Venice atau Venesia mungkin adalah destinasi paling romantis di Italia dan juga terkenal sebagai tempat pasangan yang baru menikah untuk berbulan madu. Dua tahun lalu saya sempat ke Italia, namun ketika dihadapkan dengan pilihan mengunjungi Cinque Terre atau Venesia, akhirnya saya menjatuhkan pilihan ke Cinque Terre. Alasannya simple, saya sedang solo travelling. Ngapaen juga sendirian keluyuran di Venesia, ga asik ah. Saya kemudian menyimpan Venesia untuk bulan madu saja. ” I’ll take you to Venice, my dear. I promise” begitu janji saya pada si nyonya dulu dan berangkatlah kami ke Venesia.
Perjalanan menuju Venezia Mestre station dari Bologna Centrale memakan waktu sekitar 2 jam dengan kereta cepat Italo. Si ” Kereta Ferrari” ini berlari kencang melewati pertanian dan perkebunan khas wilayah Emilia Romagna yang subur. Suasana dalam gerbong kereta sangat nyaman dan ruang kaki pun lega sehingga bisa selonjoran tanpa menggangu orang lain. Si nyonya pun bisa nyenyak tidur sementara saya sibuk memikirkan plan sesampainya di Venezia Mestre station. Sebenarnya Venezia Mestre station bukan merupakan station terdekat dengan Venesia,melainkan Venezia Santa Lucia. Saya memilih tujuan Venezia Mestre karena letaknya yang relatif lebih dekat dengan Treviso, kota kecil dekat Venezia, tempat kami menginap. Menginap di Treviso lebih masuk akal harganya dibanding Venesia dan juga kami harus naik pesawat menuju Naples dari Bandara Treviso.
Setelah check in dan menaruh tas di Treviso, kami pun segera naik kereta menuju Venezia Santa Lucia station untuk memulai kencan kami di Venesia. Perjalanan ke Santa Lucia hanya menempuh waktu 30 menit saja. Dalam perjalanan, kereta melalui causeway yang menghubungkan daratan Italia dengan pulau Venesia. Matahari bersinar dengan cerah di langit biru yang tak berawan. Awal yang bagus untuk mengunjungi Venesia. Stasiun Santa Lucia tampak jauh berbeda dengan stasiun Treviso yang sederhana. Stasiun ini lebih modern dengan pertokoan ala mall yang menjual barang-barang branded. Keluar dari Santa Lucia, kami langsung berhadapan dengan kanal Venesia yang terkenal itu. Kami pun kemudian langsung membeli tiket Vaporetto all day pass untuk menikmati layanan transport dengan vaporetto seharian.
Tujuan pertama kami adalah Basilica San Marco yang terletak di Piazza San Marco. Agak deg-degan takut tidak keburu masuk ke gereja ini karena jam sudah menunjukkan pukul 16:00 sementara tiket bookingan kami adalah untuk jam 16:30. Untungnya kami menemukan Vaporetto yang menuju ke Piazza San Marco dengan pemberhentian yang lebih sedikit dibandingkan dengan vaporetto lain. Vaporetto selalu ramai dengan penumpang terutama di musim panas, sehingga agak sulit untuk mendapatkan tempat duduk. Kami berdiri dekat pintu keluar sambil menikmati pemandangan Grand Canal yang indah. Kanal dengan air berwarna hijau tosca dan bangunan khas Renaissance di kiri dan kanan kanal. Gondola-gondola dengan penumpangnya yang sedang dimabuk asmara menyusuri kanal perlahan sementara alunan lagu ala seriosa dari pendayung berkumandang. Suasana yang ramai, hangat dan bikin baper. Untungnya saya pergi bersama si nyonya tercinta yang selalu tersenyum cerah melihat keindahan Venesia.
