A Ride in Phuket : Where to Go and What to Do in Phuket on a Motorbike

Bangun pagi di tempat yang baru adalah pengalaman yang selalu menyenangkan. Seperti tempat-tempat yang pernah saya kunjungi sebelumnya, saya selalu menyempatkan diri untuk bangun pagi dan mencari sarapan. Di daerah Patong, sebenarnya banyak restoran atau cafe yang menyajikan sarapan pagi, namun saya lebih suka mencari sesuatu yang otentik ketimbang kopi dan McMuffin dari McDonald’s di Thailand. Langkah kaki saya pun kemudian membawaku sampai di Banzaan Fresh Market yang terletak di belakang Jungceylon Mal.Pasar rakyat ini banyak dikunjungi oleh penduduk lokal untuk berbelanja dan juga sarapan pagi. Kios yang menjual buah-buahan segar, sayuran, sampai ikan hidup pun tersedia di pasar yang bersih ini. Saya pun kemudian menikmati secangkir kopi susu dan beberapa kue di sebuah kios makanan ringan berbaur dengan penduduk lokal. Lumayan secangkir kopi dan dua kue hanya 40baht saja. Saya pun membeli nasi goreng bungkusan untuk si Nyonya yang masih tertidur lelap.

Setelah menikmati sarapan sederhana di kamar, kami pun kemudian berjalan mencari rental motor. Jam menunjukkan pukul 9 pagi namun suasana Patong masih sepi dan belum banyak toko yang buka. Kami pun berjalan sebentar ke pantai Patong untuk menikmati suasana pagi yang segar. Pantai Patong mengingatkan saya pada Pantai Kuta 20 tahun yang lalu ketika pasirnya masih bersih dan banyak turis asing berjemur dengan bebas. Birunya air laut dengan perbukitan hijau di kiri dan kanan pantai memang membuat pengunjung betah berleyeh-leyeh di sini. Nun jauh di sana terlihat sebuah kapal pesiar berlabuh dan dugaan saya ini adalah kapal pesiar yang pernah ditumpangi papa saya dulu. Phuket layaknya Penang dan Singapura adalah tujuan wisata yang biasa dikunjungi oleh kapal pesiar.

Setelah puas bersantai di pantai Patong, kami pun berjalan kembali mencari rental sepeda motor yang sudah buka. Akhirnya setelah berjalan selama 20 menit, kami menemukan sebuah bar yang juga menyewakan motor di jalan Soi Kep Sap. Seperti biasa, saya harus menitipkan paspor ketika menyewa motor di Thailand. Pemilik bar yang sepertinya bule asal Australia ini meminta bayaran 250 baht untuk masa sewa 24 jam. Walaupun kami hanya menyewa selama 12 jam saja, kami tidak bisa mendapatkan potongan harga. Yah apa boleh buat, kami terima saja daripada garing gada kerjaan di Patong. Setelah menyelesaikan proses administrasi dan mengecek kondisi motor, sebuah motor matic pun siap kami gunakan untuk berpetualang hari ini.

Tujuan pertama kami adalah Karon View Point yang terletak sekitar 40 menit dari Patong. Karon View Point adalah nama tempat di bukit atas pantai Karon yang menawarkan pemandangan indah pantai Karon dan Patong dari ketinggian. Kami pun langsung tancap gas menuju tempat ini. Jalan-jalan di Phuket sangat baik kondisinya. Beraspal dan banyak rambu penunjuk arah yang ditulis dengan aksara Thai dan juga Latin sehingga sangat membantu turis asing yang pergi secara mandiri. Kami menikmati jalan yang naik turun serta berkelok-kelok untuk mencapai Karon View Point. Karon View Point adalah tempat yang ideal untuk sekedar duduk santai dan menikmati pemandangan dari ketinggian. Dengan pohon-pohon yang rindang dan suasana yang tenang, turis-turis dapat menikmati waktu mereka dengan berfoto atau ngobrol beristirahat sebelum melanjutkan perjalanan. Itulah yang kami lakukan. Duduk sebentar dan menikmati pemandangan pantai sebelum kami lanjut menuju Big Buddha.

