Road Trip to Kazbegi : Mengunjungi Ananuri Fortress dan Pasanauri

Tas sudah dibereskan.Kami sudah mandi. Sarapan pun sudah kami nikmati. Tiba saatnya kami meninggalkan Tbilisi untuk tujuan kami selanjutnya yaitu Kazbegi. Kazbegi adalah nama desa kecil yang terletak tak jauh dari Mount Kazbek yang terkenal dengan pemandangan indahnya. Georgia memiliki banyak pegunungan yang indah dengan jalur trekking yang mudah sampai menantang seperti Mount Kazbek dan wilayah Svaneti. Bagi pecinta pemandangan indah dan trekking, Georgia adalah surga yang tidak boleh dilewatkan.

Jam menunjukkan pukul 8 pagi dan Lasha pun datang beserta Grigol, sopir kami yang akan membawa kami ke Didube Bus Station. Setelah menyerahkan kunci dan berterima kasih atas bantuannya selama di Tbilisi, kami pun diantar dengan mobil menuju Didube. Didube adalah salah satu terminal bis di Tbilisi yang melayani penumpang yang hendak berpergian keluar Tbilisi. Terminal bis yang lebih mirip pool bis dan mobil ini tidak seperti terminal bis di Eropa yang umumnya tertata dengan baik. Disini lebih mirip terminal bis Grogol di tahun 1980an dimana bis parkir sembarangan dan kenek berteriak memanggil calon penumpang. Rencana awal kami adalah mencari traveler lain yang hendak pergi ke Kazbegi dan patungan naik taxi kesana namun karena Grigol menawarkan harga yang kurang lebih sama dengan harga di terminal, kami pun akhirnya menumpang mobil Grigol menuju Kazbegi. Sebenarnya ada cara murah menuju Kazbegi yaitu dengan menumpang mashrutkas (semacam angkot) yang harganya cuma 10 Gel perorang, namun mashrutkas tidak berhenti di sepanjang perjalanan dan ada banyak yang bisa dilihat di sepanjang perjalanan menuju Kazbegi.

Sedan Hyundai Grigol melaju dengan cepat meninggalkan Didube dan kami pun kemudian menepi di pinggir pom bensin. Grigol membelikan kami softdrink dan mengisi bensin. It’s gonna be a long ride dan kami pun merasa sangat hyped dengan road trip pertama kami di luar negeri. Jalan dari Tbilisi menuju Kazbegi terbilang halus dengan kondisi jalan yang relatif sepi. Grigol mengemudikan mobilnya dengan kecepatan tinggi seperti dipacu oleh lagu Titanium-nya Sia. Sesekali dia mengepalkan tangan dan diacungkan ke atas kayak orang lagi dugem. Kami cuma ketawa melihat aksinya. Keluar dari Tbilisi, kami kemudian menempuh jalan menuju pegunungan yang di sebut Georgian Military Road. Jalur ini dikenal sebagai jalan utama dari Georgia menuju Rusia yang didirikan untuk membantu mobilitas tentara Rusia di masa kekuasaan Kekaisaran Rusia dan Uni Soviet.

Georgian Military Road membawa kami melintasi perumahan dan pegunungan dengan pemandangan yang indah. Sungai dengan air yang hijau dan pengunungan tinggi dengan puncak es dan bebatuan yang terjal menjadi hiburan bagi mata kami yang penat dengan pemandangan kota. Grigol kemudian memberhentikan mobilnya dan meminta kami keluar untuk melihat sesuatu. “It’s good. Come and see”, serunya sambil membukakan pintu. Kami kemudian berjalan menuju pinggir sungai dan melihat pemandangan yang sangat indah. Sebuah sungai atau danau dengan air hijau Turqois dengan latar pegunungan dan langit yang biru terbentang di hadapan kami. Reaksi kami cuma “wow..” dan langsung mengambil kamera untuk mengabadikan keindahan alam ini. Sungai ini ternyata adalah bagian dari Waduk Zhinvali yang berfungsi menyalurkan air ke Tbilisi dan sekitarnya. Ngomong-ngomong soal air, penduduk Georgia sangat bangga dengan kualitas air minum mereka. Borjomi, salah satu kota di Georgia adalah penghasil air mineral kualitas premium di Eropa. Saya pun sangat suka minum air di Georgia yang rasanya sangat segar walaupun cuma air keran.

