Apollo, Coronis, Mitologi Yunani

Kisah Dewa Apollo : Terhimpit Asmara Dewa dan Pebinor

Artikel-artikel diblog ini memiliki afiliasi dengan situs-situs sponsor dan jika anda mengunjungi situs tersebut, penulis akan mendapatkan pemasukan dari situs tersebut.

Pada suatu masa di Yunani kuno, jauh sebelum Corona melanda, hiduplah seorang gadis cantik bernama Coronis. Coronis, seorang putri raja dari Thessaly, memiliki kebiasaan mandi di sungai cetek dengan pepohonan rindang nan asoy. Coronis tidak menyadari dari atas pepohonan nan asoy tersebut seorang dewa ganteng sedang menatapnya dengan penuh kekaguman. Apollo, sang dewa matahari yang selalu sial dalam bercinta, terlibat aksi voyeurism ala Jaka Tarub. Sang dewa yang jatuh cinta pada intipan pertama lalu kemudian tanpa ragu turun dan menyatakan dirinya.

Apollo sang dewa matahari

“Halo Coronis yang manis, aku Apollo, sang dewa matahari, penakluk Phyton, anak Zeus dan Leto, kakak terganteng dari Artemis, junjungan Oracle Delphi, pemilik restoran nasi hainam di Muara Karang dll. Aku padamu.”

Coronis yang awalnya ketakutan karena seorang pervert tiba2 muncul, langsung klepek2 kala Apollo memperkenalkan dirinya. Seorang dewa Olympus yang gagah tiba-tiba menyatakan cinta padanya, seorang wanita fana. Tentu hal ini membuatnya sangat tersanjung. Tanpa banyak bicara, Coronis pun jatuh ke pangkuan sang dewa matahari yang ganteng macam siluman rubah ala Korea yang lagi populer di timeline FB penulis. Apollo, yang konon bisa membaca masa depan dan masa lalu, tampaknya lalai mengetahui siapa Coronis sebenarnya. Coronis adalah cucu dari Pleghyas, raja Thessaly yang dulu pernah membakar kuil Apollo di Delphi. Kakak Coronis adalah Ixion yang dulu pernah mencoba memperkosa Hera, permaisuri Zeus. Cinta telah membutakan sang dewa matahari yang memang bernasib sebagai dewa jomblo ngenes.

Apollo memanah Coronis

Setelah menghabiskan waktu penuh kebahagian dan asmara semalaman, Apollo pun pamit kepada Coronis yang kemudian mengandung. Sebelum pergi, Apollo menitipkan burungnya (jangan ngeres, burung beneran ini) sebagai penjaga Coronis. Burung tersebut adalah gagak yang pada masa itu berwarna putih. Dengan sedih, Coronis melepas kepergian Apollo yang memang sibuk karena mesti ngider bumi dari timur ke barat tiap hari. Namun kesedihan Coronis ternyata tak berlangsung lama, dirinya yang tengah mengandung tergoda senyum manis seorang oppa Yunani bernama Ischys. Ischys,sang pebinor, tanpa ragu menerima PDKT Coronis yang walau berbadan dua masih lumayan hot bagi dirinya. Sang gagak putih yang lambat bergerak kemudian melaporkan perselingkuhan Coronis kepada Apollo. Apollo yang terbakar oleh api asmara kemudian mengutuk sang gagak putih yang lelet tersebut menjadi hitam. Amarahnya kemudian semakin menjadi-jadi ketika melihat Coronis berduaan tanpa social distancing dengan Ischys. Panah apinya kemudian dilepaskan kepada sang pebinor yang hangus tanpa bekas. Apollo yang lagi-lagi patah hati kemudian membidik Coronis dan melepaskan sebuah panah api ke arahnya yang sedang menangisi kehangusan Ischys. Usai panah tersebut terlepas dari busurnya, Apollo terbayang saat-saat indah bersama Coronis dulu. Saat mereka dimabuk asmara di telaga cinta tempat kasih mereka berpadu. Rasa sesal timbul dalam lubuk hati Apollo yang penuh dengan cahaya tersebut. Namun saat sesal tiba, segalanya sudah terlambat. Coronis yang berbadan dua terbakar oleh panah api Apollo yang dahsyat. Apollo kemudian sadar bahwa Coronis mengandung buah cinta mereka dan langsung melesat ke arah Coronis.

