Pagi menjelang di Rhodes, saya bangun setelah tidur nyenyak berkat kombinasi badan yang cape dan ouzo. Melihat ke jendela kamar saya, langit biru nan cerah sudah menyambut saya dan matahari pun perlahan mulai menampakkan kegagahan sinarnya. Jalanan masih sepi dan belum banyak orang yang beraktivitas. Bangun dari tempat tidur, saya langsung bersiap menuju kota tua Rhodes lagi untuk menikmati kota tua yang masih sepi dan sejuk. Dengan fisik yang cukup segar setelah tidur semalaman, saya berjalan menuju gerbang D’Ambroise, salah satu gerbang di kota tua Rhodes. Saya sengaja memilih gerbang D’Ambroise untuk melihat sistem tembok pertahanan 3 lapis yang dibangun oleh Ksatria Ordo Hospitaller.
History corner
Pengepungan Rhodes
Ksatria Ordo Hospitaller sebenarnya adalah ordo yang dibentuk untuk melindungi dan mengobati para penziarah yang mengunjungi Yerusalem. Bersama dengan Ordo Templar, Ordo Hospitaller kemudian berkembang menjadi kekuatan militer yang disegani di tanah suci. Seiring dengan bangkitnya kekuatan tentara muslim, Ksatria Ordo Hospitaller ini kemudian terusir dari tanah suci dan menempati Rhodes sebagai basis militer mereka. Para ksatria ini kemudian membangun Rhodes menjadi pulau pertahanan yang tangguh dan dari posisinya yang strategis ini para ksatria mengganggu jalur perdagangan dan logistik Kesultanan Ottoman. Pada tahun 1480,Sultan Mehmed II, Sang Penakluk Constantinople, berusaha menyingkirkan para ksatria yang merupakan duri dalam daging bagi kekuasaannya. Di bawah pimpinan admiral Mesih Pasha, 70 ribu tentara Ottoman menyerbu para ksatria yang hanya berjumlah 4ribu orang. Tentara Ottoman mendapat perlawanan sengit dari pihak bertahan dan akhirnya pergi melarikan diri dengan korban 9ribu orang. Sultan Mehmed II tidak menerima kekalahan ini dan bermaksud untuk menyerang Rhodes lagi, namun sayang niatnya tidak terwujud karena ajal yang menjemput. Kesultanan Ottoman tidak lagi mengganggu Rhodes sampai pada masa kekuasaan Sultan Sulaiman I. Sultan Sulaiman yang ingin memperluas kekuasaannya di laut Mediterania kemudian memimpin sendiri penyerangan ke Rhodes dengan membawa 200 ribu pasukan yang diangkut dengan 400 kapal.
Pihak Ksatria Hospitaller yang telah mengetahui rencana penyerangan Sultan Sulaiman dari jauh-jauh hari segera bersiap menghadapi pertempuran yang akan datang. Tembok-tembok kota dibangun dengan konsep yang lebih kuat menghadapi meriam dan titik-titik lemah benteng diperbaiki dengan metode terbaru dari Italia. Sang pemimpin Ksatria Hospitaller yaitu Phillipe Villiers L’Isle Adams meminta bantuan dari Eropa untuk membantu pertahanan Rhodes. Namun hanya sedikit pasukan yang datang membantu sehingga Rhodes hanya memiliki 7500 tentara untuk mempertahankan diri. Tentara Ottoman mengepung Rhodes dan membombardir temboknya yang kuat itu dengan meriam. Tembok yang telah diperbaharui ini terbukti tangguh menghadapi gempuran tentara Ottoman dan berperan penting dalam menghalau gelombang serangan yang terus menerus datang. Setelah bertempur sengit selama setengah tahun akhirnya kedua pihak pun sadar mereka dalam posisi yang sulit. Pihak Hospitaller menderita kelelahan dan jumlah prajurit yang semakin berkurang. Pihak Ottoman yang walaupun memiliki keunggulan dalam jumlah prajurit menderita kerugian yang besar akibat pertahanan kuat dari Ksatria Hospitaller dan wabah. Kedua pihak akhirnya menempuh kesepakatan damai. Pihak Ksatria Hospitaller dapat meninggalkan Rhodes dengan segala barang kepunyaannya. Para penduduk yang ingin meninggalkan Rhodes juga dapat pergi dengan selamat tanpa gangguan sementara para penduduk yang tinggal diberi kebebasan bebas pajak selama beberapa tahun dan kehidupan beragama mereka akan dilindungi oleh Kesultanan Ottoman. Rhodes pun kemudian dikuasai oleh Kesultanan Ottoman sampai diambil alih oleh Pemerintah Italia setelah kejatuhan Kesultanan Ottoman.
