The Ride to Pai (cerita keisengan lonely traveller naik motor dari Chiang Mai ke Pai)

Pai. Satu kata. Tiga huruf.Satu konsonan dan dua vocal. Kata yang biasanya membangkitkan selera ngopi dan berhubungan dengan buah apel ini berarti berbeda di benak saya pada bulan Desember 2015. Pai kali ini adalah sebuah kota (desa lebih tepatnya) kecil yang terletak di pegunungan 134km dari Chiang Mai. Terletak di atas pegunungan yang terpencil, Pai tidak lantas menjadi kota yang tidak populer dengan turis. Justru sebaliknya, Pai ramai dikunjungi para backpacker manca negara dan domestik yang tertarik dengan keindahan alam dan suasana santai yang membuat turis betah berlama-lama di sini. Bahkan ada juga komunitas bule hippie yang sudah lama tinggal di sini. Why did I visit Pai? Apakah saya ingin bergabung dengan komunitas hippie juga? Nooo, rambut saya terlalu pendek buat dibikin ala dreadlock dan pakaian mereka terlalu berwarna buat saya. Alasan saya mengunjungi Pai adalah karena saya ingin menjajal naik motor dari Chiang Mai menuju Pai melalui jalur 1095 yang terkenal dengan keindahan pemandangan serta 762 belokan menanjak dan menuruni pegunungan. Setelah menjajal naik motor di Turki, Vietnam, dan juga Yunani kali ini giliran pegunungan Thailand yang menjadi sasaran keisengan saya.


Setelah puas makan khao soi di Chiang Mai, saya berjalan menuju rental motor di sekitar Tha Pae Gate, Old Town Chiang Mai. Ada beberapa rental motor di sini, tapi tak satu pun yang punya stok Honda Phantom 200cc incaran saya. Motor yang kalo dari jauhhhh mirip dengan Harley Davidson ini keliatan keren n jantan kalo saya yang naik. Berasa kayak Darryl Dixon dari seri Walking Dead minus cross bow deh (maunya). Akhirnya saya menemukan satu rental yang bernama Mr Mechanic yang punya satu stok Honda Phantom 200cc keluaran tahun jebot dan kondisinya agak memprihatinkan.Saya pun kemudian meminta test drive sebelum menyewa dan akhirnya setelah satu lap keliling jalan deket Tha Pae Gate, niat bergaya ala Walking Dead pun pupus. Motor ini memiliki transmisi gigi congkel yang sangat asing bagi saya dan kondisi mesinnya agak meragukan. Saya pun kemudian batal menyewa motor tersebut dan memilih Yamaha NMax 155cc yang masih baru dan gagah. Scooter dengan ruang bagasi di bawah joknya ini cukup tangguh untuk medan yang akan saya tempuh. Harganya 1650baht untuk 3 hari sudah termasuk asuransi. Memang harganya lebih mahal dibandingkan dengan motor bebek seperti Honda Blade yang sehari hanya sekitar 100-200baht tapi berkaca dari pengalaman, naik motor cc rendah ke daerah pegunungan adalah hal yang melelahkan kalo ga mau dibilang berbahaya. Setelah menitipkan paspor dan membayar ongkos sewa, saya kemudian tancap gas test drive menuju Doi Suthep.Yamaha NMax melaju dengan gagah dan tidak terpengaruh dengan tanjakan menuju Doi Suthep. Test Drive berhasil. Saatnya untuk the real ride esok hari.


Setelah menitipkan tas backpack saya di So Hostel, saya kemudian membawa tas gym saya yang penuh dengan pakaian dan barang ala kadarnya dan menaruhnya di bawah jok motor. Bermodal GPS saya mencari jalan menuju rute 107 yang menghubungkan Chiang Mai dengan rute 1095 menuju Pai. Setelah 15 menit berangkat dari So Hostel, saya pun sampai di rute 107. Rute 107 merupakan jalan raya yang cukup ramai tapi lancer. Rumah-rumah penduduk dan pertokoan khas Thailand masih berjejeran di kiri dan kanan jalan. Jika anda belom sarapan, anda bisa mampir ke Sevel (711) atau restoran kecil yang banyak di jalur ini. Setelah setengah jam berlalu, saya kemudian sampai di perempatan yang mengarahkan saya ke sebelah kiri. Ya, saya telah sampai di Rute 1095. Rute panjang dengan pemandangan indah menuju Pai.