Aesclepius, dewa pengobatan Yunani

Dengan sigap, sang dewa matahari melakukan operasi Caesar pertama di alam semesta. Apollo membuka rahim dari Coronis dan mengeluarkan bayi buah cinta mereka. Bayi tersebut kemudian diberi nama Asclepius, sang dewa pengobatan. Asclepius yang masih bayi kemudian dititipkan Apollo pada seorang Centaur, manusia setengah kuda (good parenting, btw). Dibawah asuhan centaur ini, Asclepius belajar ilmu pengobatan dan menyempurnakannya sampai level tertinggi. Asclepius sanggup mengobati berbagai penyakit dan bahkan dapat membangkitkan orang mati berkat darah Medusa pemberian Athena. Kehebatan Asclepius membuat Zeus dan Hades khawatir. Seorang demigod bisa menghidupkan orang mati? Ini namanya penistaan hukum alam! Zeus pun kemudian mengambil langkah tegas dan menyambar Asclepius dengan kilatnya. Apollo yang walaupun jarang pulang untuk menengok anaknya, marah besar mengetahui Zeus membunuh Asclepius. Sadar tidak berani durhaka melawan bapaknya sendiri, Apollo membunuh para Cyclops dengan panahnya. Para Cyclops ini merupakan produsen kilat, senjata Zeus. Marah karena ulah Apollo, Zeus menghukum anaknya tersebut dengan mengutuknya menjadi seorang angon kambing di Thessaly. Apollo yang keras kepala menatap langit tempat Zeus berada dengan marah namun tak berdaya karena dirinya sekarang hanyalah seorang angon kambing freelance.

Di zaman Yunani kuno, dunia medis identik dengan pengobatan bercampur tahayul. Pusat-pusat pengobatan lebih mirip spa zaman modern dimana pasien diperlakukan dengan berbagai treatment relaksasi seperti berendam di air panas, sauna dengan aromatherapy, nonton drama (bukan drakor) dan mendengarkan musik. Pusat pengobatan yang disebut dengan nama Asklepion (diambil dari nama Asclepius sang dewa pengobatan) bahkan memiliki ruang tidur dimana pada malam hari para ‘dokter’ melepaskan ular tak berbisa untuk merayap diantara pasien yang tertidur. Konon ular adalah medium dewa yang bisa menyampaikan resep pengobatan melalui mimpi. Esoknya sang pasien akan menceritakan mimpinya kepada ‘dokter’ dan ‘dokter’ akan menerjemahkan mimpi tersebut menjadi solusi pengobatan. Pengobatan dengan metode tahayul ini tentu saja tak masuk akal terutama pada seorang dokter Yunani bernama Hippocrates. Hippocrates memperbaharui pengobatan Yunani kuno dengan membuang unsur-unsur tahayul dan supranatural dalam pengobatan. Sang dokter yang lahir di pulau Kos ini menitik-beratkan pengobatan dengan akal sehat dan pengamatan gejala penyakit bahkan etika pengobatan, pernah dengan Sumpah Hippokrates?

Pulau Kos adalah salah satu pulau di kepulauan Dodecanese, Yunani. Saya mampir dua kali di pulau kelahiran Hippocrates ini dua kali. Satu kali ketika saya menumpang Bluestar Ferries menuju pulau Rhodes pada tahun 2014 dan satu kali lagi di tahun 2018 ketika hendak menyeberang ke Bodrum, Turki. Pulau ini terkenal akan keindahan pantai dan juga peninggalan sejarahnya. Jika anda menumpang kapal Ferry, anda akan tahu kalau sudah sampai di Kos, kala anda melihat sebuah benteng besar peninggalan para Ksatria St John di pelabuhannya. Perahu dengan bendera Turki dan Yunani nampak berlabuh di dermaga dan sinar mentari yang terik dengan langit biru cemerlang membuat anda segera ingin berjalan di pulau ini. Saya tak pernah mengeksplorasi pulau ini lebih lanjut karena beberapa hal, namun suatu saat nanti saya akan kembali. Konon di pulau ini masih ada pohon tempat Hippocrates mengajar dan reruntuhan Asclepion tempat beliau buka praktek pun masih bisa dikunjungi, itu juga kalo anda suka reruntuhan sejarah macam saya, kalo enggak ya sewa motor n maen ke pantai-pantai Kos yang indah itu. Belum puas? Naik ferry ke Bodrum, Turki Cuma sejam, naik ferry ke Rhodes cuma 4 jam, ke Santorini cuma 6 jam (Syarat dan ketentuan berlaku).

Oh anyway, blog gurukelana ini akan difokuskan untuk blog travel,jadi kalau kalian pengen baca tulisan-tulisan saya tentang Mitologi Yunani bisa follow saya di laman trakteer.id saya di link berikut . Dengan bayaran satu cangkir kopi saja (Rp 15rb), kalian bisa membaca semua karya terbaru saya tentang mitologi Yunani yang akan selalu diupdate setiap minggu. Thanks buat semua supportnya ya gaes. 

3 Comments

Leave a Reply