Salah satu hal yang paling mengasikkan dari naik motor ketika wisata adalah kami bisa pergi kemana pun kami mau dan kapan pun tanpa bergantung pada kendaraan umum yang kadang datang ngaret. Bermodal motor sewaan kami turun naik jalan pegunungan dari Karon sampai Big Buddha. Jarak antara Karon View Point dan Big Buddha hanya sekitar sejam dengan motor. Namun tenang saja, jalannya halus dan sangat nyaman untuk mengendara disini (berdasarkan pengalaman seorang pengendara motor asal Jakarta).

Sesampainya di Big Buddha, kami kemudian berjalan menuju gerbang masuk pelataran yang dijaga oleh beberapa petugas yang menawarkan kain untuk para turis yang berpakaian kurang pantas. Big Buddha selain menjadi tempat wisata, juga merupakan tempat ibadah sehingga kita harus memakai pakaian yang sopan jika ingin mengunjungi tempat ini. Patung Big Buddha terlihat megah dengan warna putih marmer yang berkilauan di bawah matahari siang. Langit yang biru membuat patung ini terlihat kontras dan agung. Kami berjalan menaiki tangga menuju patung Big Buddha yang tampak seperti menunggu para pengunjung yang datang menghadap. Ketika sampai di pelataran tempat patung berada, kami dapat mendengar suara bel dan lantunan doa umat Buddha yang membuat suasana menjadi damai. Di samping Big Buddha terdapat juga patung Buddha dari perunggu yang berukuran lebih kecil. Di tempat ini, pengunjung bisa memberikan sumbangan yang kemudian ditukar dengan kepingan marmer bertulisan doa atau harapan sang pengunjung. Marmer ini kemudian akan diletakkan di bagian dalam Big Buddha.

Selain patung Big Buddha, kita juga bisa menikmati pemandangan indah Patong, Kata, Karon dan Phuket Town dari pelataran patung. Pantai putih bersih ditepi lautan yang biru serta pepohonan yang rimbun terlihat seperti taman yang membatasi bangunan-bangunan hotel di kawasan Patong dan sekitarnya. Imbas turisme memang telah mengubah desa kecil yang dulunya tidak dikenal ini menjadi pusat wisata internasional.

Usai mengunjungi Big Buddha, kami pun berangkat menuju tujuan kami selanjutnya yaitu Wat Chalong. Namun karena kami sudah lapar, kami pun menepi ke sebuah warung di jalan menuju Wat Chalong. Malangnya, kami tidak menyadari kalau warung ini ternyata adalah “tourist trap”. Menu yang ditawarkan semua dalam bahasa Inggris dan harganya tergolong mahal untuk kualitas makanan yang disajikan.Untuk sepiring padthai, sup tomyam, sebotol cola dan jus mangga (yang ternyata cuma es serut dikasi essence mangga) kami harus membayar 270 baht. Rasanya sangat standar dan mengecewakan sehingga kami pun segera beranjak dari warung tersebut. Lesson to learn : Hindari restoran bertulisan bahasa Inggris ketika di Thailand.

Sekitar 10 menit mengendarai motor dari warung tourist trap tadi, kami pun sampai di Wat Chalong. Wat Chalong adalah nama kuil Buddha terbesar di Phuket yang didirikan pada abad ke 19. Kuil ini dikelilingi oleh beberapa kuil kecil dan sebuah Chedi atau stupa yang tingginya 60 meter. Chedi ini terdiri dari tiga tingkat dan pada tingkat teratas kita bisa melihat serpihan tulang Sang Buddha yang disimpan disini. Selain mengagumi keindahan arsitektur bangunan kuil, kita juga bisa menikmati pemandangan sekitar kuil dari chedi.

