Setelah tidur secukupnya di Lotus Garden Hostel, aku pun pergi pagi-pagi menuju Otogar. Rencanaku pagi ini adalah mengunjungi dua reruntuhan kota kuno yaitu Sardis dan Pergamum. Malam sebelumnya Osman, salah seorang karyawan Lotus Garden menawarkan Kent card untuk kugunakan ke Otogar.Sayangnya, kartu ini belum ada isinya dan aku harus mengisi kredit ke kartu tersebut sebelum bisa digunakan. Karena aku pergi begitu pagi (jam 7 pagi), hostel masih belum menyediakan sarapan. Jangankan menyiapkan sarapan, para penghuni hostel belum ada seorangpun yang bangun selain diriku sendiri. Akhirnya aku pun berjalan keluar gang dan mampir ke sebuah warung kopi tempat bapak-bapak nongkrong. Dengan percaya diri aku memesan segelas kopi Turki dan si om penjaga warung pun tersenyum melihat seorang turis bermata sipit nongkrong di tempat yang biasanya jarang dikunjungi orang asing ini. Warung kopi atau teh ini memang biasanya tempat ngumpul bapak-bapak untuk ngobrol dan bermain backgammon. Jarang sekali terlihat ada wanita yang duduk di sini untuk menikmati teh. Setelah menyeruput segelas kopi Turki yang terkenal strong ini, aku pun berjalan ke halte sebelah Stasiun kereta Basmane untuk naik bis Eshot menuju Otogar.
Nah sekarang ini masalahnya, Kent Card yang dipinjamkan oleh Osman belum ada kreditnya dan toko tempat aku bisa mengisi kredit belum buka. Akhirnya aku pun menyiapkan uang cash berharap kalo sopir bis mau menerima uang tunai. Ketika bis datang, aku pun naik dan berlagak kehabisan kredit di Kent Card dan membayar dengan uang tunai, namun supir tersebut malah menolak uang tunai dan mempersilahkan aku naik tanpa bayaran. Saya jadi tidak enak sendiri namun supir tersebut bersikeras. Akhirnya sambil mengucapkan “Tesekur Edirim” aku duduk di bis. Perjalanan bis menuju Otogar hanya sekitar 20 menit pagi itu. Otogar (terminal bis) di Izmir memiliki dua tingkat. Lantai dasar dikhususkan untuk melayani bis jarak jauh seperti menuju Istanbul, Antalya, Denizli dll. Lantai atas dikhususkan untuk melayani bis jarak dekat seperti menuju Salihli, Bergama, Selcuk dll. Karena tujuan awalku adalah Sardis yang searah dengan Salihli, aku pun berjalan menuju lantai atas Otogar.
Beberapa counter tiket di lantai atas menyediakan tiket untuk menuju Salihli. Aku segera membeli sebuah tiket menuju Salihli dan minibus jurusan Salihli pun sudah terparkir di peron tak jauh dari counter tiket. Tidak perlu menunggu lama, sopir pun memanaskan mesin dan siap berangkat. Aku mengingatkan sopir kalau aku akan berhenti di Sartmustapha, sebuah desa letak reruntuhan kota Sardis sekarang. Perjalanan menuju Sartmustapha terbilang lancar dengan cuaca yang terik. Sekitar satu jam kemudian, sopir bis menghentikan kendaraannya kemudian berkata “Sart” kepadaku sambil menujuk ke jalan sepi di tepi jalan raya. Aku pun kemudian berjalan sendirian di jalan beraspal yang tidak ada satu kendaraan pun lewat.Setelah berjalan sekitar 1.5km, aku pun sampai di persimpangan dimana ada beberapa restoran dan minimarket berada. Ah akhirnya ada orang, aku bertanya kepada seorang bapak-bapak yang nongkrong di depan restoran dan beliau menunjukkan lokasi Sardis yang hanya 3 menit berjalan dari persimpangan. Aku pun sampai di Sardis, gereja kedua dari 7 gereja di Kitab Wahyu.