Rute 1095 diawali dengan jalan lurus yang lengang dan sesekali saya melewati café dan restoran yang menggoda untuk dikunjungi. Saya berhenti sebentar di sebuah café kecil untuk beristirahat melempengkan kaki dan mengistirahatkan pantat yang pegel juga walau saya belom lama memulai perjalanan. Berbekal bahasa tarzan, sebuah es matcha green tea pun berada di genggaman. Segarnya minum es setelah naik motor 1 jam, rasanya seperti siraman rohani di hati yang tandus he he he yeah right. Selesai menyeruput es tersebut, saya pun pamitan pada tante2 pemilik café dan kemudian tancap gas menuju jalan yang mulai mendaki dan berkelok-kelok. Konon ada orang iseng yang menghitung jumlah belokan rute 1095 menuju Pai ini. 762 belokan totalnya. Jalan menanjak dan menurun dengan belokan yang begitu banyak memang menjadi momok tersendiri bagi yang naik van menuju Pai.Banyak blog travel yang menyarankan untuk tidak naik bis atau van menuju Pai jika memiliki kecenderungan mabuk kendaraan. Jarak tempuh Chiang Mai – Pai hanya 3 jam dengan van tapi jumlah belokan dan juga perilaku sopir Thai yang suka ugal-ugalan bisa membuat perut mual dan JACKPOT! Muntah-muntah. Saya bahkan sempat berpapasan dengan semacam rambu dengan simbol orang muntah. Apa ini yang disebut rambu “Boleh muntah di sini?” ? Saya pun kurang paham dan berlalu setelah memotret rambu tersebut.


Jalan yang semakin menanjak membuat suhu udara semakin sejuk dan sesekali saya berhenti untuk memotret pemandangan gunung dengan pepohonannya yang hijau asri. Beberapa pengendara motor juga berhenti untuk beristirahat dan memotret. Lebih banyak turis Eropa dan Amerika yang iseng naik motor ke sini. Ben dan Mary, pasangan suami istri dari London yang barengan saya ngaso di pinggir jalan menjelaskan kalau ini pertama kalinya mereka mencoba jalur 1095. Mereka juga menyarankan saya mencoba jalur Mae Hong Son loop yang lebih indah namun tentunya lebih jauh. Thailand sungguh luar biasa, bagian utara banyak dihiasi dengan pemandangan pegunungan yang indah dan bagian selatan memiliki pantai-pantai dengan pemandangan kelas dunia. Sungguh negara yang indah.
Rute indah dengan pepohonan dan suhu yang sejuk memang membuat perjalanan menjadi menyenangkan. Namun, sesekali van atau mobil akan mencoba menyalip dari belakang dan membuyarkan konsentrasi saya yang sedang menikmati pemandangan. Jalan yang semakin sempit memang membuat kendaraan yang lebih besar ingin mendahului. Saya pun memberi jalan dengan menepi perlahan. Selain van dan kendaraan yang mau nyelip, kondisi jalan pun kemudian memburuk. Dari aspal yang halus kemudian berganti menjadi aspal rusak berkerikil dan terkadang basah. Saya pun tidak bisa menambah kecepatan karena kondisi motor yang sudah goyang . Sesekali saya berpapasan dengan truk bangunan dan mesin pengaspal jalan. Tampaknya ada perbaikan jalan yang sedang dilakukan. Kondisi jalan yang buruk diperparah dengan debu tanah liat yang berterbangan karena kendaraan yang lewat. Untung kebiasaan memakai masker di Jakarta kebawa juga ke Thailand. Saya tidak mengalami masalah dengan debu tanah yang pekat karena masker dan helm tutup yang saya pakai.