Gerbang D’Amboise terletak tak jauh dari gerbang Eleftherias yang saya masuki kemarin.Gerbang ini ukurannya lebih kecil dengan causeway (jalan menuju gerbang) yang berupa jembatan batu. Dari gerbang ini saya bisa melihat pertahanan lapis 3 dari benteng kota Rhodes ini. Berdiri di causeway, saya bisa melihat parit yang sekarang dipenuhi rerumputan hijau dan pepohonan. Terdapat juga jalan kecil yang kala itu dilewati oleh para penduduk yang sedang berolahraga pagi. Beberapa bola meriam terlihat bertebaran di parit. Bola meriam ini bertebaran di sekitar parit seolah telah menempati parit ini sejak pertempuran terakhir di sini. Parit yang dulu merupakan tempat pertempuran dahsyat antara tentara Ottoman dan ksatria Hospitaller ini sekarang terlihat tenang dan asri. Berjalan menuju kota tua, saya melewati jalan berbatu dengan lorong khas kota abad pertengahan. Rhodes mungkin adalah kota abad pertengahan yang paling orisinil yang pernah saya kunjungi. Memasuki kota tua ini seperti masuk ke abad pertengahan dimana para ksatria masih tinggal dan memerintah kota ini.
Setelah melewati sebuah gerbang lagi, saya kemudian melihat sebuah menara jam dan sebuah bangunan mesjid khas Ottoman yang tinggal bersebelahan. Sayangnya,bangunan tersebut masih tertutup untuk public sehingga saya tidak bisa masuk ke dalam. Saya pun kemudian berjalan kembali mencari café untuk sarapan pagi. Maklum, saya belum mengisi perut saya dengan apapun pagi ini. Perut kosong semenjak semalam seolah terlupakan akibat adrenalin ingin mengunjungi kota benteng ini. Tidak mudah untuk mencari makan di kota tua ini, saya hanya berjalan sebentar menuju sebuah toko roti dekat dengan Jalan Sokrateus untuk menikmati secangkir cappuccino dan sebuah roti. Toko roti ini menjual beragam roti dan juga pie khas Yunani. Seperti biasa, saya sangat suka menghabiskan waktu hanya melihat-lihat jenis roti di sini. Melihat-lihat tanpa membeli juga ngenyangin mata loh haha.
Usai menghabiskan sebuah donat dan segelas capucinno, saya kemudian berjalan menuju tujuan saya selanjutnya yaitu Palace of Grandmaster. Palace of Grand Master adalah sebuah bangunan besar mirip kastil yang dulunya adalah tempat tinggal pemimpin tertinggi dari Ordo Hospitaller yaitu sang Grand Master. Ketika ditaklukkan oleh Kesultanan Ottoman, kastil ini kemudian dijadikan gedung pemerintahan. Sayangnya, terjadi sebuah ledakan amunisi dibagian bawah kastil ini sehingga banyak bangunan di lantai bawah hancur. Pemerintah Italia yang kemudian mengambil alih kepemilikan Rhodes kemudian memperbaiki bangunan ini sesuai dengan denah asli bangunan ini di zaman kekuasaan para ksatria Hospitaller. Kastil ini pun sekarang berdiri megah dengan berbagai ornamen bersejarah di dalamnya. Setelah pulau ini dikembalikan ke tangan Yunani, kastil ini pun kemudian berubah fungsi menjadi museum.
