Pemandangan Sungai Danube Dari Chain Bridge, Budapest, Hungary

Menyapa Budapest di Sungai Danube

Terminal bis Kelenfold sore itu menyambut kami dengan awan kelabu dan suasana yang terkesan suram. Budapest, ibukota Hungaria, yang terkenal dengan keindahan suasana sungai Danube menjadi tempat persinggahan kami setelah menempuh perjalanan selama dua setengah jam dengan bis. Kami segera menambil tas dan koper kami dari bagasi bis Regiojet dan mengucapkan selamat tinggal pada pramugari bis yang sudah melayani kami dengan ramah sepanjang perjalanan. Langkah kaki kami pun kemudian membawa kami ke Stasiun Metro Kelenfold yang terintegrasi dengan terminal bis Kelenfold.

Ketika sampai di negara dan kota yang baru, hal pertama yang saya harus pelajari adalah bagaimana sistem transportasi di kota tersebut. Berdasarkan penerawangan melalui Google, saya mendapati sistem transportasi di Budapest cukup bagus dan semua menggunakan tiket yang sama dan dapat dibeli di mesin tiket yang tersedia di tiap Metro. Kita dapat membeli tiket satuan (350 HUF), tiket harian 24 jam (1650 HUF), satu block tiket satuan isi 10 (3000 HUF) dan berbagai variasi tiket lainnya yang bisa dilihat di sini. Tiket ini dapat digunakan untuk nyaris semua kendaraan umum kecuali perahu di sungai Danube, bis dan kereta menuju luar kota. Kami kemudian memilih membeli satu blok tiket isi sepuluh sebagai modal awal kami jalan-jalan di Budapest.

Setelah membeli tiket, kami kemudian menggunakan tiket pertama kami untuk naik metro menuju Apartemen Martina yang terletak tak jauh dari Metro Il Janos Pal papa Ter. Oh iya, jangan lupa untuk memvalidasi tiket yang akan anda gunakan di mesin berwarna kuning yang tersedia di tiap pintu masuk metro atau bis. Jangan sampai lupa, terutama ketika anda naik metro, petugas pemeriksa tiket di Budapest terkenal tegas dan akan memeriksa tiket anda di peron atau bahkan di dalam metro. Jika anda tertangkap tanpa tiket atau menggunakan tiket kadaluarsa, anda akan didenda sebesar 8000 HUF. Mantap bukan?

Metro di Budapest tergolong modern, selain metro M1 yang sudah beroperasi sejak tahun 1896.  Gerbong kereta bersih dan petunjuknya pun jelas. Walaupun ramai, suasana di dalam kereta terkesan aman dan tidak terkesan kumuh seperti di Paris. Setelah kami sampai di stasiun metro tujuan kami, kami pun berjalan kaki menuju apartemen Martina. Apartemen Martina terletak di jalan Rakoczi Ut yang merupakan salah satu jalan utama di Budapest. Apartemen Martina berada di sebuah gedung yang terlihat kuno dari depan. Pintu gerbang yang besar dan dinding dengan batu-batu besar menandakan bangunan ini setidaknya sudah berumur lebih dari 100 tahun. Ketika memasuki bangunan gedung, kami mendapati pemandangan yang serupa seperti di apartemen Benjamin di Paris. Bangunan ini sudah tua dan terkesan suram. Namun ketika kami sampai di apartemen Martina, kami terkejut. Apartemen kami ternyata memiliki konsep Loft. Apartemen Loft memiliki dua lantai dengan lantai dasar sebagai ruang tamu dan lantai dua sebagai tempat tidur. Langit-langit apartemen pun tinggi dan jendela kami menghadap langsung ke jalan Rakoczi Ut. So far, ini adalah apartemen Airbnb paling keren yang pernah kami tinggali.

