Santorini, Port, Santo Winery, Profitis Ilias, Yunani

Jalan-Jalan Santorini (Part 1 : Profitis Ilias, Fira dan Santo Winery)

Matahari bersinar cerah, motor tersedia dan si Nyonya sudah cukup istirahat setelah perjalanan dari Bari semalam. Sekarang saatnya untuk mengeksplorasi pulau indah ini. Saya memutuskan untuk memulai petualangan kami dengan mengunjungi Fira. Fira bisa dibilang ibukotanya Santorini. Kota terbesar di Santorini ini terletak bertengger di pinggir Kaldera menawarkan pemandangan laut dari ketinggian yang menakjubkan. Anda bisa santai menikmati secangkir kopi Yunani sambil menikmati pemandangan kaldera atau berjalan-jalan di lorong kotanya yang indah berhias warna biru dan putih.

Motor kami pun melaju meninggalkan Perissa yang baru bergeliat dengan kesibukan pagi. Para turis terlihat baru bangun dari tidur dan berjalan menuju toko roti untuk sarapan. Jalanan Santorini yang mulus dan sepi merupakan surga bagi pengendara motor terutama yang biasa berkutat dengan kemacetan Jakarta. Setiap kelok jalan dan pemandangan yang disajikan membuat mata selalu terhibur dengan keindahan Santorini yang biasa hanya menampilkan sisi kota-kotanya saja. Saking enjoynya naik motor, kami nyasar ke sebuah bukit dengan biara yang bernama Profitis Ilias ( Nabi Elia). Kami tidak menyadari kalau Profitis Ilias adalah puncak tertinggi di Santorini dan merupakan bagian tertua di Santorini. Biara dan gereja di Profitis Ilias dibangun pada abad ke 18 dan kita masih bisa menemui para biarawan yang menjaga tempat ini. Para biarawan ini masih melayani kebutuhan spiritual para penduduk Santorini sambil menjual hasil bumi seperti minyak zaitun, oregano, dan anggur yang dapat anda beli di halaman gereja. Terletak di ketinggian 573 meter dari permukaan laut, Profitis Ilias merupakan tempat ideal untuk menikmati pemandangan Santorini. Di kejauhan anda bisa melihat kota Oia, Fira dan kota-kota pantai seperti Perissa dan Kamari.

Dari puncak Santorini
Monastery of Profitis Ilias
Kota-kota di Santorini dari Profitis Ilias. Garis putih di ujung sana adalah Oia.

Setelah nyasar sebentar di Profitis Ilias, kami pun kembali ke jalan yang benar menuju Fira. Jalan naik dan turun dari Profitis Ilias menhantarkan kami ke jalan di samping Kaldera yang luas dengan Fira sebagai latar dari pemandangan di depan kami. Sungguh membangkitkan nostalgia saya yang dulu solo traveling ke Santorini beberapa tahun silam. Ketika pertama kali melihat pemandangan kaldera,saya sempat berteriak kegirangan melihat pemandangan yang super indah ini. Bahkan sekarang, saya masih terpesona dengan indahnya pemandangan ini walau tidak sampai berteriak ala fanboy K-Pop. Tanpa terasa, saya pun sampai di Fira dan seperti biasa, saya memarkir motor saya di tepi jalan utama Fira. Bakery tempat dulu saya biasa membeli sarapan masih berdiri dan ramai dengan pengunjung. Satu-satunya yang berubah adalah kehadiran restoran McDonald’s yang cukup menarik perhatian. Ada McD di Santorini? Aneh hahaha.

Berjalan di Fira adalah berjalan di lorong-lorong kota kecil dengan warna-warna cerah. Jalan berbatu dengan bangunan putih berhias warna dan sesekali bunga bougenvile tergantung dengan eloknya. Kios-kios yang menjual banyak barang kebutuhan turis dan oleh-oleh ditata dengan rapih menarik pengunjung masuk. Si nyonya yang suka dengan pernak-pernik indah sesekali mampir untuk melihat-lihat namun rautnya cemberut melihat harganya yang mahal. Ah Sayangku, kau memang pecinta keindahan namun kehandalanmu membaca harga jauh lebih berarti bagimu. Berjalan menelusuri lorong, kami pun sampai di tepi kota yang menghadap Kaldera. Pemandangan laut yang mengharu biru dengan kapal ferry yang melaju meninggalkan riak buih putih dibelakangnya membuai kami untuk berdiri menikmatinya. What a sight to ponder. Pemandangan yang membuat kami lupa akan teriknya matahari siang itu sampai lelehan gelato di tangan yang kemudian membangunkan kami dari buaiannya.