Palace of the Grand Master ini memiliki dua benteng besar mengapit gerbangnya. Dua benteng ini berdiri dengan kokoh dan jujur saja saya belum pernah melihat benteng Eropa dengan ukuran sebesar itu. Memasuki gerbang, saya langsung disambut oleh suatu pelataran besar yang dihiasi dengan beberapa patung ksatria Hospitaller dan juga tentara Ottoman. Bangunan kastil ini memiliki gaya arsitektur khas timur tengah dan Eropa seperti bangunan lainnya di Rhodes. Lengkungan di langit- langit bangunan tampak menghiasi bangunan yang megah ini. Kastil ini tampak masih baru dibandingkan dengan Museum Archeology yang saya kunjungi kemarin. Wajar saja, banyak bagian dari kastil ini berasal dari zaman kekuasaan Italia daripada Ksatria Hospitaller. Renovasi besar-besaran yang dilakukan pemerintah Italia membuat kastil ini seolah bangkit kembali dari kehancurannya setelah ledakan amunisi. Kastil ini memiliki dua lantai dan beberapa ruangan menyimpan patung-patung karya seni yang indah dan mosaic dari beberapa pulau di kepulauan Dodecanese. Selesai mengunjungi kastil yang besar ini, saya kemudian beralih ke Avenue of Knights (Ipoton).
Avenue of Knights adalah nama jalan yang membentang dari sebelah Palace of the Grand Master menurun sampai di sebelah Archeological Museum. Jalan ini disebut Avenue of Knights karena dulu di kiri kanan dari jalan ini adalah tempat tinggal para Ksatria Hospitaller. Para ksatria ini menempati semacam asrama sesuai dengan bahasa asal mereka. Para ksatria ini terdiri dari para prajurit rekruitan dari Inggris,Italia,Jerman dan Spanyol. Mengumpulkan mereka untuk menjadi suatu kesatuan militer yang kuat adalah perkara yang cukup sulit mengingat bahasa mereka yang berbeda.Untungnya tiap pemimpin dari tiap pasukan mampu berkomunikasi dengan berbagai bahasa. Jalan lurus menurun ini masih sepi ketika saya sampai di Palace of Grand Master, namun sekarang mulai banyak turis dengan tour guidenya yang menjelaskan tiap bagian dari penginapan para ksatria. Berjalan di jalan berbatu ini membuat saya membayangkan para ksatria yang segera bergegas menuju tembok pertahanan dengan baju besi dan perlengkapan senjatanya, wah pasti sangat ribet dan mencekam suasananya.
Usai berjalan menuruni jalan para ksatria ini, saya pun kembali ke restoran tempat saya membeli Souvlaki kemarin. Saya masih penasaran ingin mencoba souvlaki besar yang dijual disini kebetulan perut saya sudah lapar. Sayangnya ketika saya memesan, souvlaki ukuran raksasa tersebut sudah habis. Saya pun akhirnya membeli souvlaki ukuran normal saja. Agak kecewa tapi gimana juga rasanya saya ga bisa menghabiskan satu souvlaki ukuran raksasa tersebut.Sebuah souvlaki pun kemudian ada di tangan dan saya melangkah meninggalkan restoran tersebut dan tak pernah kembali lagi.
