Dan kami mulai di Istanbul….

Fiuh..akhirnya setelah seharian mengikuti prosesi pernikahan, usai sudah persiapan berbulan-bulan penuh dengan keribetan persiapan pernikahan. Kami menarik napas lega dan sekarang saatnya untuk menikmati bulan madu kami, yang tentunya seru dan penuh petualangan. Tidak seperti pasangan yang berbulan madu di Bali atau tempat yang tenang dengan fasilitas hotel yang wah, kami memutuskan untuk berpetualang ke beberapa negara sesuai dengan minat kami. Saya tentunya sangat suka dengan sejarah dan si nyonya suka dengan wisata kuliner. Pilihan kami pun jatuh ke Turki, Italia, Yunani, dan Georgia.

 

Hanya sehari sesudah resepsi pernikahan kami, kami langsung diboyong oleh KLM menuju Kuala Lumpur untuk melanjutkan penerbangan menuju Istanbul. Masih ngantuk dan badan yang capek lantaran dipajang seharian di depan saudara-saudara dan teman-teman kami, kami mengantri bagasi di counter Etihad pagi-pagi buta. Proses check in berjalan lancar walau mata kami sudah tinggal  5 watt. Akhirnya kami pun sudah duduk di kelas ekonomi Etihad jurusan Abu Dhabi. Sebenarnya dari tiga maskapai Timur Tengah yang pernah saya tumpangi, Etihad adalah pilihan terakhir saya.Kenapa?karena saya sudah pernah mencoba Emirates dan Qatar yang fasilitas dan layanannya jauh lebih baik dari Etihad. Belom lagi pengalaman buruk saya dua tahun lalu dengan Etihad, bagasi saya bisa “nyangkut” di Abu Dhabi dan saya mesti terlunta-lunta di Bandara KLIA karena pakaian dan alat mandi saya . Namun karena tergiur harga promo Etihad, akhirnya saya pun tergiur dan mengiklaskan pengalaman buruk saya dengan maskapai asal Uni Emirat Arab ini.

Pesawat Airbus Etihad dengan lancar membawa kami menuju Abu Dhabi untuk transit menuju Istanbul. Bandara Abu Dhabi saat itu ramai dengan penumpang asal Timur Tengah yang sibuk tidur-tiduran di kursi atau sekedar ngobrol dengan keluarga. Kami menunggu selama 4 jam sebelum berangkat lagi ke Istanbul, kota favorit saya di Turki. Istanbul merupakan kota di Turki yang pertama kali saya kunjungi 3 tahun lalu. Kota dengan daya tarik sejarah dan makanan yang kaya variasi ini selalu membuat saya tertarik untuk mengunjungi. Siapa yang bisa melupakan kemegahan Hagia Sophia dan Blue Mosque yang berdiri berhadap-hadapan di Sultanahmet? Atau keramaian Spice Market dengan warna warni rempah yang siap menjadi buah tangan para pengunjung? Belum lagi romansa Selat Bophorus dengan kapal cruise dan ferry yang berlalu lalang mengantarkan penumpang. Istanbul memang selalu memanggilku kembali, dan kali ini aku tidak sendiri.

Setelah penerbangan yang diselingi turbulensi ketika mencapai Istanbul, kami pun sampai di Aiport Istanbul Ataturk. Bandara utama Istanbul ini menyambut kami dengan hangat walaupun udara dingin di luar berhembus, kontras dengan sinar mentari yang bersinar dengan teriknya. Usai melewati pemeriksaan imigrasi dan bagasi, kami pun segera naik Metro dan tram menuju Sultanahmet, tempat hotel kami berada. Seperti biasa, metro dan tram selalu penuh dengan penduduk yang berpergian dengan mode transportasi yang terbentang dari Baciglar menuju Kabatas ini. Kami berdua berdiri dari awal sampai tiba di Sultanahmet. Wah rame nih Istanbul, apalagi Sultanahmet, pusatnya turis. Begitu asumsi kami ketika berada di tram, namun ketika sampai di Sultanahmet, kami mendapati tempat ini sepi dibandingkan dengan terakhir saya berkunjung ke kota ini. Tampaknya banyak penduduk yang pulang kampung atau mungkin kunjungan turis yang menurun..hmmm..Namun apapun yang terjadi disini, tidak mengubah selera makan kami. Jetlag, lapar dan kami butuh makan. Kami pun memutuskan untuk melanjutkan tebengan tram kami ke Sirkeci untuk makan sore sebelum check in ke hotel. Hodja Pasha Street, tempat kuliner favoritku di Sultanahmet. Kalau ada makanan enak dan murah plus selera lokal (bukan turis), disinilah tempatnya. Berbekal wejangan om Google, kami pun singgah ke restoran Kasap Osman yang mendapat rating tinggi di Zomato. Tanpa basa basi, saya memesan chicken shish dan si nyonya memesan Adana Kebab. Pas dateng, si nyonya kaget dengan porsinya yang besar haha. Namun akhirnya habis juga dibantu oleh suaminya yang lapar selalu kalo liat kebab.

