Aku terbangun jam 5 pagi dan menemukan beberapa miscalls dan puluhan pesan Whatsapp,Facebook, BBM di handphoneku yang ku-charge di samping ranjang. Astaga ada apaan nih? Aku yang belum sepenuhnya sadar kemudian membuka salah satu pesan dari teman kerja, “Sir, are you still alive?” Spontan aku melek dan membuka pesan-pesan senada lainnya. Lah ada apa ini? Aku baru ngeh kalau telah terjadi pengeboman di Bandara Ataturk Istanbul. Teman-teman dan keluarga yang mengira aku sedang berada di Istanbul langsung menanyakan keadaanku. Setelah membalas pesan mereka satu-persatu, aku kemudian mengumumkan di social media kalau aku masih bernafas dan baik-baik saja di Turki. Kejadian ini membuatku sedih bukannya takut. Turisme Turki yang sedang menurun makin terpuruk saja karena ulah kelompok teroris ini. Entah apa yang dipikirkan orang-orang ini. Kekerasan dan tindakan seenaknya mereka telah membuat banyak penduduk menderita terutama yang menggantungkan usaha pada sektor industri. Hotel-hotel dan restoran sepi di tempat wisata yang kukunjungi adalah tanda kalau perlu ada tindakan nyata dari pemerintah untuk mencegah aksi-aksi teroris seperti ini. Turki sangat indah dan kaya, amat menyedihkan kalau negara ini dijauhi para turis.
Usai mandi dan menenangkan massa di kampung halaman tercinta yang khawatir sang putra bangsa kenapa2, aku pun mengambil kunci motor dan berangkat ke Patara. Patara adalah nama kota kuno yang terletak di desa Gelemis sekitar 61 km dari Kas. Kota ini dipercaya dibangun oleh Patarus, anak Dewa Apollo. Patara juga dikenal sebagai tempat kelahiran St Nicholas yang kemudian diabadikan menjadi Santa Claus. Kota pelabuhan yang sudah dikenal dari zaman Lycia ini merupakan salah satu pelabuhan utama di jalur Mediterania. Banyak kapal laut yang berhenti di pelabuhan ini untuk mengisi suplai makanan atau beristirahat. Letaknya yang strategis membuat Patara juga dilalui oleh jalur kapal gandum dan pangan lainnya menuju Roma. Rasul Paulus berganti kapal di Patara dalam perjalanannya menuju Fenisia. Patara mengalami penurunannya di masa peperangan Kekaisaran Byzantium dan bangsa Turki dan akhirnya ditinggalkan oleh para penduduknya. Sebagian besar reruntuhannya terkubur di dalam pasir pantai dan kemudian baru diekskavasi di zaman modern. Patara, selain dikunjungi karena situs kota tuanya, juga dikunjungi karena pantainya. Pantai Patara memiliki garis pantai terpanjang di Turki yaitu sepanjang 20 km. Karena saking panjangnya, pantai Patara cenderung sepi dan kita bisa menikmati pantai dengan tenang tanpa keramaian. Selain itu, reruntuhan Patara yang terletak di belakang pantai juga mencegah pembangunan hotel dan resort yang identik dengan pantai-pantai terkenal di dunia. Selain menjadi tujuan wisata, Patara juga merupakan tempat penyu-penyu laut bertelur pada malam hari. Oleh karena itu, pengunjung dilarang berada di kawasan pantai setelah matahari terbenam.
Perjalananku menuju Patara pagi ini terbilang sangat menyenangkan. Udara yang sejuk dan pemandangan yang indah membuatku semakin betah di tempat ini. Pemandangan indah, bisa naik motor kemana-mana, makanan enak apalagi yang kurang? Ketika melewati Kaputas, aku berhenti sebentar untuk mengabadikan pantai yang masih sepi pagi ini. Warna birunya tetap memukau dan bikin mata melek di pagi yang dingin ini. Perjalanan pun kuteruskan menyusuri garis pantai dan sesekali menanjak ke bukit dengan pemandangan yang indah. Sekitar 45 menit aku melewati kota Kalkan yang juga merupakan destinasi turis di pesisir selatan Turki. Kalkan dengan bangunan-bangunan putihnya di tebing gunung agak mengingatkanku pada Santorini. Turki dan Yunani memang memiliki hubungan budaya yang erat. Tak heran jika bangunannya pun mirip. Sesampainya aku di Patara, aku baru sadar kalau aku datang terlalu pagi. Loket belum dibuka dan aku kemudian berhenti sejenak. Dari belakangku terdengar suara motor yang kemudian melewatiku dan langsung masuk tanpa menghiraukan loket yang belum dibuka. Ah saya pun kemudian mengikuti motor tersebut dan sampai di reruntuhan Arch of Modestus. Gerbang yang merupakan bangunan paling utuh di Patara ini berasal dari abad ke dua dan di sekitarnya merupakan necropolis (kuburan) dengan peti batu khas Lycia.