Usai menyantap souvlaki enak tersebut saya berjalan menuju Acropolis of Rhodes.Untuk mencapai acropolis dari oldtown tidaklah sulit, saya hanya perlu berjalan mengikuti papan petunjuk jalan. Sekitar 30 menit dari gerbang D’Amboise saya pun sampai di Akropolis of Rhodes. Acropolis adalah bagian utama dari kota yang biasanya mempunyai bangunan-bangunan penting seperti kuil,gedung pemerintahan dan juga hiburan dari penduduk Yunani. Acropolis yang paling terkenal tentu saja Acropolis di kota Athena yang memiliki kuil Parthenon yang tersohor itu. Acropolis Rhodes walaupun berskala lebih kecil tetap menarik untuk dikunjungi. Akropolis Rhodes terdiri dari Kuil Athena dan Zeus,Nymphaeum (air mancur),Stadium,Odeon dan Kuil Pythian Apollo. Sayangnya ketika saya disana, saya hanya berhasil menemukan Kuil Pythian Apollo,Stadium dan Odeon. Acropolis Rhodes memiliki luas yang mencakup 12500 meter persegi dan tidak boleh ada bangunan modern di area ini. Namun, pemerintah Yunani belum selesai mengekskavasi tempat yang luas ini. Semoga saja di masa depan, ekskavasi berlanjut dan kita bisa melihat lebih banyak lagi bagian dari Akropolis ini.
Bangunan paling terkenal di Akropolis ini adalah reruntuhan kuil Pythian Apollo yang terletak di puncak Akropolis. Reruntuhan kuil ini hanya menyisakan beberapa tiang namun tetap menarik untuk dikunjungi. Dari kuil Apollo ini terdapat beberapa reruntuhan bangunan lain yang tidak saya kenal karena tiadanya papan petunjuk. Menuruni bagian Acropolis, saya sampai di sebuah stadium atau arena olah raga kuno bangsa Yunani. Pada umumnya, bangsa Yunani dan Romawi sangat gemar pertandingan olahraga. Kegemaran ini tercermin dari bangunan peninggalannya yaitu, stadium (arena lari dan olahraga lain), hippodrome (arena balap kuda), dan amphitheater (arena gladiator).
Tak jauh dari Acropolis Rhodes, terdapat sebuah stadium kuno yang masih utuh. Stadium dengan bentuk elips ini masih memiliki tempat duduk penonton yang utuh. Banyak turis yang duduk-duduk di atas tempat duduk ini sambil berteduh dari sinar matahari Rhodes yang menyengat. Tiba-tiba niat iseng saya timbul. Saya ingin mencoba berlari di stadium kuno Yunani ini. Saya yang memang hobi lari (Cuma lari di Car Free Day doang) kemudian bersiap untuk lari. Saya meminta seorang turis yang kebetulan sedang beristirahat di bawah pohon untuk merekam saya berlari di stadium ini. Agak mengagetkan memang, tapi dia tetap merekam saya berlari di bawah sinar matahari terik mengelilingi stadium ini.Sambil berlari saya membayangkan para atlit di zaman Yunani kuno yang berlari di bawah teriknya matahari sambil telanjang, walah what a disturbing sight to see hahaha.
Usai berlari di stadium tersebut, saya pun berjalan kembali ke arah hotel. Dalam perjalanan, saya melihat ada papan petunjuk yang mengarahkan ke necropolis (area kuburan kuno) Rhodes. Sayang, saya tidak memiliki waktu yang cukup untuk mengunjungi necropolis tersebut. Di bawah panasnya matahari, saya berjalan sambil menikmati sebotol bir Amstel Radler yang saya beli di minimarket di tengah perjalanan. Berat rasanya saya meninggalkan pulau yang banyak menyimpan pesona sejarah ini.Masih banyak tempat di Rhodes yang belum saya kunjungi namun saya sudah harus pergi lagi. Pesawat saya menuju Athens berangkat pukul 5 sore, sehingga saya pun kembali ke hotel untuk mengambil tas saya dan pergi ke terminal bis untuk berangkat ke Diagoras Airport. Rhodes memang ngangenin, someday I will be back to your walls again.
Damage Cost :
Cappucinno and donut : 3.5 euro
Tiket Palace of Grand Master : 6 euro
T-shirt Knights of St John : 8 euro
Souvlaki : 2.5 euro
Es krim : 2 euro
Radler beer : 1 euro
Kopi & Zucchini pie : 3.5 euro
Tiket bis ke airport : 2.20 euro