Oia, Santorini, Yunani, Sunset

Jalan-Jalan Santorini (Part 3: Sunset di Oia)

Setelah menikmati hiking dari Fira ke Oia, kami pun kembali ke Perissa untuk beristirahat menunggu saat yang tepat untuk menikmati pemandangan matahari terbenam. Sebenarnya kami bisa saja menunggu di Oia sampai matahari terbenam, namun jam masih menunjukkan pukul dua siang ketika kami selesai dari hiking dan menunggu 7 jam untuk sunset rasanya terlalu lama. Selain itu, panasnya cuaca membuat kami enggan berleha-leha di Oia. Mendingan pulang ke hotel, tidur sejenak dan kembali lagi dengan kondisi badan yang lebih segar saat sore menjelang.

3 jam berlalu dari tumbangnya kami di ranjang hotel Marousi Rooms. Saya membangunkan si Nyonya yang tampaknya sangat menikmati tidur siangnya. Saya pun segan membangunkannya sampai setengah jam kemudian si Nyonya bangun dari peraduannya. Sekarang kami siap berangkat menuju Oia. Sunset here we come!

Kami pun melaju dari Perissa menuju Oia. Jika anda lihat di peta, jarak antara dua kota ini cukup jauh yaitu sekitar 27 km. Namun dengan pemandangan kaldera yang indah serta kondisi jalan yang mulus, perjalanan dengan motor ke Oia menjadi menyenangkan ketimbang melelahkan. Beberapa kota di Santorini kami lewati dan ketika melalui Fira, kami cukup bangga dengan pencapaian kami tadi pagi. Fira ke Oia itu lumayan juga jaraknya loh. Sekitar 50 menit mengendara, kami pun sampai di Oia.

Keramaian turis di Oia

Jika anda ingin menikmati sunset di Oia, anda perlu tahu kalau banyak turis yang berpikiran sama dengan anda. Turis-turis lokal dan mancanegara sudah lama tahu kalau Oia adalah tempat terbaik untuk menikmati pemandangan matahari terbenam. Alhasil, ratusan atau ribuan turis akan memenuhi jalan-jalan berbatu Oia dan bagi yang punya kocek lebih akan menduduki cafe-cafe menghadap matahari terbenam. Pusat keramaian berada di Oia Castle, sebuah reruntuhan benteng yang sekarang menjadi tempat paling ideal untuk menikmati matahari terbenam. Anda bisa menikmati pemandangan tanpa harus membayar sepeserpun. Bawa saja minuman sendiri, kamera dan siap-siap berjuang mendapatkan foto sunset terbaik dengan ratusan turis lainnya.

kerumunan turis yang menunggu matahari terbenam
Oia Castle

Kami sampai sekitar sejam sebelum matahari terbenam di Oia. Keramaian orang yang memenuhi jalan membuat kami mesti berjibaku untuk sampai di Oia Castle. Kali ini Oia castle sudah diduduki oleh puluhan turis yang sudah mencarter semua tempat yang bisa diduduki di reruntuhan benteng ini. Kami pun harus berpuas diri menunggu matahari terbenam di tangga benteng. Banyaknya turis yang berswafoto merupakan tanda bahwa sunset di Oia adalah hal yang tidak boleh dilewatkan ketika mengunjungi Santorini. Kami dengan sabar menunggu sambil menikmati perlahan langit berubah warna dari biru menjadi lembayung senja.

Sunset in Oia

Ribuan mata memandang ke arah barat dan keramaian turis pun tidak lagi menganggu ketika dihadapkan dengan pemandangan yang begitu indah. Kami menikmati kembalinya sang surya ke peraduannya sambil bergenggaman tangan. Keindahan suasana yang hanya bisa saya rasakan dengan si Nyonya yang begitu kucinta. Matahari terbenam dengan anggunnya, menyisakan langit senja yang semakin lama larut dengan sang malam. Kami kemudian berjalan kembali ke tempat parkir dan berhadapan dengan keramaian turis yang juga akan meninggalkan Oia. Ratusan turis berjejalan dalam keramaian di dekat gereja Panagia Platsani berusaha kembali ke Fira atau kota tempat mereka menginap. Kami pun bergegas ikut serta dalam keramaian pejalan kaki menuju tempat parkir.

Okeh, misi menikmati pemandangan sunset Oia sudah selesai. Saya pun menyetel GPS location menuju Perissa dan menyerahkan handphone saya pada si Nyonya. I ride, she directs. Begitu peranan kami ketika naik motor dimana pun. Langit Santorini yang semakin gelap membuat saya terus memacu si motor. Jalan di Santorini cukup unik, walaupun jalanannya mulus namun di beberapa bagian tidak memiliki penerangan yang cukup. Demi menghindari terjebak dalam kegelapan, kami pun buru-buru ingin pulang ke Perissa. Setelah 40 menit berkendara, si Nyonya menyadari ada yang aneh dengan kondisi jalan dan juga google location kami. Ternyata saya salah memasukkan tujuan kami. Kami baru menyadari kesalahan kami setelah mampir ke pom bensin untuk mengisi bensin kami yang sudah tiris. Astaga, untung nyadar. Kami pun kemudian kembali ke jalan yang benar setelah ibu penjual bensin mengatakan kalau saya harus melewati Emporio, sebuah bukit yang juga merupakan kota kecil sekitar 30 menit dari Perissa.

Si Nyonya yang sudah parno dengan kegelapan pun ngedumel dan ketakutan. Kami akhirnya harus bergelut dengan kegelapan untuk menempuh perjalanan pulang. Untungnya lampu motor ini cukup terang dan kami terus menaiki jalan yang berkelok-kelok untuk menuju Perissa. Ketika melewati pusat kota Emporio, kami pun merasa tenang karena sudah bertemu dengan peradaban. Namun ketenangan kami pun kemudian kembali terusik ketika kami melewati sebuah jalan yang kiri kanannya adalah ladang luas tanpa lampu dan manusia. Tingginya tiang tanaman membuat kami parno, bagaimana jika ada begal? Astaga..Ini kan Santorini, masak iya ada begal. Si Nyonya pun terus berdoa dan mulai memeluk erat pinggang saya. “pelan-pelan sayang, ini serem jalannya.” Ujar si Nyonya yang ketakutan. Saya pun berusaha menenangkan si Nyonya dengan lelucon-lelucon garing saya dan mengatakan kalau jalan ini tidak ada apa-apanya dengan kawasan Cakung di waktu malam. Kecil ini mah, walau hati saya pun sudah mulai takut dan doa pun mulai terucap.

Akhirnya, jalan di ladang membawa kami ke peradaban. Mulai ada rumah-rumah penduduk dan kemudian jalan pun mulai terlihat familiar. Supermarket tempat kami belanja kemarin baru saja kami lewati dan rasa lega pun kami rasakan. Akhirnya sampai juga di Perissa. Seru ya?

Leave a Reply