Setelah puas berfoto, kami pun kemudian melanjutkan perjalanan menuju Ananuri Fortress yang terletak dekat waduk Zhinvali. Ananuri Fortress adalah nama benteng di tepi waduk yang didirikan oleh para bangsawan dari Aragvi, Georgia. Benteng yang dibangun pada abad ke 13 ini memiliki dua gereja di dalamnya yaitu Church of Assumption dan Church of Virgin. Letaknya yang menghadap waduk Zhinvali membuat benteng ini sering dikunjungi turis, terutama yang akan berkunjung ke Kazbegi. Sesampainya di benteng, kami melihat banyak pengunjung yang kebanyakan orang Georgia dan jarang sekali turis asing,apalagi Asia, di sini. Ada pedagang kaki lima yang menjual oleh-oleh khas Georgia seperti anggur home made, gelas dari tanduk, madu, sampai foto session dengan baju zirah ala prajurit abad pertengahan.

Setelah memasuki kompleks benteng, kami langsung meengunjungi Church of Assumption. Gereja Orthodox Georgia ini memiliki ritus yang berbeda dari gereja Katolik atau Orthodox Yunani.  Tidak ada kursi di gereja ini dan semua pengunjung berdiri dan berdoa dengan khusuk di hadapan ikon Yesus dan para santo.Grigol memberikan saya dan nyonya masing-masing sebuah lilin. Saya pun kemudian menyalakan lilin di depan ikon sambil berdoa memohon perlindungan-Nya dalam perjalanan kami. Suasana gereja khusuk dan sangat berbeda dengan gereja yang pernah saya kunjungi sebelumnya. Pengunjung rata-rata berdiri terdiam sambil mengucapkan doa dalam hati, menyampaikan keluh-kesahnya pada Sang Pencipta. Suatu relasi yang personal dan intim antara umat dan Tuhan.

Usai mengunjungi gereja, kami kemudian berfoto di kompleks benteng yang terlihat kuno dan tidak terawat. Beberapa bagian benteng sudah rusak dan tangga menuju bagian atas benteng pun sudah tergerus dan terjal. Setelah memanjat benteng, kami dapat melihat pemandangan waduk Zhinvali yang indah. Untung kami memutuskan untuk naik mobil dan bukan Mashrutkas,sehingga kami bisa mampir di tempat ini. Setelah mengunjungi benteng, kami pun berjalan ke tempat parkir. Namun langkah saya terhenti di depan foto session dengan baju zirah. Sebagai penggemar sejarah, saya ingin sekali merasakan memakai chain mail (baju zirah yang terbuat dari kumpulan lingkaran besi). Walaupun sempat diledekin oleh si nyonya, niat saya tetap teguh dan dengan modal 2 lari saja, baju zirah lengkap dengan pedangnya sudah saya kenakan layaknya ksatria abad pertengahan.

Usai berfoto ria dengan baju zirah, saya pun kemudian membeli wine home made dan wine flask dengan bendera Georgia. Harganya yang miring membuat saya tertarik untuk membeli namun Grigol menyayangkan tindakan saya. “It’s better in Pasanauri and cheaper,” katanya. Setelah meninggalkan Ananuri Fortress, tujuan kami selanjutnya adalah makan siang di Pasanauri. Grigol dengan semangat menjelaskan bahwa khinkali paling enak di Georgia terdapat di Pasanauri dan dijamin tidak ada tandingannya di daerah lain. Tentu saja penjelasan Grigol ini langsung kami anggap sebagai tantangan dan segera kami menepi di restoran yang ditunjuk Grigol.

 

Restoran khas Georgia ini terletak di tepi jalan utama menuju Kazbegi. Bangunan dari kayu dengan arsitektur Georgia menyambut kami yang merupakan pengunjung satu-satunya saat itu. Pelayan kemudian memberikan menu yang harganya membuat kami tersenyum. Murah meriah euy. Kami pun tidak segan-segan memesan makanan dan tentu saja setengah liter wine. Katchapuri, Khinkali, roti dan sup datang satu persatu. Perut kami yang kelaparan sejak pagi langsung sibuk mencerna makanan yang tidak henti-hentinya kami kunyah. Seperti biasa, kami lupa mengabadikan makanan yang kami santap dan baru ingat ketika makanan hampir habis. ” I am the Tamada in Supra”, kata Grigol ketika dia menceritakan tentang Supra,makan malam ala Georgia. Supra merupakan bagian tak terpisahkan dari budaya makan Georgia. Makan malam dengan jumlah makanan yang banyak dan wine yang melimpah merupakan ritual yang sangat sakral bagi orang Georgia. Pada setiap Supra, ada seorang Tamada yang memimpin makan malam. Tamada akan menuangkan anggur dan mengucapkan doa serta harapan sebelum para tamu meminum anggur. Kebiasaan minum anggur dan mengucapkan berkat ini bisa terjadi berulang-ulang dalam satu kali makan malam. So, jika anda diundang ke Supra, siap2 makan dan minum wine yang banyak.