Setelah berfoto, aku pun iseng memasang holster dada untuk action kameraku. Iseng merekam perjalananku dengan motor, aku kemudian melanjutkan perjalanan menuju pantai Patara. Di perjalanan aku melewati seorang petugas dan beberapa bapak-bapak sedang berkerja membetulkan jalan. Aku pun menyapa mereka dan dengan tersenyum mereka melambaikan tangan. It is so nice to visit this country. The people are so warm and kind. Tak lama kemudian aku pun sampai di pantai dan ketika memarkir motor, seekor anjing menggonggong dan berusaha menyerangku. Untung aku bawa tripod yang kugunakan sebagai senjata untuk menakut-nakuti anjing tersebut. Si anjing pun mundur tidak berani maju karena takut kena kepret he3. Keramahan penduduk Turki tidak menular ke anjing ini sepertinya.
Ketika sampai di pantai, aku berhadapan dengan pantai berombak kuat dan pasir bersih yang panjang sampai ujungnya pun tak terlihat. Tak seorang pun terlihat di pantai ini.I have the beach for myself. Melihat sebuah tebing di ujung kiri pantai, aku pun tertarik berjalan menuju tebing tersebut untuk menikmati pemandangan dari atasnya. Pasir pantai yang halus ini dihiasi oleh jejak kaki penyu-penyu laut yang mengunjungi tempat ini semalam. Sekarang pasir ini dihiasi juga oleh jejak kaki manusia Indonesia yang berjalan ga nyantai menuju tebing. Sesampainya di tebing, aku memanjat menuju puncaknya dan kemudian menikmati pemandangan pantai yang tidak terlihat ujungnya ini. Berdiri sendirian di tebing ini membuat aku membayangkan masa lalu, dimana kapal-kapal besar berisi perbekalan berlabuh dan memenuhi pantai ini. Pasti Patara ini kurang lebih mirip dengan Fethiye sekarang yang ramai dengan kapal-kapal layar. Lamunanku buyar karena sayup-sayup aku mendengar suara anjing menyalak di kejauhan. Beberapa orang terlihat nun jauh di sana dekat aku meninggalkan motor. Ah sudah ada pengunjung lain rupanya. Aku pun kemudian turun dan berjalan menuju tempat parkir.
Perjalanan pulangku menuju Kas hanya memakan waktu sejam. Sesekali aku berhenti mengambil foto pemandangan laut yang indah. Langka sekali bisa menikmati pemandangan seperti ini. Ketika sampai di Aphrodite Hotel,sarapan sedang disajikan. Aku pun mengambil jatah sarapanku dan menyeduh secangkir kopi hitam. Yusuf, sang pemilik hotel, menanyakan kemana aku pergi tadi pagi. Ketika menjawab aku baru saja dari Patara, matanya terbelalak dan seolah tidak percaya dia mengulang pertanyaannya. Aku pun tersenyum dan mengiyakan kalau aku baru kembali dari sana. “Amazing!” katanya. Yusuf menawarkanku harga khusus untuk menginap satu malam lagi, namun sayang aku sudah memiliki rencana lain. Aku akan pergi menuju Antalya hari ini. Yusuf pun mengerti dan dia siap mengantarkanku menuju Otogar dengan mobilnya. Berat sebenarnya meninggalkan Kas. Birunya Kaputas dan indahnya Patara selalu terekam di ingatanku dan menjadi kenangan yang suatu saat akan kuulangi. Someday..only if..
Things to know :
- Harga tiket masuk Pantai Patara dan Reruntuhan kotanya adalah 5 Lira namun jika anda ingin mengunjungi pantai ini lebih dari beberapa kali dalam 10 hari belilah tiket terusan seharga 10 Lira. Pantai ini ditutup untuk umum saat matahari terbenam karena penyu-penyu laut akan datang untuk bertelur.
- Patara dapat dikunjungi dari Kas atau Fethiye dengan menumpang dolmus atau bis (turun di Gelemis dan anda bisa berjalan atau hitchike menuju pantai).
[…] hidup saya, saya belum pernah mengendarai motor dengan rute seindah Amalfi Coast. Rute Kas– Patara di Turki yang dulu pernah saya jajal memang indah, namun tidak menantang seperti rute Amalfi Coast. […]
[…] Patara Pelabuhan Patara, tempat Rasul Paulus pernah berganti kapal Hadrian’s Gate at night (Antalya) Antalya atau disebut Pelabuhan Indah juga merupakan tempat yang pernah dikunjungi Rasul Paulus […]