Jalan-Jalan Pagi di Georgetown, Penang

Pagi pun menyambut kami di Penang. Jam masih menunjukkan pukul 7 pagi, namun mentari sudah bersinar dengan cerahnya dan mengingatkan kami untuk segera bangun dan bersiap. Bersiap untuk mencari sarapan dan sarapan di Georgetown bagi kami adalah menikmati dimsum di salah satu restoran dimsum favorit kami yaitu Tai Tong atau Leung Kee Restaurant yang terletak tak jauh dari hotel kami. Pagi ini jalan-jalan di Georgetown terlihat sepi dan belum banyak aktivitas penduduk seperti biasanya. Tampaknya hari Natal banyak digunakan penduduk lokal untuk berlibur dan sebagai gantinya banyak turis mancanegara yang kemudian menikmati Penang.

 

 

Untungnya Restoran Leung Kee masih buka. Kami pun kemudian segera mengambil beberapa dimsum dan bakpao untuk kami hajar pagi itu. Segera bakpao telur asin, onde-onde, siomay pun tersaji di depan kami bersama sepoci teh kuanyin. Sayangnya, karena kami cuma berdua, suasana makan dimsum yang seru pun berasa kurang heboh. Makan dimsum itu enaknya makan rame-rame karena kita bisa memilih banyak variasi dimsum dan bisa icip-icip tanpa merasa bersalah menyisakan makanan. Walaupun demikian, tetap sarapan kami berdua tidaklah lengkap tanpa makan dimsum di Penang.

Setelah perut kenyang dengan dimsum dan perasaan bersalah karena makan terlalu sedikit, kami pun menikmati jalan-jalan pagi di Georgetown. Kawasan kota tua Georgetown tidaklah luas dan kita bisa berkeliling di kota ini dengan mudah. Namun jangan anggap remeh ukuran kota ini, setiap sisi dari Georgetown memiliki hal yang menarik untuk dinikmati. Bangunan tua dengan cat mengelupas dan jendela kayu lapuk di sisi bangunan hotel bergaya Eurasia adalah pemandangan unik yang bisa kita nikmati di Georgetown. Lukisan mural di tembok bangunan tua yang menggambarkan kehidupan penduduk lokal menjadi pusat perhatian para turis yang tiada hentinya berfoto dengannya.  Para penjual street food dan kerumunan pengunjung yang mengantri membuat kami merasa selalu ingin makan kala di Penang. Lebuh Chulia dengan restoran-restoran baru yang bermunculan tiap tahun membuat saya sulit membayangkan jalan yang identik dengan kawasan backpacker ini.

Langkah kami pun kemudian membawa kami ke Love Lane. Jalan yang dulunya merupakan tempat para toke2 kaya menyembunyikan wanita simpanannya ini sekarang terlihat berbeda. Beberapa hostel yang pernah saya tinggali dulu sekarang sudah tiada. Reggae Mansion yang dulunya jadi ajang kumpul para backpacker bule buat ngebir n chill pun sudah tutup. Old Penang Hostel masih  berdiri dan melayani para turis yang datang menginap. Hostel pertama yang pernah saya tinggali di Penang ini merupakan salah satu hostel favorit saya. Semoga hostel ini tetap berdiri dan menunggu saya yang akan kembali lagi suatu saat ke sini. Di ujung jalan Love Lane kami mendapati sebuah hotel baru yang bernama You Le Yuen Bed & Breakfast. Uniknya hotel ini merupakan rumah tua yang masih mempertahankan tradisi dan arsitekturnya sehingga kita berasa seperti memasuki rumah penduduk lokal Penang di jaman dahulu. Berbagai ornamen khas Tionghoa dan suasana yang nyaman membuat saya tertarik untuk berfoto dan mungkin suatu saat nanti nginap juga disini. Penang memang selalu memberi alasan saya untuk kembali.

Setelah menclok sebentar di You Le Yuen, kami pun terus berjalan sampai St George’s Church. Gereja yang didirikan oleh Sir Francis Light ini selalu terlihat indah dengan warna putih pualamnya. Kami pun kemudian tidak bisa menahan diri untuk berfoto di gereja ini. Saat kami berkunjung, gereja ini sedang mengadakan kebaktian Natal sehingga kami tidak bisa masuk untuk berkunjung. Beberapa tahun lalu, saya pernah mengikuti kebaktian Natal di gereja ini. Gereja Anglikan ini terbuka bagi siapa saja yang ingin mengikuti ibadah. Namun karena waktu kami yang terbatas, kami pun memutuskan untuk tidak mengikuti kebaktian Natal pagi itu.

Kami pun berlalu dari St George’s Church dan kemudian sampai di kawasan Little India. Karena tiba saatnya untuk makan siang, kami pun kemudian mampir di Restoran Sri Ananda Bahwan untuk menikmati banana leaf rice atau nasi daun pisang. Sri Ananda Bahwan memang terkenal akan sajian makanan India yang lezat, namun yang mesti anda coba adalah banana leaf rice. Setelah anda selesai memesan, pelayan akan datang membawa beberapa wadah logam berisi nasi dan bermacam bumbu. Pelayan akan menaruh daun pisang dan kemudian menaruh nasi sebanyak yang anda mau dilanjutkan dengan beberapa condiments seperti acar, sayuran, kerupuk papadum, dan sup lentil. Melihat pelayan menyajikan saja sudah membuat ngiler. Segera saya pun menikmati hidangan yang tersaji plus ayam goreng jumbo khas India yang lezat. Segelas mango lassi pun kemudian membilas kerongkongan setelah suapan nasi terakhir saya nikmati. Ah Sri Ananda Bahwan memang tidak pernah mengecewakan. Oh iya, ada dua restoran Sri Ananda Bahwan di Georgetown. Salah satunya adalah restoran vegetarian sehingga tidak menyediakan daging apapun. Jangan salah pilih ya, jangan seperti teman saya yang ngomel-ngomel karena masuk ke restoran vegetarian padahal dia ga doyan sayur.

Mengakhiri jalan-jalan kami di Penang, kami pun berjalan menuju Lebuh Armenian yang kala itu ramai dengan turis mancanegara. Ada yang berbelanja, ada yang berselfie ria dengan mural dan ada juga yang menikmati jalan-jalan dengan becak.Semua menikmati kehangatan Georgetown yang selalu ngangenin ini. Kami pun tersenyum mengingat sudah keempat kalinya kami bersama di Penang dan kami masih menikmati kota ini. Sungguh Penang tetap terkenang.

3 Comments

      • setujuuu, selalu pengen ke sini lagi tp istri yang ga mau…..bosen katanya hahahaha. buat saya penang tidak terlupakan dan saya tidak mengerti kenapa…………. tapi kota ini (George Town) selalu mendatangkan rasa senang , semangat, saat berkunjung ke sana…………. apalagi bisa menjelajahinya dengan berjalan kaki maupun naik sepeda sambil menikmati indahnya warisan gedung2 tua yang terlepihara dengan baik plus kulinernya 🙂

Leave a Reply