Laodicea : A Visit to the Lukewarm Church

Setelah beristirahat sendirian di kamar dorm yang dingin semalam, aku pun bangun dan bersiap untuk meninggalkan Selcuk. Hari ini aku akan pergi ke Denizli dengan kereta dan melanjutkan perjalanan menuju Laodicea, reruntuhan kota (gereja) ke lima dari 7 gereja di kitab Wahyu. Setelah Efesus, Laodicea adalah kota terakhir yang akan kukunjungi. Sisanya Philadelphia dan Thyatira terlalu jauh untuk dijangkau. 5 out of 7 is good enough.

Pagi yang sepi dan belum ada penghuni hostel yang bangun. Aku pun naik ke roof top cafe yang ada di lantai 3 hostel. Aku pun kemudian membuat secangkir kopi hitam untuk menemaniku di pagi yang dingin dan sepi ini. Seorang diri aku menikmati hangatnya kafein ditemani suara burung-burung yang terbang hilir mudik di sekitar hostel. Pandanganku teralihkan ke pilar tempat beberapa burung bertengger. Pilar yang merupakan bagian dari Kuil Artemis itu ternyata kelihatan dari sini. Rangkaian pegunungan dan lapangan hijau yang terhampar juga terlihat. Indahnya suasana pagi ini membuatku terhanyut dalam lamunan. Keindahan negeri yang kaya akan peninggalan sejarah ini selalu membuatku betah. Mungkin suatu saat, aku akan mengunjungi tempat ini dan tinggal lebih lama lagi.

Setelah menikmati sarapan sederhana, aku pun membawa tasku dan berjalan menuju stasiun kereta. Kereta jurusan Basmane (Izmir) – Denizli datang tepat waktu pukul 9 pagi dan membawaku menuju Denizli. Perjalanan menuju Denizli selama tiga jam kuisi dengan menulis tentang perjalananku selama ini. Kondisi kereta yang nyaman dan tenang membuat perjalanan 3 jam terasa sebentar saja. Sesekali aku memperhatikan pemandangan dari jendela kereta. Hamparan tanah pertanian diselingi dengan perumahan dan pertokoan menjadi tontonan yang menarik. Terkadang aku sambil menikmati pemandangan, pikiranku melayang-layang tentang apa yang sudah terjadi dalam kehidupanku selama ini. Inilah enaknya pergi sendirian. Aku memiliki banyak me time dan fokus untuk menghilangkan kepenatan rutinitas kerja. Aku tidak perlu memikirkan masalah pekerjaan. Apa yang ada dalam pikiranku sekarang hanya mau makan apa nanti?di Laodikea ada bangunan menarik apa ya?dan segala pikiran random lain yang membuat aku merasa hidup dan penuh dengan semangat “enjoy the moment”.

Kereta pun sampai di Stasiun Denizli. Seluruh penumpang turun dari kereta karena stasiun ini adalah stasiun terakhir dari rute Basmane-Denizli. Memanggul backpack di punggung dan tas pacsafe di samping pinggang, aku berjalan menuju Otogar Denizli yang jaraknya sekitar 1.5 km dari Stasiun Kereta Denizli. Denizli adalah kota yang ramai. Banyak orang berlalu lalang di jalur pedestarian dan jumlah kendaraan yang cukup banyak sampai membuat macet di beberapa perempatan. Terdapat banyak restoran dan kios makanan, namun saat ini aku ingin mencapai Otogar segera baru kemudian makan. Setelah berjalan mengikuti petunjuk google map dan orang-orang yang saya tanya, akhirnya aku sampai di Otogar Denizli.

Otogar Denizli memiliki dua tingkat dengan bis jarak jauh bertempat di lantai atas dan bis jarak pendek (biasanya minibus) di basement. Karena membawa tas yang berat, aku pun kemudian pergi menuju lantai basement untuk menitipkan tasku di tempat penitipan tas (Emanetci). Sebenarnya aku bisa saja menitipkan tas di agen bis tujuanku berikutnya yaitu Fethiye, tapi karena aku tidak tahu kapan akan berangkat ke Fethiye, akhirnya aku memutuskan untuk menitipkan tas di penitipan tas yang cuma 5 lira sehari. Setelah makan kebab ayam dan segelas ayran, aku pun berjalan menuju peron 76 di basement untuk menumpang dolmus menuju Laodicea. Dolmus jurusan Pamukkale ini berangkat tiap 15 menit sekali dan cukup nyaman asal tidak ramai saja. Dolmus berangkat dan aku mengatakan kepada sopir kalau aku akan turun di Laodicea. Sedikit mengernyitkan dahi, sang sopir mengucapkan “Laodikiya, tamam”. Mungkin dia heran kenapa aku mengunjungi Laodicea bukannya Pamukkale seperti turis pada umumnya. Well, aku sudah pernah ke Pamukkale dua tahun lalu dan kali ini tujuanku hanyalah Laodicea sebagai bagian dari solo tour 7 Churches of Apocalypse. Sebenarnya masih ingin aku melanjutkan menuju Pamukkale, namun waktuku tak banyak, karena setelah mengunjungi Laodicea, aku harus menumpang bis selama 3 jam menuju Fethiye.