Setelah beristirahat sejenak, kami kemudian berjalan mencari makanan untuk perut kami yang belum diisi sejak berangkat dari Bratislava. Kami kemudian menumpang metro dari stasiun Blaha Lujza menuju Deak Ferenc. Deak Ferenc merupakan stasiun metro yang terletak dekat Chain Bridge yang terkenal itu. Rencananya kami akan mencari makan di sekitaran Deak Ferenc yang ramai dengan restoran dan ajang ngumpul kaum muda lalu menumpang bis menuju Chain Bridge. Begitu kami keluar dari Metro Deak Ferenc, kami langsung berhadapan dengan banyak restoran yang berkonsep bistro. Karena perut kami sudah lapar, kami pun termakan tagline Burgerporn yang berbunyi ” Best Burger in Budapest”. Di luar ekspektasi kami yang berlebihan, ternyata burger ini rasanya biasa saja dan tidak sesuai dengan taglinenya yang bombastis itu. Namun, bolelah untuk mengganjal perut kami yang belum diisi makanan.

Usai makan, kami pun menumpang bis menuju Chain Bridge.Bersama dengan Parliament Building,  Chain Bridge adalah icon dari kota Budapest. Jembatan yang membentang di atas sungai Danube ini merupakan karya arsitek Skotlandia yang bernama Adam Clark.Jembatan ini menghubungkan dua kota yaitu Buda dan Pest dan sekarang lebih dikenal dengan nama Budapest. Jembatan ini dibangun setelah Count Itsvan Szechenyi mengalami pengalaman buruk menyeberangi Sungai Danube. Dulu sebelum jembatan ini dibangun, penduduk harus menggunakan kapal ferry untuk menyeberang atau berjalan kala sungai Danube membeku di musim dingin. Penduduk sering menyeberang ke sisi kota Buda atau sebaliknya dan terjebak karena sungai mencair dan tidak dapat dilewati. Count Itsvan adalah salah satu orang yang pernah terjebak dalam situasi seperti ini dan kala itu dia harus menghadiri pemakaman ayahnya. Beliau harus menunggu berminggu-minggu sampai bisa menyebrang ke sisi yang lain. Tidak ingin mengalami kejadian serupa, Count Itsvan pun kemudian memerintahkan untuk membangun jembatan permanen yang kelak bernama Szechenyi Lanchid atau lebih dikenal dengan nama Chain Bridge.

Dua singa yang terbuat dari batu berdiri mengawal jembatan ini menyambut kami dan turis-turis lainnya yang juga baru saja tiba. Lambang kekuasaan dan kekuatan penguasa Hungaria kala itu masih tampak gagah dan agung. Jembatan yang kokoh ini memiliki bagian yang dapat dilalui oleh kendaraan dan juga khusus pejalan kaki.Saya dan Nyonya berjalan sambil menikmati pemandangan sungai Danube yang indah. Sebuah kapal ferry melaju melewati jembatan dan terus melawan arus menuju hulu, sementara di sisi kanan sungai terlihat Parliament Building yang megah bermandikan sinar mentari. Gedung MPR-nya Hungaria ini terlihat seperti mahkota raja yang indah dan penuh dengan kharisma. Setelah menikmati pemandangan ini, kami kemudian berjalan ke Deak Ferenc dan mencari makanan lagi. Berhubung perut kami masih lapar, kami pun kembali mencari tempat makan yang layak. Kami menemukan tempat itu di Karavan Street Food yang sekarang menjadi tempat yang happening bagi kaum muda.

Karavan Street Food sebenarnya adalah kumpulan food truck di sebuah tanah lapang yang kemudian berfungsi sebagai food court. Di Karavan, kami menemukan banyak makanan dengan konsep yang menarik seperti burger, langos, spaghetti dan tentu saja Goulash ala Hungaria. Kami memutuskan pilihan kami pada Langos. Langos adalah adonan tepung yang digoreng kemudian diberi sour cream dan keju di atasnya. Rasanya lumayan. Mirip cakwe namun lebih gurih. Setelah mencoba Langos, kami pun merasa kenyang dan memutuskan untuk berjalan pulang. Demikianlah perkenalan kami dengan Budapest, ibukota Hungaria yang sungguh membuat kami betah.

Langos

Leave a Reply