Setelah sampai di Piazza San Marco, kami kemudian berjalan cepat menuju pintu masuk Basilica San Marco. Karena telah membooking tiket masuk secara online sebelumnya, kami tidak perlu antri dan langsung masuk ke gereja. Gereja kebanggaan penduduk Venesia ini dibangun untuk menyimpan relik Santo Markus (Penulis Injil Markus). Konon Santo Markus meninggal dan dimakamkan di Alexandria, Mesir. Ketika Mesir dikuasai oleh Dinasti Abbasiyah, beberapa pedagang Venesia menyelundupkan tulang belulang Santo Markus ke wadah yang ditutupi dengan babi dan sayuran untuk menghindari pemeriksaan prajurit Islam. Setelah sampai di Venesia, penduduk Venesia membangun Basilica San Marco untuk menghormati sang santo. Gereja ini memiliki arsitektur ala Byzantium dan Italia. Bagian dalam gereja dihias dengan mosaik bergaya Byzantium dan warna emas yang dominan. Saking glamornya dulu gereja ini sempat dijuluki “Chiesa d’Oro” atau “Gereja Emas”. Di bagian altar gereja, terdapat sarkofagus tempat relik Santo Markus disemayamkan. Suasana gereja sangat khusyuk dengan pencahayaan matahari yang menembus celah dan jendela. Sayang, karena gereja sudah mau tutup, saya pun tidak bisa naik ke lantai dua untuk melihat dari dekat 4 kuda tembaga yang berasal dari Constantinople (Istanbul sekarang). Ke empat kuda ini dulunya berada di Hippodrome sebagai hiasan arena pacuan kuda romawi yang sekarang sudah menjadi alun-alun di sebelah Sultanahmet. Ketika Perang Salib ke 4 berlangsung, para prajurit salib menyerang Constantinople dan menjarahnya habis-habisan. Doge Enrico Dandolo, sang pemimpin kontingen Venesia mengirim ke empat kuda ini ke Venesia dan kemudian dijadikan ornamen Basilica San Marco. Sekarang ke empat kuda tembaga asli tersebut disimpan di Museum Basilica San Marco dan sebagai penggantinya diletakkan replika ke 4 kuda tersebut di tempat semula.
Piazza San Marco sangat ramai dengan turis dan burung dara yang terbang dan sesekali berjalan di alun-alun kenamaan ini. Saking ramainya, susah untuk mengambil foto tanpa ada orang lain di latar belakang foto. Kami berjalan santai menikmati pemandangan di sekitar Piazza San Marco. Menara bata tinggi menjulang di pelataran Basilica San Marco, Istana Doge dengan porticonya serta yang paling menghibur adalah keramaian segerombolan orang Italia dengan yel-yel dan bendera besar dengan simbol singa. Entah apa yang sedang mereka lakukan namun yang jelas heboh. Si nyonya kemudian mengajak untuk berjalan berkeliling menikmati kota tua yang indah ini. Sesekali kami masuk melalui lorong-lorong kecil dan muncul di alun-alun depan gereja kecil yang tidak kami tahu namanya. Senang rasanya menikmati jalan-jalan sore sambil sedikit nyasar. Semakin jauh dari Piazza San Marco, Venesia menjadi lebih sepi dan personal. Terkadang kami berjalan sendirian dan menemukan tempat yang asik untuk berfoto seperti jembatan kecil diatas kanal yang kemudian dilalui oleh gondola dengan suara merdu pendayungnya. Suasana indah nan romantis memang layak disematkan ke kota air ini.
Langkah kami membawa kami ke sebuah jembatan yang dipenuhi turis yang berfoto-foto ria. Ternyata jembatan ini berhadapan langsung dengan Bridge of Sigh atau Jembatan Penyesalan. Konon jembatan ini adalah jembatan yang dilalui oleh tahanan yang akan dipenjara seumur hidup di ruang tahanan Istana Doge. Di jembatan inilah, tahanan dapat melihat Venesia untuk terakhir kalinya. Ikut-ikutan dengan turis-turis yang berfoto disana, kami pun segera berpose dengan jembatan terkenal ini.