Dolmus menurunkanku di sisi jalan menuju Laodicea. Dari tepi jalan ini, aku harus berjalan sejauh 1km untuk sampai di pintu gerbang Laodicea. Cuaca panas dan cukup terik saat itu. Aku berjalan dan berharap ada mobil lewat supaya aku bisa menumpang menuju Laodicea. Untungnya baru sebentar berjalan, sebuah mobil dengan penumpang pasangan turki yang sedang berlibur mengizinkan aku untuk menumpang mobil mereka. Pasangan ini ternyata hendak mengunjungi Pamukkale dan aku memberitahukan mereka kalau mereka salah jalan.Walaupun salah jalan, mereka tetap mengantarkanku ke Laodikea. Setelah sampai di Laodicea, mereka pun melanjutkan perjalanan menuju Pamukkale.

Laodicea adalah kota yang dibangun oleh Raja Anthiocus II untuk dipersembahkan bagi istrinya Laodice. Kota yang kemudian berkembang sebagai pusat penghasil wol hitam terbaik di Romawi Kuno ini menjadi kaya berkat posisinya yang strategis di Anatolia.Kota ini juga menjadi pusat perbankan dan bisnis. Kota ini mengalami gempa berkali-kali namun karena kekayaannya, kota ini pernah menolak bantuan Kekaisaran Romawi untuk membangun ulang kotanya. Laodicea juga memiliki komunitas Yahudi dan Kristen yang cukup banyak. Dalam Suratnya kepada Jemaat di Kolose, Rasul Paulus menuliskan pesannya dan meminta suratnya dibacakan juga kepada jemaat di Laodicea. Laodicea adalah gereja terakhir dalam 7 gereja di kitab Wahyu. Gereja ini disebutkan sebagai jemaat yang seperti air suam-suam kuku. Pengertian kata suam-suam kuku dalam konteks ini sesuai dengan kondisi air yang sampai ke Laodicea saat itu. Terletak dekat dengan Hierapolis yang terkenal dengan air panasnya yang berkhasiat dan Kolose yang memiliki sumber air pegunungan yang sejuk, penduduk Laodicea membangun aquaduct (saluran air) dari sumber air panas di Hierapolis menuju Laodicea. Namun karena jaraknya yang lumayan jauh (sekitar 8km), air tersebut pun menjadi suam-suam kuku dan tidak banyak berguna untuk kesehatan (bangsa Romawi layaknya bangsa Jepang suka berendam dengan air panas dan percaya akan khasiat penyembuhannya). Jemaat Laodicea diperingatkan akan sikap apatis mereka terhadap iman mereka dan diminta untuk bertobat dan menjadi kaya secara rohani. Bukan kaya secara materi yang kemudian membuat mereka cuek, tidak panas juga tidak dingin terhadap iman kristiani mereka.

Situs Laodicea terbentang luas dengan reruntuhan yang tersebar di lapangan yang luas tanpa pohon dan bangunan lain. Situs luas ini menandakan betapa besarnya kota ini dahulu kala. Beberapa bagian dari jalan kuno seperti Syrian Street berhasil diekskavasi para arkeolog dan banyak bangunan lain mulai “dibangkitkan” dari tidurnya. Pemerintah Turki sangat serius mengekskavasi Laodicea. Banyak alat berat dan arkeolog yang sibuk bekerja ketika aku mengunjungi situs yang baru diekskavasi dari tahun 2003 ini. Bukan tidak mungkin dalam 20 tahun kedepan, Laodicea bisa setenar Efesus sebagai tempat tujuan wisata.Menjadi satu-satunya pengunjung di Laodicea, aku leluasa berjalan ke sana kemari menikmati suasana sepinya kota. Berada di salah satu reruntuhan kuil, aku melihat segumpal bagian bukit berwarna putih seperti kapas di kejauhan. Bukit itu adalah traventines Pamukkale yang terkenal. Walau tidak mengunjunginya kali ini, aku masih bisa melihatnya dari kejauhan. Ada banyak bangunan di Laodicea, namun sayangnya kebanyakan bangunan  ini tidak memiliki papan keterangan sehingga sulit mengetahui info lebih lanjut. Aku berhasil menemukan dua teater yang kondisinya tidak sebaik teater di Miletus atau Hierapolis namun posisinya sungguh indah,menghadap tanah pertanian yang hijau membentang.

