Lovelane,georgetown,penangmalaysia

Hangover Trip : Menyapa Penang di Love Lane dan Chowrasta Market

Artikel-artikel diblog ini memiliki afiliasi dengan situs-situs sponsor dan jika anda mengunjungi situs tersebut, penulis akan mendapatkan pemasukan dari situs tersebut.

Pernahkah anda merasa ketika anda sampai di satu tempat baru namun anda langsung jatuh cinta tanpa banyak alasan? Seperti perasaan deg-degan ga karuan ketika bertemu pertama kali dengan murid pindahan kala SMP yang cakep dan bikin pengen kenalan? Atau perasaan ketika pertama kali makan pizza dan sensasi hangatnya keju, saus tomat dan daging sapi bercampur dan menimbulkan satu keinginan untuk makan lagi dan lagi? Maaf mungkin saya agak melenceng, tapi demikianlah yang saya rasakan ketika keluar bangun dan menikmati pemandangan dari balkon lantai dua Old Penang Guesthouse. It’s the ambience. Bangunan-bangunan perumahan dengan gaya peranakan Tionghoa yang khas berjejer rapih di depan hostel. Cat yang mengelupas menandakan bangunan-bangunan ini telah berdiri bertahan melawan terjangan sang waktu. Sinar mentari berjuang menembus cakupan awan dan kemudian berhasil menembus dan menyinari kota Georgetown di pagi hari yang tenang.

Menjadi yang pertama bangun dan menikmati pagi mungkin sudah menjadi kebiasaan sejak saya awal memulai hobi traveling. Pagi hari adalah saat terbaik untuk melihat suatu tempat terbangun dari tidurnya dan bergeliat menyambut hari. Saya tak sendiri dalam menikmati keindahan pagi ini. Leo dan Agi telah bangkit dari tidurnya dan bersenjatakan kamera mirrorless, keduanya siap untuk menjelajah Georgetown. Sedangkan saya? Saya hanya bermodal HP Blackberry Gemini dan mengandalkan kedua teman saya ini untuk menjadi fotografer.

Menjelajah Love Lane

First thing first, breakfast. Penang terkenal dengan kulinernya yang beragam dan konon jika kita ingin mencicipi setiap jenis makanan yang tersedia di Penang sehari satu jenis, mungkin kita butuh waktu setahun untuk mencoba semuanya. Hal ini tidak mengherankan mengingat Penang, terutama Georgetown adalah kota multietnis dimana pertemuan antar suku bangsa terjadi. Dari etnis Melayu, Tionghoa, Tamil, Thai dan etnis lainnya meninggalkan jejak yang masih kentara di kota yang indah ini.

Berjalan menyusuri Love Lane dari Old Penang Guesthouse, kami menikmati ketenangan Georgetown yang baru saja terbangun. Lorong yang dulu dikenal sebagai tempat para taoke (saudagar cina kaya) menyimpan “simpanan” mereka sekarang merupakan tempat penginapan para backpackers. Banyak dari penginapan ini merupakan rumah-rumah tua dengan gaya Cina dan bangunan-bangunan ini dilindungi oleh UNESCO sehingga tidak boleh ada perubahan tanpa izin otoritas. Hal ini membuat kami seolah berjalan menuju masa lalu. Rumah-rumah khas etnis Tionghoa berlantai dua berbaris di kiri dan kanan jalan. Beberapa darinya tampak seperti telah berumur ratusan tahun namun beberapa tampak seperti baru dipugar dan dicat ulang. Namun satu kesamaan mereka adalah tiap depan rumah memiliki jalur selebar 5 kaki. Five foot way atau yang lebih kita kenal dengan nama jalur kaki lima adalah semacam norma bagi bangunan di Malaysia, Singapura dan juga Indonesia. Di jalur kaki lima ini, pemilik bangunan dapat melakukan aktivitas dagang, entah jualan makanan atau jualan obat yang penting masih di jalur kaki lima ini tanpa menganggu jalan utama. Jika anda pergi ke Singapura, khususnya di daerah Chinatown, anda akan juga menemukan jalur dan bangunan yang familiar dengan di Penang. Sayang di Jakarta, bangunan seperti ini hanya segelintir tersisa di sekitar Glodok dan Jembatan Lima.