Sardis adalah ibukota Kerajaan Lydia yang sudah berjaya jauh sebelum Imperium Romawi dan Kesultanan Ottoman berada di Asia Kecil. Kerajaan Lidya di bawah kekuasaan Raja Croessus merupakan salah satu kerajaan terkaya di zamannya. Kerajaan ini memperoleh kekayaannya dari emas yang diperoleh dari Sungai Pactolus yang mengalir tak jauh dari Sardis. Sungai Pactolus dipercaya merupakan tempat Raja Midas mencuci tubuh emasnya yang dikutuk oleh para dewa. Kerajaan ini juga merupakan kerajaan pertama yang memperkenalkan koin sebagai alat transaksi. Kejayaan kerajaan Lidya akhirnya pudar setelah ditaklukkan oleh Kerajaan Persia.Sardis pun menjadi salah satu wilayah Persia sebelum kemudian ditaklukkan oleh Alexander Agung dan akhirnya menjadi salah satu kota di bawah Imperium Romawi. Sardis memiliki populasi yang beragam termasuk jumlah populasi bangsa Yahudi yang cukup tinggi di kota ini. Sardis juga dikenal sebagai salah satu dari 7 gereja yang disebutkan dalam Kitab Wahyu.Gereja ini diperingatkan akan kondisi dirinya yang terlihat hidup namun mati secara rohani.Jemaat di gereja ini diperingatkan untuk bangkit dan bertobat akan dosa mereka yang terlalu berkompromi dengan kebiasaan para penduduk lokal yang berlawanan dengan iman mereka (Wahyu 3:1-6). Seperti umumnya kota-kota kuno, Sardis mengalami penurunan setelah terkena bencana alam. Sardis mengalami bencana gempa bumi dan kemudian ditaklukan oleh Bangsa Mongol di abad 15. Sardis pun ditinggalkan dan tidak lagi dihuni sampai sekarang.
Ketika sampai di loket, aku langsung membeli Turkey Museum Card seharga 185 TL untuk mendapatkan akses ke seluruh tempat wisata dan museum di Turki selama 2 minggu. Dengan membeli kartu ini, aku menghemat banyak biaya dan aku tidak perlu mengantri panjang untuk masuk ke tempat wisata (walaupun saat aku pergi Turki sedang sepi pengunjung). Setelah memasukkan kartu ke mesin sensor di pintu masuk, aku pun langsung melenggang masuk ke tempat wisata.
Reruntuhan Sardis merupakan area yang luas dan terbagi dua yaitu reruntuhan kota Sardis dengan Gymnasium dan Synagogue yang menjadi pusatnya dan reruntuhan Kuil Artemis sekitar 1 km dari reruntuhan kota Sardis. Reruntuhan kota Sardis terdiri dari reruntuhan toko,jalan kuno, dan yang paling menakjubkan adalah reruntuhan Gymnasium dan Synagogue. Gymnasium adalah gedung olahraga yang lazim ditemui di kota romawi kuno. Gedung dengan fasilitas olahraga dan pemandian ini merupakan tempat sosialisasi para penduduk kota. Gedung Gymnasium di Sardis memiliki dua tingkat dengan kolam rendam di belakangnya. Bangunan indah yang dibangun pada abad ke 3 M ini merupakan bangunan paling indah di Sardis. Aku yang merupakan pengunjung satu-satunya di reruntuhan ini, tidak bosan-bosannya mengambil foto dan menikmati keindahan ukiran di pilar-pilarnya. Tak jauh dari Gymnasium,, terdapat reruntuhan Synagogue (tempat ibadah agama Yahudi) yang merupakan temuan synagogue terbesar dari zaman kuno. Synagogue yang besar dan indah ini menandakan jumlah penduduk dari etnis yahudi yang cukup besar di Sardis. Diperkirakan bangsa Yahudi telah tinggal di kota Sardis sejak masa kekuasaan Kerajaan Persia. Synagogue ini dulunya merupakan bagian dari Gymnasium. Beberapa bagian dari synagogue ini berasal dari bangunan sebelumnya seperti patung elang dan singa yang diperkirakan merupakan bagian dari kuil dewa dewi yang belum diketahui keberadaannya.