Setelah berkeliling selama 2 jam, aku pun kemudian beranjak pergi dari situs Laodicea. Seorang arkeolog yang sedang mengendarai sepeda motor menawarkanku tumpangan menuju pintu gerbang. Lumayan, aku tidak perlu capek-capek berjalan mengingat jaraknya cukup jauh. Sesampainya di pintu gerbang, hoki-ku ternyata masih berlanjut, seorang Guvenlik (Security Guard) bernama Okan hendak menuju Denizli, dan aku pun nebeng sampai Otogar. Tadinya aku hanya ingin nebeng sampai tepi jalan untuk menumpang dolmus, namun Okan yang tahu aku akan menuju Otogar menawarkan untuk mengantar sampai Otogar. Penduduk Turki memang ramah dan baik hati. Sepanjang perjalanan kami ngobrol walau bahasa menjadi kendala namun paling tidak kami saling memahami satu sama lain lewat bahasa isyarat dan sedikit bantuan google translate. Setibanya di Otogar, aku mengucapkan terima kasih kepada Okan yang kemudian melanjutkan perjalanannya. Selesai sudah misiku mengunjungi 5 dari 7 Gereja di Kitab Wahyu. Misi yang membuka wawasanku mengenai kehidupan gereja mula-mula di Asia Kecil ini membuat perjalananku lebih berarti.

Setelah mengambil tas dan membeli 2 roti di Otogar, aku pun berangkat ke Fethiye dengan bis Fethiye Seyahat. Perjalanan menuju Fethiye memakan waktu 3 jam dan ketika sampai di Fethiye, jam sudah menunjukkan pukul 7 malam. Aku pun segera mencari El Camino Hostel, tempatku menginap di Fethiye malam ini. Aku pernah tinggal di Fethiye selama 3 hari dua tahun lalu. Pemandangan Fethiye tidak asing dan selalu hangat di pikiranku. Namun kali ini, aku hanya memiliki waktu semalam. Semalam di daerah Marina yang indah, sebelum langkahku membawaku ke daerah pesisir pantai Turki.

Things to know:

  1. Laodicea terletak diantara Denizli dan Pamukkale. Jika anda ingin mengujungi Laodicea, anda dapat menumpang dolmus tujuan Pamukkale dan meminta supir menurunkan anda di jalan menuju Laodicea. Anda dapat melanjutkan jalan kaki sejauh 1 km dari tepi jalan utama. Kunjungan menuju Laodicea dapat digabungkan dengan kunjungan menuju Pamukkale dan Hierapolis.
  2. Otogar Denizli memiliki fasilitas restoran,penitipan tas dan petunjuk yang jelas. Jangan ragu bertanya kepada orang di dalam otogar, banyak yang siap membantu anda untuk mencapai tujuan.

3 Comments

  1. Tulisan yg sangat menginspirasi. Saya ingin tau Mas, mengingat Laodikia terletak di pertengahan jalan antara Pamukkale dan Denizli, apakah mungkin masih tersisa seat kosong di dolmus yg menuju terminal Denizli? Soalnya saya membawa 3 org lagi dlm perjalanan.
    Terimakasih.
    Tetty

    • Hi Tetty. Untuk kepastian apakah ada seat kosong atau tidak itu diluar pengetahuan saya. Karena dolmus itu sama seperti angkot yang berangkat dari satu titik ke titik lain untuk mengangkut penumpang. Dolmus dari Pamukkale menuju Denizli cukup banyak, jadi jika mbak berangkat dari Denizli atau Pamukkale pun, besar kemungkinan masih dapet seat. Kalaupun ga dapet seat, masih bisa berdiri karena dolmusnya cukup besar.

Leave a Reply