Setelah menikmati makanan di Pasanauri, kami kemudian melanjutkan perjalanan menuju Kazbegi. Pemandangan gunung dan padang luas mulai mendominasi jendela mobil kami. Sungguh asyik menumpang mobil menuju Kazbegi. Mata kami selalu terhibur oleh pemandangan indah yang terus membuat kami melek. Lagi-lagi Grigol membawa mobil ke tepi jalan dan kali ini dia menunjukkan lereng traventine berwarna oranye yang dialiri air. “Traventine, healthy water”, katanya sambil tersenyum sumringah. Ah ternyata ini adalah traventine yang dialiri oleh air bermineral tinggi. Berbeda dengan traventine di Pamukkale, traventine ini berwarna oranye dan tidak seindah di Pamukkale tentunya. Di sebrang jalan, terdapat mata air yang mendapat air dari sumber yang sama dari Traventine tersebut. Saya pun iseng mengikuti Grigol yang minum air dari mata air ini. Rasanya unik. Saya seperti meminum air bersoda alami. Usai melegakan dahaga, kami pun melanjutkan perjalanan.

Mobil Hyundai Grigol membawa kami sampai ke Russian-Georgian Friendship Monument yang terletak di Gudauri. Monumen yang didirikan untuk memperingati persahabatan Rusia dan Georgia di zaman Uni Soviet ini berdiri di atas lembah yang menghadap ke Pegunungan Kaukasus yang kokoh. Monumen berbentuk mirip Colosseum tak sempurna ini merupakan pemberhentian terakhir kami sebelum sampai di Kazbegi. Selain menikmati pemandangan di monumen, kita juga bisa menikmati parasailing disini. Namun karena harga yang cukup mahal, kami mengurungkan niat untuk mencoba parasailing. Berdiri sambil menikmati pemandangan Pegunungan Kaukasus cukup menghibur kami yang batal naik parasailing.

20170702_132614
Kazbegi city center

Setelah mengemudi selama 5 jam termasuk mengunjungi Ananuri dan Pasanauri, kami pun sampai di Kazbegi. Grigol membawa kami langsung ke depan hotel tempat kami menginap dan setelah membayar ongkos, kami pun berpisah dengan Grigol yang sudah kami anggap sahabat serta tour guide kami. Sekarang saatnya menikmati Kazbegi. Gereja Gergeti sudah terlihat nun jauh disana. Lembah hijau dan pegunungan dengan salju di puncaknya seolah menanti kami untuk kesana. Gergeti, we will come to you.

Further info:

  1. Jika anda ingin mengunjungi Kazbegi, anda bisa menumpang mashrutka dari Terminal bis Didube yang bisa diakses dengan metro (Didube Station). Ongkos menuju Kazbegi adalah 10 lari dan mashrutka akan berangkat ketika kapasitas tempat duduk sudah penuh.
  2. Jika anda punya dana lebih, anda bisa juga menyewa taxi yang biasa parkir di Didube. Biasanya ketika anda sampai di Didube terminal, akan ada sopir atau kenek yang menanyakan tujuan anda dan menawarkan share taxi. Si sopir akan mencari penumpang sampai kapasitas mobilnya penuh (4 orang) dan anda bisa patungan dengan penumpang lain.Jika anda hanya sendirian atau dua orang,mungkin share taxi adalah pilihan yang tepat.Ongkos taxi menuju Kazbegi sekitar 90-100 lari. Cukup mahal memang, namun dengan taxi, anda bisa mengunjungi Ananuri Fortress di tengah perjalanan menuju Kazbegi.

9 Comments

  1. Hai, thank you info blognya, sangat berguna. Mau tanya si driver Grigol itu kenalnya dari mana ya? Saya rencana solo trip ke georgia dan mau ke kazbegi jg. Cuma tour2nya mahal2 kalo sendiri. Waktu sama Grigol kena berapa? Apakah masi punya kontaknya? Terima kasih

Leave a Reply