Usai mengunjungi reruntuhan kota Sardis, aku berjalan kaki menuju reruntuhan Kuil Artemis. Suhu udara yang cukup tinggi membuat berjalan kaki menanjak menuju Kuil Artemis menjadi sangat melelahkan namun dengan semangat yang membara, aku pun kemudian sampai walau dengan tampang lecek dan penuh keringat. Seorang arkeolog yang kebetulan lewat dengan sepeda motornya kemudian memberikan tebengan kepadaku. Ah akhirnya aku tidak perlu berjalan jauh lagi. Kuil Artemis yang pilarnya bergaya Ionia ini tidaklah utuh. Kuil ini dibangun untuk menyembah dewi Artemis pada abad ke 3 SM oleh bangsa Yunani dan diperbaiki oleh bangsa Romawi pada abad ke 2 M. Bangunan yang sekarang hanya memiliki 2 tiang penyangga masih berdiri ini pernah juga digunakan untuk penyembahan Zeus dan Kaisar Antoninus Pius. Pada saat aku berkunjung kedua tiang dan beberapa bagian dari kuil sedang dibersihkan oleh beberapa wanita Turki di bawah supervisi arkeolog.Waaupun demikian, pemandangan reruntuhan kuil dengan latar belakang akropolis tetap mengagumkan.
Usai mengunjungi Kuil Artemis, aku harus berjalan lagi sekitar 3 km menuju jalan raya untuk kembali menumpang bis ke Antalya.Memikirkannya saja sudah membuat perutku lapar dan kepalaku pusing. Aku pun terus berjalan sampai aku mendengar suara deru sepeda motor dari belakangku. Aku pun mencoba peruntungan dengan mengacungkan jempol berharap mendapat tebengan setidaknya ke perempatan jalan. Motor pun berhenti dan anak remaja yang mengendarainya mempersilahkanku untuk menumpang sampai perempatan. Aku pun terhindar dari berjalan di bawah terik matahari Turki yang sangar. Setelah sampai di perempatan, aku pun memesan sebuah pide di restoran sebagai makan siangku yang tertunda.
Usai makan siang, aku masih harus berjalan sekitar 1km menuju jalan raya, namun peruntunganku masih baik. Aku kembali mencoba menumpang mobil yang lewat dan sebuah sedan pun berhenti. 2 pria yang baik hati menawarkan tebengan bukan hanya sampai ke jalan raya tapi sampai ke terminal bis terdekat di kota Ahmetli. Fuad salah satu dari bapak2 tersebut bercerita tentang kondisi Turki sekarang. Fuad yang berasal dari etnis Kurdi memiliki sebuah bengkel di Ahmetli.Bisnis pun lesu sekarang akibat banyaknya teror di Turki. Fuad bahkan memberikan no hp-nya dan memintaku menghubunginya kalau mampir lagi ke daerah Ahmetli. Sungguh penduduk Turki ramah-ramah, aku makin betah berada di sini. Setelah sampai di terminal bis, aku pun menumpang bis menuju Izmir. Perjalananku hari ini masih berlanjut ke tujuan selanjutnya yaitu Pergamum, ibukota Kerajaan Pergamum di masa lampau dan salah satu dari 7 gereja di Kitab Wahyu.
Things to know :
- Izmir Otogar dapat dicapai dengan menggunakan bis dari halte di samping stasiun kereta Basmane. Persiapkan 3-5 billkart atau Kent card sebelum naik ke bis. Bis tujuan Otogar bernomor 302 atau tanyakan pada penduduk lokal bis mana yang akan menuju Otogar.
- Bis menuju Salihli tersedia setiap jam sehingga tidak usah takut kehabisan kursi. Jika anda ingin mengunjungi Sardes, katakan pada sopir sebelum naik jika anda ingin berhenti di Sartmustapha atau Sardes.
[…] Stoa menuju teater (pergamum) Temple of Trajan Gymnasium (Sardis) Teater Pergamum yang […]