Rencana kami hari ini di Budapest cukup padat. Mengingat kami sudah cukup bersantai kemarin, kami ingin menikmati hari yang produktif di Budapest dengan mengunjungi tempat-tempat wisata di Budapest yang indah dan gratis. Setelah menikmati sarapan bikinan sendiri, kami kemudian langsung berjalan menuju Stasiun Metro Balaha Lujca untuk membeli tiket transport harian seharga 1650 pertiket. Nah ketika si Nyonya membayar dengan uang kertas 10000 HUF, kami hanya mendapat kembalian 1700 HUF bukannya 6700 HUF. Mesin tersebut tidak mengembalikan sisa uang kami sebesar 5000 HUF. Si Nyonya yang kaget karena uangnya tidak kembali kemudian sempat panik dan kami pun meminta bantuan penduduk lokal yang lewat. Pria brewokan ini kemudian menyarankan kamu untuk menggunakan saluran telepon yang ada di mesin tersebut. Namun setelah berusaha beberapa kali, kami gagal mendapatkan jawaban dari telepon tersebut karena tidak ada yang mengangkat. Kami pun disarankan menghubungi customer service di stasiun Metro besar seperti Deak Ferenc.
Setelah meyakinkan si Nyonya bahwa kita akan mengurus urusan kembalian setelah mengunjungi Fisherman Bastion, kami pun kemudian menumpang metro dan bis menuju bangunan benteng yang paling terkenal di Budapest ini. Halaszbastya (Fisherman Bastion) dibangun pada akhir abad 19 di atas tembok pertahanan Buda Castle. Walaupun dibangun diatas tembok benteng, Fisherman’s Bastion tidak pernah berfungsi sebagai bangunan pertahanan. Bangunan ini dibangun sebagai monumen peringatan seribu tahun kedatangan bangsa Magyar ke Hungaria, seperti Heroes’ Square. Bangunannya yang indah membuat banyak turis mengunjungi Fisherman’s Bastion untuk berfoto. Gimana ga indah, teras ini berhadapan langsung dengan Sungai Danube yang mengalir deras dibawah sana dan Parliament’s Building yang bagaikan mahkota tiara dapat terlihat jelas dari sini.
Setelah menumpang metro menuju stasiun Szell Kalman dan bis no 16A, kami pun sampai di halaman gereja St Mattias yang berdiri tak jauh dari Fisherman’s Bastion. Gereja yang sudah dipugar berkali-kali akibat serangan bangsa Mongol dan Turki ini sekarang berdiri megah dengan warna putihnya yang dominan. Gereja ini merupakan gereja kedua terbesar di Budapest dan sangat ideal untuk dikunjungi bersamaan dengan kunjungan menuju Fisherman’s Bastion. Sayangnya, kami datang terlalu pagi dan gereja belum dibuka. Kami pun kemudian berjalan menuju Fisherman’s Bastion yang kala itu sudah menarik beberapa turis untuk manjadi latar foto mereka.
Pemandangan Budapest dari Fisherman’s Bastion Fisherman’s Bastion
Kesan pertama saya tentang Fisherman’s Bastion adalah “WOW..Stunning.” Saya kagum dengan keindahan pemandangan kota Budapest dari teras batu yang lebih mirip jendela istana ini. Sungai Danube yang terkenal itu terlihat bagaikan sabuk yang memisahkan bagian kota Buda dan Pest di seberang sana. Kapal ferry nampak hilir mudik melalui celah di bawah Chain Bridge. Nun jauh di sana terlihat kubah gereja St Stephen yang gemerlapan disinari mentari pagi. Parliament’s Building yang merupakan mahkota dari keindahan arsitektur bangsa Hungaria tampak anggun menunggu jepretan kamera dari berbagai sudut. Angin pagi yang bertiup semilir juga membuat kami merasa sangat menikmati suasana Fisherman’s Bastion pagi itu. Berjalan dari satu menara ke menara lain, kami mencari sudut-sudut yang tepat untuk mengabadikan keberadaan kami di tempat ini. Patung King Stephen yang terbuat dari perunggu nampak gagah di atas kudanya. Raja pendiri kerajaan Hungaria ini juga tidak luput dari sasaran kamera kami. Kami sangat menikmati kunjungan kami ke Fisherman’s Bastion dan memutuskan untuk kembali lagi nanti malam.
Setelah menikmati pemandangan dari Fisherman’s Bastion, kami kemudian pergi menuju bantaran sungai Danube untuk mengunjungi monumen Shoes on the Danube Bank. Shoes on the Danube Bank adalah monumen berupa sepatu-sepatu besi yang terletak di pinggiran sungai Danube yang dibuat untuk mengenang ribuan korban pendudukan Nazi di Budapest yang ditembak di pinggir sungai ini. Simpatisan partai Arrow Cross yang berafiliasi dengan NAZI Jerman membantai sekitar 3500 penduduk (800 orang diantaranya keturunan Yahudi). Para korban di tembak atau dipaksa lompat ke dalam sungai Budapest yang dingin pada tahun 1944-1945. Monumen melankolis yang menimbulkan perasaan sedih ini berdiri di pinggir sungai bagai menunggu para pemilik sepatu-sepatu tersebut dalam keabadian. Saya pun berdiri diantara sepatu-sepatu ini membayangkan bagaimana kekejaman terhadap sesama manusia tersebut bisa terjadi. Kejamnya suatu paham yangmenyebabkan manusia meninggalkan nilai kemanusiaan dan tega membantai sesama saudaranya sendiri. Haus akan pengakuan dan kekuasaan yang akhirnya berbuah darah dan kehancuran, untungnya paham ini runtuh dan hanya hidup dalam sejarah kelam kemanusiaan.
Usai mengunjungi Shoes on Danube River, kami kemudian berjalan menuju Parliament Building yang terletak tak jauh dari pinggir sungai Danube. Sayangnya gedung pemerintahan Hungaria ini belum dibuka dan kami pun berpuas diri berfoto di sekitarnya. Rasa lapar yang mengusik kemudian membawa kami menumpang metro menuju Deak Ferenc untuk makan siang. Makan siang kami kali ini adalah KFC. Wow, jauh-jauh ke Budapest makannya KFC? I know it sounds absurd. Kami tergoda akan iklan KFC dan malas berjalan lebih jauh karena rasa lapar yang sudah dominan pasca bergaya lepas di Fisherman’s Bastion. Uniknya makan di KFC Budapest berbeda dengan pengalaman makan KFC di Indonesia. Di sini suasananya lebih mirip cafe dari pada restoran fast food seperti di Indonesia. Kami membeli satu paket ayam dengan 3 potong ayam yang kami kira ayam utuh dengan tulang, namun ternyata yang datang adalah 3 filet ayam. Lost in translation I guess atau kami yang gagal fokus. Meskipun cuma 3 potong kami pun kemudian melahap habis ayam racikan Kolonel Sanders ini. Kami butuh energi untuk kunjungan kami selanjutnya, yaitu St Stephen’s Cathedral.