Pintal Tali, Ais Kacang dan Natalan di Penang

Penang adalah tujuan wisata populer di Malaysia yang kerap identik dengan makanan enak, wisata medis dan juga wisata budaya peranakan. Saya sendiri sudah mengunjungi Penang sebanyak belasan kali dan sampai sekarang saya belom bosan dengan tempat ini. Sesampainya di Rope Walk Guest House, kami beristirahat sebentar menunggu sore tiba. Suhu udara yang panas di Penang membuat kami lebih kepengen ngadem di kamar daripada berjalan tanpa tujuan di Georgetown. Oiya, Georgetown adalah ibukota dari Penang dan umumnya banyak turis dan penduduk lokal menyebut Georgetown sebagai Penang, padahal Penang mencakup satu pulau dan bukan hanya Georgetown.

Ketika mentari mulai menuruni tahtanya, kami pun kemudian berjalan keluar dari hotel kami untuk mencari makan. Maklum setibanya dari Hatyai, kami belom makan apa-apa selain biskuit gratisan dari hotel. Kelaparan di Penang itu ibarat curut kelaperan di lumbung padi. Disambut dengan teriknya sinar matahari Penang, kami pun kemudian berjalan menuju medan selera (food court) terdekat. Tanpa menunggu lama, seporsi wantan mee dan Curry mee pun tersaji dan lenyap tanpa jejak, difoto pun tidak. Kami tidak bisa menahan diri ketika berada di Penang. Tujuan kami di Penang 2 hari satu malam hanyalah satu : MAKAN!

Setelah menikmati opening food salvo barusan, kami pun berjalan menuju Penang Road Famous Chendul di Jalan Penang untuk mencicipi makanan kesukaan si Nyonya di Penang yaitu Ais Kacang. Es campur dengan berbagai topping seperti kacang merah, grassjelly, kacang tanah, disiram dengan saus sarsaparila membuat kami seperti mendarat di oasis setelah berjalan di teriknya mentari sore. Tentu saja menikmati ais kacang tidaklah lengkap jika tidak digabung dengan semangkuk laksa Penang yang asem-asem seger. Oh iya, jika anda ingin mendapatkan tempat duduk dan enggan baris mengantri untuk menikmati es cendul, anda bisa mampir dan duduk di dalam restoran yang menjual laksa Penang dan Rojak. Pesan saja semangkuk laksa dan ais kacang lewat pelayan yang sering bolak-balik menerima pesanan. Gak usah ngantri dan bisa ngadem sambil duduk di dalam restoran.

Setelah menikmati ais kacang dan laksa Penang, kami kemudian berjalan-jalan menikmati suasana sore Penang. Berjalan di antara bangunan tua di Georgetown sungguh membangkitkan kenangan akan kota yang merupakan kota di Malaysia yang paling saya suka. Bangunan tua yang sekarang berfungsi sebagai kafe atau hotel membuat saya selalu takjub akan kegigihan para pendatang di kota kecil ini. Para pedagang Tionghoa membangun rumah toko dengan arsitektur Tiongkok yang unik. Konon Pemerintah kolonial Inggris memberlakukan peraturan bagi para penduduk untuk menyediakan ruang 5 kaki di depan rumahnya untuk pejalan kaki. Tidak heran jika anda berjalan di depan bangunan tua di Penang, anda akan merasa berjalan di jalan yang sempit. Walaupun demikian, Georgetown adalah kota yang cukup nyaman untuk berjalan kaki (kalau tidak panas tentunya). Banyak jalur pejalan kaki dibangun untuk mengakomodir pejalan kaki dan kendaraan pun tidak seramai di Kuala Lumpur.

Setelah puas berjalan-jalan kami pun kembali ke hotel untuk bersiap menuju Church of Our Lady of Sorrow untuk merayakan Misa Malam Natal. Bukan kebetulan, ini adalah kedua kalinya saya berada di Georgetown dalam suasana Natal. Jika pada tahun 2013, saya mengikuti kebaktian natal di St George’s Church, kali ini saya mengikuti misa malam Natal di Church of Our Lady of Sorrow yang terletak di Jalan Macallister. Gereja yang ramai dikunjungi oleh penduduk lokal dan turis yang ingin beribadah. Gereja ini pun mudah dijangkau dari kawasan kota tua Georgetown, jalan kaki dari Komtar hanya sekitar 10 menit saja.

Usai mengikuti Misa, kami pun kembali ke Rope Walk Guest House untuk beristirahat. Cukup hari ini kami berjalan-jalan di Penang dan esok hari kami akan melanjutkan misi makan-makan kami sebelum berpindah lagi menuju Ipoh, kotanya white town coffee.

 

2 Comments

Leave a Reply