Mengunjungi Ani : Suatu Romansa Dengan Kota Seribu Gereja

Setelah tidur hanya 3 jam, aku meninggalkan Hush Moda Hostel menuju halte bis Havas di Kadikoy Port.Suasana Kadikoy pagi itu cukup sepi,suara burung laut bersahutan seiring dengan suara peluit kapal yang membahana. Penjual simit pun sudah mulai berjualan. Sebuah simit pun beralih ke tanganku setelah 1 lira kuberikan kepada bapak penjual simit. Bis Havas kemudian datang dan menjemputku menuju Sabiha Gokcen Airport. Lalu lintas Istanbul yang terkenal padat tidak berlaku di pagi itu, bis Havas melaju kencang dan sampai di Sabiha Gokcen hanya dalam waktu 30 menit saja.Aku masih memilik waktu cukup sebelum Pegasus membawaku ke Kars.

IMG_20160621_065406
Bus Havas di Kadikoy Port

Kars adalah nama yang cukup asing bagi turis asal Nusantara. Turis asal Indonesia biasanya hanya mengunjungi tempat-tempat terkenal seperti Istanbul, Cappadoccia, Pamukkale, Efesus dan mungkin Cannakale (Troya). Bahkan beberapa teman dari Turki pun mengernyitkan dahi dan bertanya,” What are you doing in Kars?I have never thought of visiting Kars”. Haha, well..berada di ujung timur dari Turki berbatasan dengan Armenia, Kars adalah kota yang bisa dianggap bukan destinasi turis kebanyakan. Walaupun demikian, Kars menyimpan sebuah destinasi yang indah dan misterius bernama Ani.

Ani adalah reruntuhan ibukota Dinasti Bagratid Armenia yang dulunya menguasai daerah sekitar Kars. Berada di lintasan Jalur Sutera, kota ini menjadi kota perdagangan yang makmur. Pada puncaknya, Ani merupakan saingan Constantinople (nama Istanbul dulu) dan memiliki populasi penduduk yang nyaris seimbang. Kemakmuran kota ini ditandai dengan bangunan-bangunan khas Armenia yang berdiri kokoh sehingga kota ini dijuluki “Kota Seribu Gereja”. Namun kejayaan kota ini pun kemudian memudar setelah diserang oleh bangsa Turki dan Mongol. Gempa bumi dahsyat pada abad ke 14 merupakan bel kematian bagi kota ini. Ani kemudian ditinggalkan begitu saja oleh para penduduknya. Kota ini seperti kota mati berdiri dalam kesunyian lembah hijau berhadapan dengan Armenia.

Pesawat Pegasus Air membawaku ke Kars dalam waktu 2 jam. Penerbangan yang semestinya lancar ini mendadak terganggu sebuah insiden di dalam pesawat. Seorang pria tua mengalami serangan jantung dan jatuh tidak sadarkan diri. Para awak pesawat mencoba melakukan CPR untuk menyadarkan kembali pria tersebut namun tidak berhasil. Pesawat pun kemudian mempercepat lajunya dan kami sampai di Kars Airport 15 menit lebih cepat. Tim medis segera menyambut sang pria yang masih tidak sadar tersebut. Dengan sedikit terkejut, aku melangkah keluar dan melihat sang pria. Aku ingat pria ini. Sebelum naik pesawat, dia memang sudah terlihat lemah dan naik kursi roda.Doaku besertanya dan keluarganya. Semoga yang terbaik diberikan untuk bapak ini. Sambil memanggul backpack Avtechku, aku berjalan menuju bis yang membawaku ke Kars Konak Hotel.

IMG_6851
Pemandangan dalam perjalanan menuju Ani dari Kars

Ketika sampai di Kars Konak Hotel, sang resepsionis yang tidak bisa berbahasa Inggris namun sangat ramah segera menawarkan kopi kepadaku. Karena waktu check in belum tiba, sang resepsionis kemudian menghubungkan aku dengan Celil Ersozoglu, seorang supir yang fasih berbahasa Inggris dan sudah berpengalaman membawa turis menuju Ani. Celil memiliki reputasi yang baik di forum traveller seperti Lonely Planet dan Tripadvisor. Aku telah menghubunginya jauh-jauh hari sebelum sampai di Turki. Celil mengatakan bahwa hari ini hanya ad dua orang turis yang akan dia antar menuju Ani termasuk diriku. Aku pun senang paling tidak ada teman berbagi ongkos taksi. Sejam kemudian, Celil datang dan kami pun berangkat menuju Ani. Perjalanan menuju Ani sangat menyenangkan. Jalanan yang mulus dengan pemandangan padang menghijau dengan bunga-bunga berwarna kuning dan merah yang menghiasinya. Sambil menyetir, Celil menunjukkan jarinya ke arah pegunungan di hadapan kami. “That is Georgia and that mountain range over there is Armenia.Too bad  it is a bit hazy, or else you can see Mount Ararat, do you know Mount Ararat?” jelasnya sambil menanyakan tentang Gunung Ararat. Of course I know. Gunung Ararat adalah gunung tempat bahtera Nuh mendarat setelah bencana air bah selama 40 hari 40 malam. Sayang sekali, cuaca tidak mengizinkan kami melihatnya. Setelah 45 menit berada dalam perjalanan, kami pun sampai di Ani.