Puas berjalan-jalan di Venesia, kami pun menumpang Vaporetto menuju Burano, sebuah pulau nelayan kecil di seberang Venesia. Burano dikenal dengan bangunan rumah warna-warni dan suasana romantis nan tenang. Pulau yang sampai sekarang masih dihuni oleh para nelayan ini menawarkan suasana yang berbeda dengan Venesia. Di sini jarang terlihat kerumunan turis seperti di Piazza San Marco atau sekitar Jembatan Rialto. Yang ada hanyalah pasangan muda dan beberapa turis berjalan di samping kanal menikmati pemandangan warna warni pastel bangunan. Nuansa sore yang romantis serta langit yang mulai gelap menambah temaram suasana. Kami berdua pun terbawa suasana dan hanya duduk santai menikmati pemandangan indah ini. Kami memutuskan tidak berjalan-jalan mengeksplorasi pulau kecil ini. Hanya duduk diam menikmati kebersamaan kami dan Burano.
Tak disangka waktu pun sudah menunjukkan pukul 8 malam. Matahari senja masih bersinar menemani perjalanan kami menuju Jembatan Rialto. Vaporetto bergerak perlahan di sepanjang Grand Canal mengantarkan kami menuju Piazza San Marco yang saat itu sudah lebih sepi dibanding siang tadi. Kami melanjutkan jalan kaki menuju Jembatan Rialto yang termasyhur itu. Jalan-jalan di Venesia memang lebih enak sore hari disaat para turis day trippers pulang semua. Kami tidak perlu bersinggungan bahu atau ngantri melewati jembatan yang ramai dipenuhi turis yang mau berfoto dengan kanal. Toko souvenir pun lebih “ramah” di sore hari. Magnet kulkas yang tadinya seharga 2 euro dan emoh ditawar, sekarang turun harga menjadi 1 euro saja.
Setelah berjalan selama setengah jam lebih, kami pun sampai di Jembatan Rialto. Jembatan Rialto adalah jembatan tertua yang terdapat di Venesia. Jembatan yang menghubungkan distrik San Marco dan San Paolo ini merupakan jembatan yang paling terkenal di Venesia. Tak jauh dari jembatan ini terdapat Rialto Market yang terkenal dengan dagangan sayur-mayur dan ikan yang segar. Pasar utama di Venesia ini juga menarik perhatian turis dan merupakan tempat yang asik untuk makan. Sayang, ketika kami kesana,Rialto Market sudah tutup. Perut lapar dan kaki pegal kemudian mengarahkan kami menuju sebuah lorong tak jauh dari pasar. Sebuah restoran khas Italia dengan meja-meja bertaplak kotak-kotak di tepi jalan kemudian menarik perhatian kami yang sudah kelaparan. Akhirnya tanpa menunggu lama, kami berdua duduk menikmati makan malam dengan suasana yang tidak biasa. Kami makan ala Italia, di pinggir jalan tua dengan bangunan-bangunan Eropa disekitaran kami. Gnocchi, spaghetti, ayam dan salad menemani makan malam kami. Saya pun memesan segelas Spritz Aperol yang merupakan minuman khas Venesia untuk melengkapi makan malam kami. Sungguh pengalaman yang tak terlupakan. Makan malam romantis bersama istri di lorong kota Venesia.
Usai makan malam, kami pun menumpang Vaporetto menuju Stasiun Kereta Santa Lucia. Vaporetto ramai dipenuhi penumpang yang tampaknya juga akan kembali ke tempat tinggalnya masing-masing. Sepanjang perjalanan, saya sibuk mengambil foto Venesia di waktu malam. Indah dan misterius, begitulah Venesia di malam hari. Lampu-lampu bangunan menyala terang dan bayangannya memantul di permukaan kanal yang beriak dilewati vaporetto dan perahu lainnya. Venesia nyaman dinikmati siang dan malam. Bahkan saya lebih menikmati suasana malam, dibanding siang hari yang panas dan ramai. Venesia di malam hari terasa lebih personal dan menawarkan keindahan yang sesuai dengan jiwa kami yang rindu akan kedamaian setelah sibuk berjuang mempersiapkan pernikahan. Ketika sampai di dermaga tak jauh dari Stasiun Santa Lucia, kami pun tidak serta merta langsung naik kereta ke Treviso. Kami duduk di bantaran kanal sambil menikmati suasana romantis berdua. Inilah saat kami akan berpisah dengan Venesia, si cantik yang telah menemani kami dari siang sampai malam. Agak berat rasanya meninggalkan kota yang sayangnya tidak lama kami kunjungi ini. Namun, sang waktu pun kemudian menjemput kami untuk kembali ke Treviso menikmati waktu istirahat kami. Sampai jumpa lagi Venesia..
