Hidden Gem in Georgia : Cafe Le Toit

Berada di bawah naungan sinar mentari Tbilisi yang ganas membuat keringat saya mengucur deras dan rasa haus pun segera mendera. Memang asyik berjalan-jalan di Tbilisi namun panasnya sinar mentari musim panas sungguh bikin kepala ikutan panas dan kepengen duduk di tempat yang sejuk untuk nyantai bentaran. Setelah berjalan melewati beberapa cafe di kawasan Old Town, langkah saya terhenti di hadapan sebuah bangunan tua berwarna biru tak jauh dari Apartemen Lasha.

 

Bangunan biru bertingkat tiga dengan cat terkelupas dan beberapa bagian tembok terlihat bopak-bopak ini tampak seperti bangunan peninggalan jaman bahela yang tidak dirawat pemiliknya. “Cafe Le Toit” terpampang di pelang biru di lantai tiga bangunan ini. Dua papan hitam bertuliskan harga makanan dan minuman lengkap dengan harganya terletak di depan pintu bangunan sebagai pemancing pengunjung. Hmm..terlihat cukup aneh dan unik. Insting saya yang suka dengan hal-hal yang unik dan kuno kemudian membawa langkah kaki saya memasuki pintu bangunan yang sudah bobrok ini.

Saya berhadapan dengan tangga dengan karpet beludru dan tembok dengan wallpaper bercorak bunga di atas latar putih. Sekilas saya merasa berjalan kembali ke masa lalu dimana Kekaisaran Rusia pernah menguasai daerah ini. Interior bangunan yang mewah namun suram memberikan kesan misterius dan terus membuat saya kagum sekaligus penasaran. Lampu tembok khas Eropa menerangi ruangan tangga yang kelam dan tumpukan koper di sisi tangga menambah kesan misterius. Why put these suitcases here?  Tumpukan koper ini terkesan seperti ditinggalkan oleh pemiliknya yang melarikan diri atau tidak berhasil dalam upayanya.

IMG20170704173809
into the cafe

Langkah demi langkah saya membawa saya sampai di lantai tiga dimana sebuah pintu klasik berdiri diantara saya dan Cafe Le Toit. Pelan-pelan saya melirik ke dalam ruangan melalui kaca pintu. Ruangan Sepertinya tidak ada orang. Saya pun kemudian membuka pintu dan mendapati beberapa Babushka (perempuan paruh baya) sedang bermain kartu. Mereka semua langsung menatap saya dengan tajam seolah saya mengganggu permainan mereka. Sempat merasa awkward, saya pun kemudian bertanya,”Is it open?”. Salah satu dari mereka berdiri dan dengan tanpa ekspresi kemudian memberikan saya menu.

Ruangan cafe yang suram dengan nuansa Rusia dengan pencahayaan ruangan yang minimal menjadi tempat hangout saya hari ini. Memilih duduk di sebuah sofa yang terkesan berasal dari abad ke 18. Sinar matahari yang terik di luar tampak segan memasuki jendela ruangan. Seluruh tembok dengan motif bunga tampak serasi dengan suasana cafe yang temaram. Setelah membolak-balik buku menu yang tebal, akhirnya saya memesan sebuah bir lokal yang saya tidak tahu bagaimana mengejanya. Sebotol bir di tengah hari yang panas dengan setting cafe ala Rusia abad ke 18 sounds like a good idea. Saya pun kemudian menghampiri wanita yang memberikan menu tadi dan menunjuk ke bir pilihan saya.

Tanpa menunggu lama, sebotol bir dengan gelas kaca pun diantarkan ke meja saya. Botol bir dengan aksara Georgia yang mirip ranting anggur ini harganya hanya 5 lari saja. Cukup murah mengingat saya menikmati bir ini di cafe dan kapan lagi bisa menikmati bir dengan setting seperti ini. Sayup-sayup saya mendengar suara pria dan wanita ngobrol dari arah balkon. Sepasang muda mudi menikmati bir di balkon yang hanya memiliki dua meja saja. Ah panas. Mendingan di dalam ruangan yang adem ini.

Setelah menikmati bir sebotol, saya pun kemudian pergi meninggalkan Cafe Le Toit yang unik ini. Bangunannya memang terlihat bobrok di luar namun interiornya benar-benar kontras. Menikmati bir di tempat ini membuat saya semakin percaya akan pepatah “Never judge a book from its cover.” atau lebih tepatnya “Never judge a building from its facade.”

Further Info :

  • Cafe Le Toit terletak di kawasan Old Town, tepatnya di jalan  26 Anton Katalikosi St, Tbilisi. Persisnya sekitar 2 menit berjalan dari Sinagoga menuju arah Liberty Square dan ada di sebelah kanan jalan.
  • cafe le toit

One comment

Leave a Reply