Celil memberikan sebuah buku dan peta Ani kepada kami dan dia berkata akan menunggu kami selama 3-4 jam di tempat parkir. Aku memisahkan diri dengan turis lain dan mulai menjelajah kota seribu gereja ini. Tembok kota dan gerbang berukiran singa menyambut aku di Ani. Tembok yang usianya sudah seribuan tahun ini masih berdiri kokoh menjaga kota yang sudah ditinggalkan penduduknya dulu. Setelah melewati tembok kota, langkahku pun terhenti. Pemandangan padang rumput nan hijau, deretan pegunungan nun jauh di sana, langit biru dengan awan-awan tebal yang berarakan ditiup angin serta reruntuhan bangunan yang terpencar membuat aku takjub dan tak lelah mencari angle yang pas untuk memotret. Jalan setapak dengan bunga-bunga liar membawaku ke reruntuhan gereja Holy Saviour yang tinggal setengah karena disambar kilat.Gereja ini pun sekarang harus ditopang oleh rangka baja agar tetap berdiri. Aku berdiri sendirian di reruntuhan kota ini. Turis lain yang datang bersamaku pun tidak terlihat lagi. Berdiri menatap lembah dan Gereja Tigran Honents nun jauh disana, membuatku merasa berada dalam dunia mimpi dimana suatu kesunyian dan kedamaian yang melingkupiku. Gereja Tigran Honents terletak di pinggir lembah yang memisahkan Turki dan Armenia.Di dalam gereja ini masih terdapat sisa-sisa mosaik yang bergambarkan para kudus namun sayang mosaik tersebut sudah pudar dimakan waktu. Gereja ini berdiri sunyi seolah menatap Armenia, negara asal pembangunnya yang terpisahkan oleh aliran Sungai Tatarcik yang deras di bawah sana. Di atas Sungai Tatarcik dulu terdapat sebuah jembatan yang menghubungkan Jalur Sutera antara dataran Asia Kecil dengan Armenia. Namun sekarang jembatan tersebut hanya tersisa reruntuhannya saja.

Aku pun melanjutkan ekplorasiku di reruntuhan kota ini. Langkahku membawaku menuju Katedral Ani, bangunan yang paling terjaga kondisinya di Ani. Katedral Ani dibangun oleh seorang pedagang kaya yang bernama Tigran Honents.  Besar katedral ini menandakan jumlah populasi Ani pada masa katedral ini dibangun cukup besar. Sekarang hanya burung gagak yang bersarang di gereja ini, sesekali burung-burung ini terbang sambil berkicau dengan suara paraunya. Setelah mengunjungi Katedral Ani, aku melanjutkan jalanku menuju Mesjid Manucher yang merupakan salah satu mesjid tertua di Turki. Mesjid yang dibangun oleh bangsa Seljuk ini memiliki minaret yang dulunya masih bisa dinaiki sampai ke puncak. Sayang, ketika aku berada di sana, minaret ini dikunci. Letak mesjid ini menghadap lembah dengan pemandangan yang luar biasa. Aku sempat duduk sebentar menikmati pemandangan dan suara air sungai yang menderu di bawah sana.

Tak terasa aku sudah dua jam berada di Ani, pemandangan yang indah dan reruntuhan yang unik membuat aku betah berlama-lama. Gereja Abulhamrants menjadi tujuanku yang terakhir di Ani. Gereja yang berbentuk peluru khas Armenia ini dibangun di abad ke 11 dan kekokohan batu merah, bahan utama gereja ini, masih membuktikan ketangguhannya. Usai mengunjungi gereja ini, aku masih berjalan melewati reruntuhan-reruntuhan bangunan lain yang tidak kukenal. Jalan setapak yang dihiasi bunga liar terbentang membawaku kembali ke gerbang kota dan Celil sudah menungguku bersama turis yang satu lagi. Sungguh berat meninggalkan Ani. Reruntuhan kota yang berdiri dalam kesunyian lembah yang hijau terus terbayang dalam perjalananku kembali ke Kars. Mengunjungi Ani adalalah mengalami suatu romansa dengan masa lalu dan kedamaian yang sunyi.

DCIM100MEDIA
Menikmati Kesendirian di Jalur Sutera

How to get here:

Naik Taksi atau sewa mobil dari Kars. Kars dapat dicapai dengan naik kereta atau pesawat dari Istanbul. Pegasus dan Turkish Airlines menyediakan penerbangan setiap harinya kesini.

What to bring :

Pakailah sepatu yang nyaman dan celana panjang mengingat jalannya yang tidak rata dan banyak tanaman liar yang bisa melukai betis kalau memakai celana pendek. Saya sempat menemukan seekor ular namun ular ini lebih takut pada saya ketimbang saya takut pada ular tersebut he3. Bawa juga air dan makanan jika perlu dan jagalah kebersihan tempat ini.

Price of entrance : 8 Turkish Lira

 

 

Leave a Reply