Setelah mengunjungi Wat Chalong, kami pun mengunjungi destinasi kami yang terakhir yaitu Thalang Road di Phuket Town. Motor kami melaju melewati pertokoan dan perumahan yang padat di kawasan Phuket Town, berpapasan dengan Song Theaw biru dan pink yang mirip sekali dengan bemo berukuran besar. Ketika GPS menunjukkan kami telah sampai di Thalang Road, kami agak terkejut dengan suasana jalan yang mirip dengan Penang? Bangunan Sino Portugis bertingkat dua dengan facade yang dihiasi jendela warna-warni terdapat di sepanjang jalan. Belum lagi beberapa tembok dihiasi dengan mural yang indah sehingga membuat kami merasa lagi jalan-jalan di Penang. Inikah namanya Phuket rasa Penang?

Karena kurang puas dengan makan di warung deket Big Buddha, kami pun kali ini lebih berhati-hati dalam memilih makanan. Kami kemudian mencari info lewat mbah Google dan kemudian menemukan nama “Kopitiam By Wilai”. Kopitiam di Phuket adalah hal yang unik bagi kami (atau turis lainnya) apalagi kalau menerima rating yang cukup bagus. Kami kemudian berjalan mencari Kopitiam tersebut yang ternyata hanya 1 menit berjalan dari tempat kami parkir. Kopitiam By Wilai menempati bangunan tua ala pendatang Tionghoa perantauan yang tinggal di sini sejak dulu. Arsitektur Tiongkok terlihat dari papan nama, lentera dan kursi serta meja kayu yang menghiasi kopitiam sederhana ini. Teman kami bersantai sore ini disini adalah sepiring Padthai, kopi es, bakpao dan kopi dengan kundur. Yep, kopi dengan buah kundur yang rasanya agak aneh dilidah namun cukup mewakili rasa manis di kopi hitam yang pekat. Kopitiam ini juga merupakan tempat yang instagrammable. Kita bisa berfoto dengan latar Tiongkok kuno sambil ngopi, keren kan?

Melanjutkan jalan-jalan kami di Thalang Road, kami kemudian melewati pertokoan-pertokoan di sekitar yang mulai tutup. Sepertinya hari ini tidak begitu ramai seperti di akhir pekan. Setiap hari Minggu, Thalang Road akan ditutup untuk kendaraan bermotor karena di sepanjang jalan ini akan berlangsung Sunday Walking Market. Nah saat itu banyak pedagang yang akan berjualan makanan dan barang-barang khas Thailand memenuhi Thalang Road. Sayang, kami datang di hari Rabu. Selain Kopi Tiam By Wilai, ada juga coffee shop lain yang menarik untuk dikunjungi di Thalang Road. Namanya adalah The Old Phuket Station. Coffee shop ini terletak di perempatan Thalang Road dan sangat mudah dikenali karena bangunannya unik. Bangunan tua dengan sepeda yang digantung di facade bangunan serta banyak  barang antik di dalam coffee shop ini. Sungguh unik namun saya sudah minum kopi dan terpaksa puas dengan memotret saja.

20171220_183718

Setelah mengunjungi Thalang Road, berakhir pula petualangan kami naik motor di Phuket. Motor kami pacu menuju Patong sambil menikmati keindahan langit senja yang kemudian berganti malam diterangi lampu-lampu neon bar dan restoran. Jika anda ingin menikmati Phuket dengan cara yang asyik dan keren, sewalah motor. You’ll love it.

Buat yang pengen lihat video motoran di Phuket dan tempat-tempat yang kami kunjungi, silahkan kunjungi laman youtube kami, please like and share yaa

 

5 Comments

  1. Hai Mas, saya Dewi.
    Boleh nanya kemarin selain paspor yang ditinggal saat sewa motor, apalagi ya syaratnya?
    Apa harus ada SIM international atau boleh SIM Indonesia?
    Mohon infonya mas..

Leave a Reply