Pemandangan sehari-hari di Georgetown
Toko-Toko Legendaris di Lebuh Chulia

Agi dan Leo pun sibuk mengarahkan moncong kameranya ke berbagai bangunan yang kami lewati. Dari Love Lane, kami beranjak menuju Lebuh Chulia yang merupakan pusat keramaian dan kuliner favorit turis dan juga penduduk lokal. Saat pagi menjelang, kami hanya menemukan sisa-sisa dari keramaian semalam dan beberapa pedagang makanan sarapan seperti carrot cake dan bee hoon goreng. Menyusuri jalan yang mengadopsi namanya dari asal penduduk keturunan India yang dulu banyak bermukim di sepanjang jalan ini, Agi dan Leo sibuk mengabadikan pemandangan menjadi foto. Apa aja difoto, entah itu mesin penghitung parkir, penanda jalan, sampai ke burung yang lewat pun menjadi sasaran. Sementara saya, terus berjalan sambil mencari letak Chowrasta Market.

Sarapan di Chowrasta Market

Chowrasta Market, adalah salah satu dari pasar yang sering dikunjungi oleh penduduk lokal di Georgetown. Kita bisa membeli berbagai hal disini. Dari makanan pokok, barang kebutuhan rumah tangga, sampai ke obat-obatan yang terkenal mujarab. Seperti umumnya pasar di berbagai negara di Asia Tenggara, pasar Chowrasta memiliki bangunan indoor namun di luarnya banyak pedagang kaki lima yang sibuk menjajakan barang jualannya. Suasana ramai dengan percakapan negosiasi jual beli antara seorang wanita keturunan Cina dengan pedagang sayur keturunan Melayu, tukang obat yang berteriak-teriak dengan bahasa Hokkien campur Melayu dengan begitu antusias menciptakan kerumunan, daging-daging dan hasil bumi yang digantung, adalah pemandangan yang terpampang dihadapan kami saat itu.

Pedagang kaki lima

Namun tujuan kami bukan untuk belanja pagi itu. Kami ingin memulai hari dengan sarapan ala lokal. Sampailah kami bertiga di sebuah Kopitiam yang Bernama Kedai Kopi Baru Hari Hari Datang. Kopitiam adalah nama restoran atau kedai tempat biasanya penduduk di Malaysia dan Singapura ngopi, sarapan, makan siang atau sekedar tempat kongkow. Kunjungan ke kopi tiam adalah ritual pagi bagi penduduk untuk memulai hari. Umumnya segelas kopi dengan roti bakar dengan selai srikaya, bubur atau berbagai makanan hangat lainnya. Penduduk lokal tampak menikmati sarapan sambil membaca koran dalam bahasa Mandarin. Suasana yang begitu berbeda membuat kami merasa berada di Hongkong atau Shanghai kali ya?

Secangkir kopi O untuk saya, Teh Tarik untuk Agi dan Leo segelas teh Tarik panas dengan bubur. Demikianlah sarapan pagi kami pagi itu di Georgetown. Sarapan yang cukup untuk memberikan kami energi untuk memulai hari. Ah we love this place already.

Further Info:

  1. Artikel ini adalah catatan ketika saya pertama kali mengunjungi Penang pada tahun 2011. Banyak toko dan juga penginapan yang saya tampilkan di artikel ini mungkin sudah tidak beroperasi pada saat arikel ini ditulis.
  2. Love Lane masih populer sebagai tempat penginapan murah dengan ambience yang cocok untuk anak muda dan pecinta keramaian. Jika anda suka tempat yang lebih sepi, mungkin penginapan di sekitar Lebuh Kimberley lebih tepat bagi anda dan keluarga.

Leave a Reply