Setelah berkelok-kelok selama kurang lebih sejam, saya sampai di sebuah pondokan dimana beberapa turis asing sibuk berfoto2 dengan latar belakang pegunungan. Saya pun menepi kepengen nimbrung foto juga. Ternyata pondokan ini adalah pos pengendalian kebakaran hutan yang juga merangkap tempat peristirahatan. Pondokan ini juga menyediakan toilet dan ada warung kecil jika pengunjung ingin sekedar membeli minuman. Pemandangan pegunungan hijau dengan pepohonan yang tinggi menjadi incaran para turis yang mampir sejenak di tempat ini. Saya iseng bertanya kepada seorang pengendara motor yang juga beristirahat di sini mengenai berapa lama lagi menuju Pai. Ternyata hanya sejam lagi saya akan sampai di sana.Saya pun segera pamitan dan kemudian segera berangkat melanjutkan perjalanan.
Dalam sisa perjalanan menuju Pai ini, kondisi jalan menjadi lebih baik walau masih ada pekerjaan perbaikan jalan yang kadang membuat saya harus membawa motor saya lebih hati-hati. Jalan aspal dengan kerikil dan terkadang tanah liat membuat motor saya berjalan perlahan asal selamat. Sementara mengendara pikiran saya melayang memikirkan apa yang akan saya lakukan di Pai. Terus terang pada liburan kali ini saya tidak memiliki planning yang pasti. Sebelum ke Pai, saya menemani dua teman saya wisata kuliner di Pattaya dan Bangkok.Itu pun saya tidak memiliki agenda khusus mau ngapain dll. Setelah Bangkok ada Chiang Mai yang sudah pernah saya kunjungi sebelumnya, sama seperti Bangkok, saya tidak mempunyai misi apapun di Chiang Mai. Akhirnya kali ini Pai, mungkin saya hanya akan bersantai menikmati udara segar, tapi liatlah nanti.


Setelah berkelok-kelok selama kurang lebih sejam, saya melewati gerbang Welcome to Pai dan beberapa tujuan wisata di Pai seperti Memorial Bridge dan Pai Canyon. Tak sadar saya pun kemudian sampai di kota Pai dan sempat kebingungan mencari penginapan saya Mountain View Guesthouse. Setengah jam saya berputar-putar mencoba mencari penginapan ini sampai akhirnya saya bertanya pada polisi turis. Mountain View Guesthouse terletak di jalan kecil menanjak 5 menit dari pusat kota. Letaknya yang terpencil membuat turis yang menginap di tempat ini harus menyewa sepeda motor atau bakal gempor jalan kaki ke atas.
Saya menyewa sebuah bungalow untuk dua malam dengan harga 600 baht saja (semalam hanya 300baht, gile kan murahnya). Bungalow sederhana dengan kamar mandi dalam ini jika dilihat dari luar kurang meyakinkan tapi cukup nyaman buat saya. “Gubuk” sederhana ini menjadi tempat saya beristirahat sambil menunggu apa yang akan saya lakukan di Pai.

Tips naik motor ke Pai :
1. Sewalah motor dengan cc diatas 125cc karena jalan yang ditempuh agak menanjak dan berkelok-kelok.Bisa juga sih kalo mau naik bebek 110cc, tapi dijamin nanti motornya bakal menangis ketika berhadapan dengan tanjakan.
2. Jangan terlalu berambisi ingin cepat sampai di tujuan. Perjalanan menuju Pai sangat indah dan banyak pemandangan yang sayang jika dilewatkan. Anda juga bisa berhenti di café-café yang bertebaran di rute ini untuk sekedar beristirahat menikmati kopi Thailand yang mantap.
3. Jangan lupa memakai jaket dan masker. Suhu di Pai cenderung sejuk ke dingin bahkan di pagi hari kabut masih menyelimuti daerah ini.
4.Bawa selalu peta atau GPS. Walaupun petunjuk jalan di Thailand cukup jelas dan sering, terkadang GPS bisa membantu untuk menemukan tempat tujuan wisata.

Leave a Reply