What a sight to behold

Usai menikmati pemandangan kaldera, kami melihat rombongan keledai yang menuruni tangga menuju Old Port. Tangga yang berkelok-kelok sampai ke dasarnya ini merupakan satu-satunya akses menuju Old Port selain kereta gantung (cable car). Saya pun iseng mengajak si Nyonya yang mulai jengah karena panas menuruni tangga yang tak kelihatan dasarnya ini. Buat anda yang tidak tahan panas atau memiliki keterbatasan fisik, hindari menuruni tangga ini. Oh iya, selain itu jika anda tidak tahan bau kotoran keledai, jangan coba-coba menuruni tangga ini. Tangga berbatu ini juga merupakan toilet alami dari rombongan keledai yang hilir mudik disini. Si Nyonya yang pada dasarnya tidak suka binatang berkaki empat macam kuda dan keledai, tampak cemberut dari Fira sampai dasar tangga di Old Port. “Bau and serem tau.” ujarnya sambil ngelap keringat yang bercucuran akibat menuruni tangga. Sebenarnya kami bisa menumpang keledai menuruni tangga ini, namun karena si Nyonya takut keledai, maka jalan kaki menjadi opsi terbaik.

Tangga menuju Old Port dan rombongan keledai
Old Port

Old Port merupakan pelabuhan lama Santorini yang sekarang merupakan tempat kapal-kapal wisata kecil berlabuh. Pelabuhan lama ini dulunya merupakan akses satu-satunya untuk kapal ferry dari Athens atau wilayah lain berlabuh. Namun karena pelabuhan lama ini tidak lagi pantas menampung kapal-kapal berukuran besar yang semakin banyak datang ke Santorini, Pemerintah Yunani membangun pelabuhan Athinios yang berfungsi sebagai pelabuhan bagi kapal-kapal ferry berukuran besar. Jadi jika anda ingin berpergian dengan kapal ferry dari atau ke Santorini, anda akan menggunakan pelabuhan Athinios. Jika anda ingin keliling kaldera atau mengunjungi Oia dengan kapal wisata, anda bisa mengunjungi Old Port. Selain berfungsi sebagai pelabuhan kapal wisata, anda juga bisa berwisata kuliner di Old Port. Beberapa taverna (restoran ala Yunani) menyediakan seafood yang tersaji fresh untuk para pengunjung yang datang. Kalamari yang fresh merupakan menu yang amat diandalkan di taverna-taverna di Old Port. Setelah berfoto-foto sejenak, kami kemudian kembali lagi ke Fira dengan menumpang cable car. Ga lagi deh naik tangga penuh kotoran keledai apalagi dicemberutin si Nyonya haha.

Sesampainya di Fira, kami yang kelaparan dan kehausan langsung berjalan menuju Obelix Souvlaki di pusat kota Fira. Souvlaki yang menggunakan tokoh kartun Obelix ini ramai dikunjungi orang sehingga menarik perhatian kami. Tanpa banyak pikir panjang lagi, kami pun membeli dua souvlaki dengan pita yang rasanya maknyos. Tentu saja menikmati makanan gurih ini mesti ditemani sesuatu yang dingin dan menyegarkan, saya pun mengajak si nyonya mengunjungi Santorini Brewing Company untuk mencicipi bir khas Santorini yang bernama Donkey Beer. Bagi pecinta bir, Donkey beer merupakan bir yang harus anda coba ketika mengunjungi Santorini. Bir dengan 3 flavor berbeda yaitu Yellow Donkey, Red Donkey, dan Crazy/White Donkey ini hanya dijual di Santorini. Saya berkesempatan mencoba Red Donkey yang rasanya sangat menyegarkan. Sungguh merupakan pencuci mulut yang ideal disiang yang panas di Santorini.

Menikmati sore di Fira itu gampang-gampang susah. Kalo banyak duit, tinggal nongkrong di salah satu cafe menghadap kaldera dan ngobrol ma si yayang. Bagi kami yang budget ala kadarnya, nongkrong itu mesti berkualitas dan sepadan dengan harganya. Nah, berhubung 2 jam lagi matahari akan terbenam, kami pun kemudian mencari tempat nongkrong asyik sambil menikmati pemandangan romantis matahari terbenam. Salah satu tempat terbaik untuk menikmati pemandangan ini adalah Santo Winery, sebuah restoran merangkap cafe dan winestore yang memiliki lounge deck menghadap arah matahari terbenam. Santo Winery terletak di Pirgos, sebuah desa kecil di Santorini sekitar 20 menit dari Fira. Pada kunjungan pertama saya ke Santorini, saya sempat mencicipi beragam wine Santorini sambil menikmati pemandangan sunset yang indah, namun sendirian hiks. Kali ini saya membawa si Nyonya untuk “memperbaiki” kenangan sunset Santorini saya. Begitu sampai di Santo Winery, kami pun memesan paket wine tasting yang terdiri dari 9 gelas wine berbeda. Wine disajikan oleh pelayan yang pakaian rapih ala fine dining, sementara kami yang hanya berpakaian casual mulai merasa kebanting dengan aura mewah di sekitar kami. Untungnya banyak pengunjung bule yang juga berpakaian kurang lebih seperti kami. Matahari sore mulai perlahan turun ke kaki langit dan kami pun menikmati anggur hasil bumi Santorini sambil bercanda ria menikmati kebersamaan kami. Kaldera yang dipenuhi oleh lautan biru, langit yang mulai didominasi cahaya senja, warna kapur putih Santo Winery menjadi latar senja itu. Sungguh pengalaman yang tak terlupakan dan sepadan dengan harga yang kami bayar.

Flight of 9
View from the deck
Waiting for the sunset
A Moment to Remember

5 Comments

Leave a Reply