama.
Things you should not miss : Everything here including trekking to the beach.
Opening hours : all day and night
Entrance ticket : free
Damage Cost : Bungalow 1 malam 45 Lira (termasuk makan malam dan sarapan), Dolmus dari Fethiye 7 Lira
How to get here : naik dolmus jurusan Faralya dari depan Carrefour dekat Fethiye Otogar.