Menikmati sepotong Pai di Thailand Utara

Pagi menjelang di gubuk kecil tempat saya merenungi nasib semalam. Suasana adem menjurus ke dingin membuat saya malas bangun tapi apa daya perut sudah sangat lapar. Saya membuka pintu dan melihat kabut di mana-mana menyelimuti pepohonan dan lapangan rumput di depan bungalow. Agak senang bercampur takjub karena saya sangat jarang melihat kabut yang begitu tebal di depan saya. Maklum, di Jakarta ga ada kabut, adanya asep Metromini yang konon ketika saya lagi di Pai sedang dikandangkan oleh Koh Ahok. Tanpa banyak beres-beres, saya pun mengambil kunci motor dan bergegas ke pusat kota Pai.


Kabut menyelimuti kota Pai padahal jam sudah menunjukkan pukul 7 pagi. Suasana yang temaram mengingatkan saya pada game Silent Hill. Banyak penduduk yang masih belum beraktivitas membuat suasana makin mistis dan saya berharap tidak ada mahluk aneh di balik kabut menunggu saya untuk diserang ha ha ha (tertawa garing). Melawan dinginnya suhu pagi, saya berhenti di sebuah kios kopi pinggir jalan untuk ngopi sebentar. Berharap kopi panas yang datang, saya malah dapet segelas kecil kopi hangat yang tidak cukup untuk menghangatkan badan.Untung tak jauh dari kios tersebut, ada penjual bubur ayam berjenggot lebat sibuk melayani beberapa pembeli yang berpeci putih. Ah bubur ayam halal. Saya pun beranjak dan memesan semangkuk bubur ayam spesial pake telor. Makan bubur panas-panas di pagi yang berkabut memang sangat menyenangkan. Dinginnya pagi dihalau oleh kehangatan bubur yang gurih nan nikmat. Ah tak terasa semangkok bubur pun habis tak bersisa. Siapa sangka kalau bubur yang ukurannya dua kali bubur Adam Zhafiq depan gerbang SMAK 8 ini cuma 35 baht?

 

 

IMG_20151221_075229
Jeep nyusruk ke cafe di pagi buta

 
Usai sarapan saya pun kemudian kembali ke Mountain View Guesthouse untuk beres-beres, namun ada kejadian unik di pagi itu dalam perjalanan kembali ke bungalow saya. Ketika menunggu lampu merah beralih ke hijau di salah satu perempatan di kota Pai. Sebuah jeep melaju kencang dan berbelok nyaris menabrak sebuah pengendara motor di sebelah saya yang sama-sama menunggu lampu hijau. Tampaknya pengemudi jeep tersebut kaget melihat ada motor di sana dan langsung banting setir menghindar dan menabrak café yang untungnya masih belom dibuka pagi itu. Saya kaget sempat berseru “WTF!” namun kembali sadar dan meraih handphone untuk mengabadikan peristiwa jeep nyusruk café tersebut. Pengemudi jeep langsung melompat keluar jeep dan terlihat berdiri kebingungan. Lampu hijau tanda kendaraan berjalan pun menyala dan saya kemudian langsung tancap gas menuju gubuk tercinta.


Usai beres-beres, saya pun segera berangkat menuju tempat-tempat wisata di Pai. Tujuan pertama saya adalah Chinese Village yang letaknya tak jauh dari kota Pai. Dinamakan Chinese Village karena di tempat ini dibangun taman dengan nuansa oriental lengkap dengan replika tembok Cina dan bangunan khas negeri Tiongkok. Konon dulu ada sekelompok penduduk Cina pendukung partai nasionalis yang hijrah ke daerah Thailand utara ketika rezim Nasionalis tumbang berganti komunis. Tampaknya pemerintah Thailand menggunakan fakta sejarah ini sebagai daya tarik wisata di Pai. Chinese Village di dekat kota Pai ini menurut saya terlalu “touristy” dan tidak orisinil sama saja seperti Chinese Village serupa di Kota Wisata Cibubur misalnya. Semua dibangun mirip-mirip saja dan bagi saya tidak begitu menarik selain sebagai obyek foto. Di Chinese Village ini ada lapangan bunga berwarna kuning yang bagus untuk berfoto ala kekinian. Bedanya dengan taman bunga amaryllis di tanah air yang baru-baru ini dirusak pasukan selfie, taman ini memiliki jalur dan tempat berfoto sehingga bunga-bungaan tersebut tidak rusak diinjak-injak pengunjung yang tidak bertanggung jawab. Selain lapangan ini, kita juga bisa berfoto di replika tembok China yang di bawahnya dijadikan toko souvenir. Well, temboknya biasa tapi pemandangan pegunungannya luar biasa. Langit yang cerah dengan pemandangan pegunungan sungguh membuat hati nyaman melihatnya.

