Solo Traveling, Selcuk, Basilica Saint John, Turkey

Solo Traveling : Kesepian atau Kesendirian?

Artikel-artikel diblog ini memiliki afiliasi dengan situs-situs sponsor dan jika anda mengunjungi situs tersebut, penulis akan mendapatkan pemasukan dari situs tersebut.

Kenapa Harus Solo Traveling?

Jika ditanya kenapa suka keluyuran di luar negeri sendirian, alasan saya beragam. Kalo ditanya oleh teman-teman, saya akan bilang, “yah..mau gimana, gada temennya. Makin tua makin dikit temen gue bro.” Kalo ditanya oleh keluarga, jawabku cuma, “ yah..mo gimana lagi mah, masa libur sebulan di rumah doang.” Kalo ditanya murid, saya cuma bilang, “ well, I was born alone and I will go alone.”(rada ga nyambung sih, tapi lebih baik daripada dikira ansos sama murid). Namun kalau saya bertanya pada diri saya sendiri, maka jawaban saya adalah…” Memegang kendali setir sendiri tanpa tekanan adalah traveling yang sesungguhnya.”

Tidak akan ada yang mengerti mengapa kesendirian di suatu tempat yang asing itu begitu membius. Duduk sendiri di bis Kamil Koc sambil mendengarkan lagu Raissa sementara pemandangan padang rumput dan pegunungan hijau menyegarkan mata dan pikiran. Berjalan di reruntuhan kota kuno Romawi Efesus sambil membayangkan kisah para pembuat patung yang marah periuk nasinya terganggu oleh ajaran kasih seorang asing. Jarang yang bisa mengerti kenapa seorang pria Indonesia beribu kilometer jauhnya terlihat begitu terharu melihat reruntuhan kota Pompeii yang senja itu begitu sunyi. Saya sendiri sulit menjelaskan perasaan ini sampai saya menemukan kata Hüzün (bahasa Turki). Orhan Pamuk menggambarkan Hüzün sebagai suatu perasaan melankolis yang sulit dijelaskan namun begitu dalam terasa dalam sanubari. Suatu perasaan nostalgia akan keagungan masa silam yang sekarang hanya tinggal bongkahan batu dan tulisan prasasti.

Sendirian di Library of Celsus, Efesus


Tidak akan ada yang mengerti mengapa kesendirian di suatu tempat yang asing itu begitu ramai. Duduk sendiri menikmati segelas Bia Hanoi dan seorang turis Australia tiba-tiba memanggil dan mengajak berdiskusi tentang lebih gila mana lalu lintas Hanoi dan Jakarta. Atau kala berjalan di salah satu taman di Ho Chi Minh dan tiba-tiba diajak main foot shuttle cock (itu loh semacam maen sepak bola tapi pake kok) walau sadar kalo kaki saya dua-duanya kanan (if you know what I mean). Sedang naik kereta dari Pamukkale ke Selcuk dan seorang ibu yang duduk disamping saya tiba-tiba memberikan saya serauk buah cherry sambil tersenyum. Dan kala saya ingin sendiri (bener..lagi pengen mellow) duduk menikmati pemandangan Selat Bosphorus di malam hari, seorang remaja cantik tiba-tiba datang dan memberikan saya sekaleng soda sambil berkata, “ you look so lonely so my father told me to talk to you.” Oh ya ampun, begitu desperate kah saya?

Ibu-ibu baik yang ngasih saya makan cherry


Tidak akan ada yang mengerti mengapa kesendirian di suatu tempat yang asing itu begitu mengasah diri. Naik motor berkelana tanpa peta, GPS dan teman bermodal motor 110cc dan papan petunjuk seharian di bawah suhu 38derajat sungguh membuat skill motoran saya bertambah (plus gosongnya kulit saya mirip-mirip gosongnya pisang bu Nanik). Iseng trekking tanpa alat dari Faralya menuju Butterfly Valley di Turki sungguh mengubah saya dari seorang guru Inggris menjadi pendaki tebing dadakan modal tali yang nyangkut di pohon. Baru sadar kalo sudah banyak yang tewas gegara jatuh di tebing tersebut setelah cerita ke temen-temen baru di hostel. PLEASE DON’T FOLLOW MY FOOTSTEPS.

Young and reckless


Tidak akan ada yang mengerti mengapa kesendirian di suatu tempat yang asing itu begitu mendekatkan diri anda dengan Sang Khalik. Berlari menghindari scammer di Hanoi bersama teman-temannya, memanggil ojek dan kabur ala James Bond sambil berdoa dalam hati agar lolos tanpa terkena masalah apapun. Uniknya sang ojek malah membawa saya ke depan Kedutaan Republik Indonesia, padahal saya hanya minta beliau membawa saya ke Hoan Kim Lake. Atau ketika motor yang saya kendarai menuju Thira di Santorini oleng tertiup angin sementara jalan menuju ke bukit begitu terjal. Sungguh kukira ajalku tiba namun tidak. Doa-doaku terkabul dan aku masih hidup buat ngetik tulisan receh inspirasional ini.

Nyaris mampus di sini

Pergilah dan Capai Impianmu


Jadi, ketika anda berencana dan ingin pergi. Pergilah. Bersama teman-teman anda, menemani orang tua anda, berdua dengan kekasih anda, atau sendirian jika tak ada yang sudi menemani (seperti saya). Pergi. Tak ada cerita yang terucap jika langkahmu terhalang oleh alasan. Tidak ada kisah yang terjadi jika anganmu kandas oleh ketakutan. Tidak ada kenangan jika impianmu hanyalah wacana. Tidak akan ada yang mengerti apa tujuan kepergianmu dan jangan berharap mereka akan mengerti alasanmu. Ingatlah, jika anda jadi pergi sendiri, anda akan kembali dengan berbagai kisah dan pengalaman yang akan membuat anda lebih kaya dari sebelumnya. (tapi please jauhi hutang sebelum traveling agar anda jauh dari nyinyir netizen).

One comment

Leave a Reply