Ipoh : Nginep di Container Hotel dan Makan Tauge Ayam

Saat langkah kami beranjak dari stasiun kereta api Ipoh, kami langsung jatuh hati dengan kota bekas koloni Inggris ini. Bagaimana tidak, hamparan taman dengan bangunan peninggalan Inggris yang elegan menyambut kami di depan lengkap dengan menara jam yang indah. We are going to enjoy so much. Berjalan tak jauh dari stasiun kereta api, kami pun sampai di penginapan kami yang bernama Container Hotel Ipoh. Hotel ini menawarkan konsep hotel kapsul namun dengan kenyamanan sekelas hotel. Bayangkan hotel kapsul dengan plosotan (bahasa inggerisnya Slide) dan dekor ala bunker yang membuat pengunjung yang menginap seolah tinggal di markas militer. Uniknya lagi hotel ini menyediakan tempat tidur double untuk pasangan walaupun konsepnya masih kapsul. Matrasnya empuk dan terdapat loker di bawah tempat tidur kami. Cukup nyaman dan lokasinya yang tepat di kota tua Ipoh membuat hotel ini ideal menjadi base kami. Pokoknya enak deh nginep di sini.

 

 

 

Saat kami sampai di Ipoh, jam sudah menunjukkan pukul 5 sore. Langit mendung mengundang sedikit gerimis pun tiba namun tidak menyurutkan niat kami untuk mengeksplorasi kota yang masih asing bagi kami ini. Bermodal perut lapar dan rasa penasaran kami pun kemudian berjalan keluar dari Container hotel. Ternyata hotel kami terletak tepat di sebelah Concubine Lane atau Lorong Istri Simpanan. Konon Concubine Lane dulunya merupakan tempat para tokek Ipoh menyembunyikan istri simpanan mereka, familiar? Tentu saja, jika Penang punya Love Lane, Ipoh punya Concubine Lane. Sekarang kedua jalan yang dulu memiliki nama yang berkonotasi buruk telah berubah menjadi jalan destinasi turis. Banyak toko dan restoran khas Malaysia yang bertebaran di kiri dan kanan jalan kecil ini. Ah nanti saya bahas lagi khusu tentang jalan ini. Anyway, kota tua Ipoh ternyata sangat laid back alias sepi. Jam 5 sore banyak toko sudah tutup dan Concubine Lane pun sudah sepi dari turis. Kami pun berjalan di kota yang seperti berada di setting film Walking Dead minus zombie tentunya.

Kebingungan dan kelaparan, kami pun akhirnya menghampiri satu-satunya restoran yang masih buka di ujung Concubine Lane, Restoran Tauge Ayam Lou Wong. Sesuai namanya,jualan utama di restoran ini adalah tauge ayam khas Ipoh. Makanan ini diperkenalkan oleh imigran Tionghoa dari suku Hakka yang banyak bekerja di Ipoh di zaman kolonial sebagai penambang. Sedari kecil saya sudah biasa makan tumis tauge khas Hakka bikinan mama, bedanya tauge di Ipoh ini ukurannya gede-gede dan ada potongan ayam rebus di atasnya. Kami pun memesan seporsi tauge ayam dan dua mangkuk nasi hainam. Seorang pelayan kemudian menghampiri kami dan mencatat pesanan kami. Telinga saya yang peka dengan aksen kemudian langsung mengenali kalau pelayan ini adalah saudari sebangsa kami. Ibu Wati yang berasal dari Bali ini  telah bekerja di sini selama setahun sebagai TKI di Ipoh. Kami pun sempat ngobrol mengenai Ipoh dan hidup di Malaysia. Walaupun pekerjaan di restoran cukup berat, Ibu Wati tetap menikmati pekerjaannya dan hidup di Malaysia. Oh iya, tauge ayamnya enak banget. Rasa kecap wijen yang gurih menambah kelezatan tauge yang juicy. Si Nyonya pun bilang tidak pernah melihat tauge jumbo seperti itu di Jakarta. Ayamnya juga enak, bikin makan nasi hainam dan tauge serasa makan menu mahal di restoran ternama.

Usai menikmati tauge ayam Lou Wong, kami pun bingung hendak kemana lagi karena sepertinya semua toko tutup dan tidak ada tanda-tanda kehidupan di old town. Kami pun kemudian berjalan kembali ke hotel dan memilih beristirahat sambil menunggu esok tiba.

Leave a Reply