Artikel-artikel diblog ini memiliki afiliasi dengan situs-situs sponsor dan jika anda mengunjungi situs tersebut, penulis akan mendapatkan pemasukan dari situs tersebut.
Date someone who is a home and an adventure all at once
-Anonymous
“ Say, kamu yakin ini arah yang bener ke hotel kita?” tanya si Nyonya sambil kebingungan. Lah iyalah, sekarang jam 10 malam dan kita udah motoran dari Oia selama sejam dan belon nyampe-nyampe. Yang ada kita di bukit yang gelap plus jarang banget kendaraan yang lewat. “Coba gue liat Google map-nya. Oops…” kata saya yang nyadar kalo salah masukin alamat tujuan. Kita sekarang terletak sekitar 40 menitan dari Perissa yang ternyata berada dibalik bukit kami berada. Saya mencoba tenang dan terus becanda sementara si Nyonya panik dan mulai memanjatkan doa-doa biar kami bisa pulang dengan selamat sampai hotel. Ga gampang naik motor di Santorini saat malam. Jalanan naik turun dan berkelok-kelok. Terkadang kami mesti melewati jalan di tengah perkebunan anggur yang lebih mirip salah satu scene di A Quiet Place. Imajinasi si Nyonya yang panik mulai berpikir ada begal yang bersembunyi di balik rumput tinggi (kami ga nyadar kalo itu perkebunan anggur) dan bakal menyergap kami. Saya pun cuma ketawa-ketawa dan sesekali kena cubit dari belakang. Singkat kata kami sampai di hotel dengan selamat dan saya cuma ngakak melihat si Nyonya yang baru bisa ketawa. “ Lu sih gila. Lain kali ga lagi deh kayak gini” ujarnya sambil cemberut. Apa bener ga lagi lain kali? Yeah right…
Cerita di atas adalah satu dari banyak kejadian gokil selama saya pergi bersama dengan istri saya. Si Nyonya dan saya adalah dua karakter yang sangat berbeda. Ketika traveling saya suka tempat-tempat bersejarah dan museum, sementara si Nyonya ngintil di belakang sambil terheran-heran mendengar saya ngoceh soal mosaik Amphitrite di Herculaneum. Saya tipe yang petualang dan dia tipe yang sangat berhati-hati. Kadang kecewa juga saat pengen eksplore sesuatu yang “sedikit” ekstrim macem naik ke kota kuno “Thira” (tempat saya nyaris ketiup angin sampe ke jurang dulu), langsung diveto tanpa basa basi. Saya tipe yang suka bangun pagi sementara dirinya suka terlelap dalam buaian kasur hotel. Akhirnya saya sering jalan-jalan pagi sendirian dan kembali saat si Nyonya masih belum bangun. Saya nyaris tidak bisa tidur di pesawat, sementara si Nyonya tipe yang langsung molor 15 menit (maksimum) setelah pesawat take off.
Sebagai seorang yang terbiasa pergi sendiri, tentu perbedaan karakter antara saya dan Nyonya ini merupakan sebuah perubahan. Dulu kalo pengen ngapain ya siap…laksanakan! Sekarang ya mesti mikir dulu, si Nyonya mau ga dan yang terpenting boleh apa kagak. Perubahan yang drastis dari bebas lepas menjadi bebas bersyarat. Ga asik kah? Eits jangan terlalu cepat menyimpulkan. Saya justru merasa pengalaman traveling dengan pasangan hidup saya ini adalah suatu pembelajaran yang baru bagi saya dan dirinya. Pepatah bahwa anda akan baru mengerti karakter pasangan anda ketika anda bepergian dengannya itu ada benernya. Sebagai pria yang selalu kepengen keliatan kayak tough guy…like it really rough guy..just can’t get enough guy, saya malah terlihat cemen setelah keseleo waktu trekking di Kazbegi . Istri saya yang biasanya penakut malah dengan sigap membantu saya turun gunung dengan selamat. Saya kagum dengan dirinya yang mau ikutan panas-panasan di bawah mentari di Pompeii, sementara suaminya sibuk ngamatin pilar-pilar bangunan yang buat kebanyakan orang cuma tumpukan batu. Apakah dia ngerti ato suka? Tidak, dia ikut saja karena ada saya dan lucu aja ngeliat saya macam anak kecil di toko maenan. Mau tau kenapa saya bisa traveling dengan ongkos yang murah? Itu karena istri saya yang kalkulatif dan tak banyak nuntut. Di kala banyak temen-temennya yang suka liburan di hotel mewah, si Nyonya seneng-seneng aja nginep di apartemen Airbnb.
Jika dibandingkan antara traveling sendirian atau dengan pasangan, tentu dua-duanya ada plus dan minus. Tapi, lebih baik menikmati sunset di Santorini dengan pasangan daripada sendirian berteman tongkat selfie. Lebih baik ngopi di Café Italia sambil ngeliatin muka si cinta yang belepotan krim Sfoggiatela daripada ngopi bisu ndirian trus pegi sambil sedih. Lebih baik piknik berdua di pegunungan Kazbegi yang ijo royo-royo daripada gelantungan nyaris masuk jurang di Butterfly Valley, Turki.
Meski kebebasan solo travel adalah sesuatu yang harus digadaikan ketika anda memutuskan untuk pergi dengan pasangan anda, terkadang apa yang anda gadaikan tersebut tergantikan oleh kenangan yang jauh lebih berharga. Pemandangan yang tidak hanya dinikmati oleh sepasang mata anda, namun oleh sepasang mata lain yang melihat ke pemandangan yang sama dan ketika pandangan anda berdua bertemu, anda akan yakin kenangan ini akan abadi. Setiap suapan spaghetti yang anda kunyah akan lebih berarti jika ditemani oleh tawa bahagia sang kekasih. Setiap foto yang diambil akan lebih berkesan karena suatu saat kenangan tersebut bisa anda bagikan ke anak dan cucu anda sambil berkata, “Dulu papa sama mama pernah naik gunung loh di Georgia.” Someday, ketika tulang anda sudah mulai renta dan tak mampu lagi berkelana, anda masih bisa berbagi kisah dengan pasangan anda tentang kisah seru anda berdua di masa lampau.