Jalan-Jalan Sebentar di Railey Beach, Krabi

Salah satu tujuan utama ketika mengunjungi Krabi adalah menikmati wisata pantai di Railey Beach dan pantai-pantai sekitarnya. Krabi Town dan pasar malamnya hanyalah side show dibanding dengan Railey Beach. Pantai dengan pasir putih yang bersih dan bukit karst yang menjulang membuat para pecinta pantai bergerombol mengunjungi pantai yang tadinya tidak dilirik oleh dunia pariwisata Thailand. Sekarang banyak villa dan hotel mulai berdiri di sekitaran pantai Railey bagai jamur setelah hujan. Jalan-jalan di pulau ini pun berganti dari daerah hutan menjadi kompleks hotel dan vila. Kendati demikian, Railey tetap menjadi tempat yang layak dikunjungi oleh wisatawan dan anda akan tahu kenapa.

20171223_075147
Jalan yang sepi dan pemandangan indah Krabi

Setelah sarapan singkat di The Guest Hotel, kami pun kemudian menunggangi motor sewaan kami menuju Ao Nang Beach. Langit yang mendung dengan sedikit terpaan hawa dingin membuat saya merasa ngantuk ketika berkendara di jalan yang sepi. Motoran di Krabi memang sangat menyenangkan.Jalan yang sepi, rendah polusi dan pemandangan indah selalu menemani. Jarak 16 kilometer dapat ditempuh kurang dari setengah jam saja. Sesampainya di Ao Nang, kami langsung parkir motor di pinggir jalan dan enaknya di Krabi, ga bakalan ada tukang parkir yang muncul dadakan ala ninja untuk menagih uang parkir. Parkir motor di Krabi gratis.

Setelah membeli tiket longboat di loket Ao Nang, kami kemudian diarahkan ke pantai untuk menunggu kuota penumpang. Agaknya longboat baru akan berangkat jika jumlah penumpang sudah mencapai 8 orang. Tidak perlu menunggu lama, serombongan turis Tiongkok sudah bergabung dengan kami dan long boat kami pun segera berangkat menuju Railey Beach.

Pemandangan perairan hijau yang tenang dengan bukit karst yang ditumbuhi pepohonan yang jarang menemani perjalanan kami menuju Railey Beach. Langit yang mendung tidak mengurangi semangat kami untuk menikmati setengah hari di Railey Beach. Nanti siang kami akan berangkat menuju Hat Yai, tujuan terakhir kami di Thailand. Thailand, The land of beautiful smile, selalu menarik dikunjungi di setiap jengkal wilayahnya.

Sesampainya di Railey Beach, pantai pasir putih terbentang dihadapan kami. Beberapa longboat terlihat berlabuh di tepi pantai membentuk suatu panorama yang indah. Suasana yang agak berbeda dibanding kunjungan saya beberapa tahun silam dimana banyak turis asing terlihat berjemur menikmati hangatnya sinar sang mentari. Mungkin cuaca mendung dan jam yang masih menunjukkan pukul 9 pagi membuat para pemuja matahari bersembunyi di balik peraduannya. Kami pun kemudian berjalan menjauhi pantai masuk ke dalam jalan hutan yang belum terjamah oleh bangunan hotel dan vila. Kesejukan dan keasrian hutan ditemani suara monyet yang bersahutan membuat kami seolah berada jauh di dalam hutan tropis. Langkah kami pun kemudian terhenti ketika melihat sekelompok orang melakukan aktivitas panjat tebing. Seru kali ya, nyobain panjat tebing disini. Namun niat saya untuk menjajal panjat tebing mesti kandas mengingat kondisi fisik saya yang kurang cocok untuk panjat tebing. Udah tuaaa hahaha.

Setelah puas menjelajah hutan dan menghindari masuk ke dalam gua yang biasa-biasa saja, kami pun kembali menuju Railey Beach dan mengunjungi kuil paling unik yang pernah saya lihat. Kuil Penis. Yak, benar, saya ga becanda. Kuil Penis. Di berbagai kebudayaan kuno, memang alat kemaluan lelaki ini dianggap sebagai simbol kesuburan. Namun kuil dengan berbagai patung dan ukiran penis ini membuat saya terheran-heran. Kenapa kuil ini dibangun di tepi pantai Railey? Bermodal Google, saya pun mendapatkan pencerahan mengenai kuil ini. Ternyata kuil ini dibangun untuk menenangkan arwah seorang gadis yang meninggal tenggelam di tempat ini. Kuil ini dipercaya dapat menenangkan arwah sang gadis dan membawa keseimbangan alam di sekitar Railey. Legenda yang menarik walau kebanyakan turis yang mampir hanya sibuk tersenyum geli dan berselfie dengan kuil ini.

Tak jauh dari kuil tersebut, terletak sebuah bukit karang yang mengarah ke sebuah laguna. Kami pun menyusuri pantai yang sudah terendam air laut yang sedang pasang. Seru juga berjalan diatas pasir halus sambil jingkrak-jingkrak menghindari air yang makin tinggi. Mengikuti jejak para turis lain kami pun kemudian sampai di dalam bukit yang mirip gua dengan langit-langit terbuka. Sinar mentari menyeruak masuk menyinari bagian dalam bukit dan bersama turis-turis lain, kami pun mulai mendaki jalan setapak yg licin  dan penuh dengan bebatuan. Tempat ini merupakan spot yang bagus untuk memuaskan nafsu berfoto/ bukit kecil dengan pemandangan ke Railey Beach dan ranting pohon yang tergantung membuat imajinasi saya mengambang. Seperti gua bajak laut nih, seru saya ke si Nyonya yang sibuk mengambil foto pemandangan sekitar. Tanpa terasa sejam pun berlalu dan kami kemudian memutuskan untuk kembali ke Ao Nang.

Setelah menemukan sebuah perahu tujuan Ao Nang, kru kapal meminta kami menunggu sampai kuota 8 orang tercapai. Setelah duduk menatap laut selama setengah jam, kami pun mulai gelisah dan kemudian meninggalkan boat tersebut dan mencari boat di belahan pantai lain. Untungnya kami menemukan beberapa perahu yang sedang menunggu penumpang. Lagi-lagi perahu-perahu ini hanya akan berangkat jika penumpang sudah memenuhi kuota. Saat itu pukul 11 siang dan menurut tukang perahu, kebanyakan penumpang baru kembali ke Ao Nang di sore hari dan jarang yang berangkat jam 11 siang seperti kami. Setelah menunggu selama setengah jam dan tiada penumpang yang datang untuk bergabung, tukang perahu pun menawarkan untuk mengantarkan kami dengan harga 500 baht. Berkat skill tawar menawar si Nyonya, akhirnya dengan sedikit cemberut kami pun setuju dengan harga 400 baht. Harga yang cukup mahal mengingat perjalanan dari Railey ke Aonang hanya sekitar 15 menit saja. Tapi apa boleh buat, kami harus mengejar bis menuju Hat Yai yang akan berangkat pukul 2 sore.

Setelah sampai di Ao Nang, kami pun kemudian berangkat menuju Hostel untuk mengembalikan motor dan mengambil tas kami. Segera, kami menumpang tuk-tuk putih menuju terminal bus Krabi. Demikianlah akhir petualangan kami di Krabi, dan sekarang kami sudah duduk dalam bis kami menuju Hat Yai, kota Thailand selatan yang selalu tidak berjodoh dengan saya.

 

Leave a Reply