 
Usai mengunjungi Chinese Village, saya menyibukkan diri naik motor sampai ke pelosok-pelosok sekitar kota Pai. Yah, memang tujuan trip saya ke Pai kali ini naik motor dan santai. Pemandangan di sekitar jalan dan sesekali berhenti di café pinggir jalan untuk ngopi menjadi aktivitas saya. Setelah puas ngafe dan ngojek (loh..) saya pun kembali ke gubuk dan tidur siang di hammock (tempat tidur gantung) di teras gubuk saya. Memang enaknya di Pai itu adalah doing nothing. Santai tanpa beban untuk mengunjungi tempat-tempat wisata karena daya tarik Pai itu sendiri adalah suasananya, bukan grasak grusuk mengunjungi tempat-tempat wisata sambil berfoto dan uda gitu aja. Saya berusaha memutus pattern liburan saya yang sering terkesan hanya berburu foto kekinian tanpa benar-benar embrace the moment. Ketika di Bangkok saya tidak punya agenda khusus dan hanya berjalan mengikuti teman saya yang gila makan. Ketika di Chiang Mai, saya pun melewatkan tujuan-tujuan wisata utama selain Doi Suthep dan memilih makan Khao Soi dan menikmati Thai massage saja. Pokoknya santai aja deh namanya juga liburan.


Usai puas tidur siang, saya kemudian kembali lagi menunggangi Yamaha Nmax untuk pergi ke Pai Canyon. Pai Canyon adalah fenomena alam unik yang terletak tak jauh dari Pai. Ngarai sempit yang tingginya 50 meter menjorok ke perbukitan nan hijau. Ngarai ini merupakan tempat ideal untuk menikmati pemandangan matahari terbenam. Saya menghabiskan waktu disini berfoto dan duduk duduk menikmati pemandangan yang sungguh indah. Ngarai ini cukup panjang dan terjal. Kita bisa berjalan menuruninya tapi harus berhati-hati karena jalan yang sempit dan cukup menantang. Karena luasnya area Pai Canyon, banyak muda-mudi yang sengaja mencari spot bagus untuk berduaan menikmati pemandangan matahari terbenam. Saya pun mencari tempat sepi untuk sekedar duduk dan menikmati tenggelamnya sang surya.


Setelah matahari terbenam, saya segera berangkat ke pusat kota Pai. Beberapa jalan di pusat kota Pai ditutup pada pukul 6 sore ke atas. Jalan-jalan ini ditutup untuk kendaraan karena event tiap malam di jalan-jalan ini adalah pasar malam. Pai Walking Street, demikian nama populernya. Jalan-jalan ini dipenuhi oleh lapak-lapak pedagang dari makanan sampai oleh-oleh kaos Pai. Bagi saya, ini adalah salah satu daya tarik utama kota Pai. Saya memarkir motor saya di pinggir jalan dan kemudian melanjutkan dengan berjalan kaki sambil jajan. Ada banyak pilihan makanan di sini dari makanan khas Thailand sampai makanan manca negara seperti burger, schwarma, dan nasi briyani ala India. Ada juga penjual teh yang menyajikan minumannya dalam potongan bamboo. Uniknya penjual teh ini juga berkostum ala karakter kartun lengkap dengan pedang-pedangan dan hiasan bertanduk. Mau jualan apa perang bang? Bagi yang muslim, jangan takut untuk makan di Pai, ada komunitas muslim yang cukup besar di Pai. Banyak penjual makanan yang menyediakan makanan halal bahkan ada penjual mie Yunnan yang menyediakan menu halal. Usai berburu makanan dan oleh-oleh, saya pun kembali ke gubuk sederhana saya yang menunggu saya dalam kegelapan malam yang dingin….

6 Comments

  1. iya naik motor juga kesananya.. dari chiang mai nyewa motor, mutar dari mae sariang – khun yuam – mae hong son – pai.. kira2 5 hari gt hehe.. seru abis, kalo ada waktu masi pingin explore sana lagi.. btw salam kenal gan..

Leave a Reply