By the way, ongkos kami jalan-jalan di Venesia cuma 90 euro (termasuk makan) begini penjabarannya :
- Tiket kereta Treviso – Santa Lucia pp : 14 euro (dua orang)
- All Day Pass Vaporetto : 40 euro (untuk dua orang)
- Reservasi online Basilica San Marco : 4 euro (untuk dua orang)
- Dinner : 32 euro (untuk dua orang)
Lumayan hemat kan?
Untuk tips murah dan hemat untuk mengunjungi Venesia, silahkan klik disini.
Waahhh aku save deh iniii 🙂 . Udh ada planning ama suami mau liburan berdua ke eropa setelah 2018.. Jdwal jalan2 ampe thn depan udh fix semua, makanya eropa agak tertunda 😀
Kalo liburan, tempat2 begini yg aku suka mas. Peninggalan bersejarah, gereja tua ato tempat ibadah. Rasa2nya kayak masuk ke masa lalu 🙂 .
Dan Italia, kaya dengan peninggalan sejarah.dari yunani, romawi sampai ke abad pertengahan dan renaissance..lengkap smua.saya sendiri da dua kali kesana tapi masi brasa mau balik lagi hehe
Halo ko hendro mantap sekali sharing perjalannya. Ko saya mau minta info. Saya juga akan ke italia di tahun 2018 dan titik awalnya dari milan. Ko hendro selama di italia pakai kereta apa ya. Apa Euro Global Pass karena ini mahal sekali. Kalau dari milan ke venesia lalu ke Florence dan san marino sebaiknya pakai apa ya ko.
Hi Gracia. Di Italy saya ga pake Euro global pass. Saya beli tiket kereta trenitalia untuk jarak dekat di loket atau mesin tiket. Untuk jarak jauh saya naik kereta Italo, pesen lewat internet dari jauh2 hari, harganya lebih murah. kalau dari milan, bisa langsung ke venesia naik kereta Freciarossa-nya Trenitalia. Bisa dicek di website resmi mereka.
[…] bersarang di mata dan capucinno pun ga cukup kuat buat mengusir kantuk akibat pulang kemalaman dari Venesia semalam. Untung ke Naples-nya naik pesawat, kalo naik kereta bisa 8 jam baru nyampe. Tidak menunggu […]
Makasih ya tips nya. Saya rcn ahir des pingin keeropa. Rcn pingin tahun baruan di viena, so trip nya dr venice ke viena pake bis malam( gak nginep di venice), liat jadwal flixbus yg malem berangkat dr venezia mestre jam 22.40 & 23.00 dari dpt stasiun. Paertanyaanya apakah dpt stasiun mestre ada temopat utk menunggu?
Iru dl ya pak gutu pertanyaannya. Trims
Klo di Stasiun Mestre, ada tempat duduk sperti stasiun kereta pada umumnya. Ada jg halte di luar, mungkin halte ini yg jadi tempat nunggu buat Flixbus.
[…] Inggris, Amalfi dulunya merupakan salah satu negara maritim terkuat di Italia. Bersama dengan Pisa,Venezia, dan Genoa, Amalfi merajai lautan Mediterania dengan armada dagang dan tempurnya. Bahkan sebelum […]
[…] rasul yang pernah saya kunjungi (Yohanes,Filipus,Paulus, Petrus,Yudas,Simon orang Zelot, Andreas, Markus dan […]
[…] Makam Santo Markus (Penulis Injil Markus): Basilica San Marco di Venesia merupakan salah satu gereja dengan interior terindah yang pernah saya temui. Basilica ini dibangun oleh penduduk Venesia untuk menyimpan relik dari Santo Markus yang diselundupkan dari Alexandria, Mesir. (lengkapnya klik disini) […]