Usai check in di Hotel Acra, kami pun berjalan menuju Eminonu untuk sekedar berjalan menikmati pemandangan Selat Bophorus dan keriuhan Spice Market. Si Nyonya yang belum terbiasa dengan sambutan hangat penjual rempah2 di Spice Market terheran-heran dengan penguasaan bahasa mereka. “Ni hao…Anyong Haseo..Ni hao” sampai akhirnya dia berkata,” We are Indonesian.” si penjual pun tersenyum dan berkata ” Selamat Datang”. Para penjual lokum, rempah dan buah2an kering sibuk menawarkan kami dagangannya namun kami menolak dengan halus. Wajarlah, perjalanan kami masih panjang dan belum saatnya kami belanja.

Persinggahan kami selanjutnya adalah stasiun Kabatas. Awalnya saya berniat membawa si nyonya ke Uskudar dengan menumpang ferry dari Kabatas, namun ternyata dermaga Kabatas sedang mengalami renovasi besar-besaran sehingga ferry dari Kabatas menuju Uskudar ditiadakan. Akhirnya kami berjalan menuju Taksim Square untuk menikmati ritual Istanbul ala Guru Kelana yaitu ngopi dan makan lokum di Hafiz Mustafa. Ah..secangkir kopi Turki, beberapa buah lokum dan sepiring kunefe menjadi santapan kami berdua saat itu. Enak, sedikit mahal tapi gak papa. Jarang-jarang makan di sini.

Sambil menikmati lokum, saya menceritakan kepada si nyonya tentang betapa ramai -dan serunya Istiklal Street dengan tram merahnya dan toko-toko branded disana. Si nyonya selalu tersenyum melihat antusiasnya saya tentang Turki. Entah kenapa memang saya sangat mencintai negara Ataturk ini. It seems if i had a previous life, probably I lived in this place once. Usai menyeruput habis kopi dan menelan bulat-bulat kunefe yang manis (si nyonya ga doyan), kami pun berjalan ke Istiklal Street dannnn…menemukan kejutan.

Tram merah yang biasa mondar-mandir kayak setrikaan di Istiklal Street sudah tiada. Suasana jalan pun lebih sepi dibanding biasanya. Ternyata Istiklal Street mengalami renovasi termasuk juga tram merah nostalgia. Seluruh relnya dibongkar dan tidak ada lagi penampakan si tram. Menurut Daily Sabah, Istiklal Street direnovasi dan keseluruhan jalan akan diganti dengan granit untuk menambah daya tariknya sebagai pusat perbelanjaan. Tramnya juga sementara ditiadakan agar tidak mengganggu proses renovasi. Proses renovasi ini akan memakan waktu sampai akhir tahun 2017. Oh well..akhirnya kami pun berjalan sambil menikmati apa yang tersisa dari pesona Istiklal Street. Jangan salah, toko-toko masih buka, penjual misir dan kastanye masih ada namun ada yang kurang tanpa tram nostalgia hilir mudik di jalan ini.

Langkah kaki kami pun membawa kami ke Galata Tower.Menara peninggalan bangsa Italia ini berdiri kokoh dengan kerumunan restoran dan orang-orang yang berkumpul di bawahnya. Ah ternyata saat iftar pun hampir tiba, banyak orang menunggu berbuka puasa sambil ngobrol di tempat yang happening ini. Kami duduk sebentar menikmati suasana sampai akhirnya kami pun meninggalkan tempat ini untuk kembali ke hotel. Maklum pemberhentian kami di Istanbul kali ini hanya sehari semalam saja, esok hari kami akan berangkat ke Bologna melalui Bandara Sabiha Gokcen. Langit temaram di Selat Bophorus seolah menandai berakhirnya hari kami di Istanbul.

Keesokan harinya kami pun bangun pagi untuk menikmati sarapan pagi di Hotel Acra. Uniknya kami malah diminta untuk sarapan di hotel sebelah yaitu Best Western Obeliks, karena ruang makan hotel Acra sedang direnovasi. Kami pun nurut saja dan ternyata kami tidak menyesal. Gile deh, kami sarapan di top deck dengan pemandangan Blue Mosque dan Laut Marmara. Selain itu pilihan makanan ala buffet Turki merupakan pesta bagi mulut dan perut. Kahvalti, sarapan pagi, ala Turki memang heboh. Dari buah-buahan, madu,telur, daging olahan, sampai roti serta berbagai selai siap dinikmati sepuasnya. Kami pun segera mengisi perut kosong kami dengan berbagai makanan yang tersedia. Ah puas..makanan yang cukup untuk mengisi perut kami sambil menunggu Spaghetti asli Bologna menunggu kami di Italia nanti. Kembali memanggul tas, kami pun meninggalkan hotel menuju Sabiha Gokcen via Kadikoy. See you Istanbul, really soon…

 

5 Comments

Leave a Reply