Rome. The city of civilization. The capital of the mighty Roman Empire. The center of Catholicism. Saya tak pernah berpikir bisa mengunjungi tempat ini. Selama ini saya hanya membaca buku, menonton film Gladiator dan Spartacus. Membayangkan betapa agungnya tempat yang telah menjadi pusat pemerintahan kekaisaran yang sangat berpengaruh dalam sejarah dunia. Namun setelah kunjungan saya ke Istanbul tahun lalu, saya mulai menyadari bahwa Roma sangatlah mungkin dikunjungi dan karena saya telah mengunjungi ibukota Kekaisaran Romawi Timur, mengapa tidak mengunjungi Ibukota Kekaisaran Romawi Barat?
Setelah menghabiskan waktu 20 jam terbang dan transit sekali di Abu Dhabi,saya pun akhirnya mendarat di Fiumicino Airport,Roma. Segera saya mencari transportasi menuju Stasiun Termini yang letaknya tak jauh dari hostel tempat saya menginap. Ada beberapa opsi untuk pergi menuju Termini dari Fiumicino Airport. Leonardo Express (bullet train dengan tarif 11 euro sekali jalan), Bis Terravision (5 euro sekali jalan) dan taksi. Saya memilih bis Terravision untuk menghemat biaya. Perjalanan menuju Stasiun Termini hanya sekitar 1 jam dengan bis melewati perkebunan anggur dan lahan hijau khas iklim Mediterrania. Ketika memasuki kota Roma, mulailah kita melihat sisa-sisa keagungan masa lampau. Banyak sekali bangunan bersejarah seperti tembok kota dan reruntuhan bangunan dari marmer di pinggir jalan. Jalanan menjadi semakin indah karena bangunan kiri dan kanan jalan mulai menunjukan sisi artistiknya. Gedung-gedung dengan nuansa Renaissance dan gereja-gereja Baroque seolah menyambut kedatangan saya. Ketika sampai di Stasiun Termini. Saya segera berjalan menuju hostel saya Alessandro Palace yang cuma 5 menit berjalan dari Termini.


Stasiun Termini adalah stasiun terbesar di Italia. Stasiun ini merupakan pusat transportasi yang menghubungkan kereta,bis,dan metro. Stasiun yang modern ini juga dilengkapi dengan restoran cepat saji dan berbagai toko lainnya. Bayangkan sebuah stasiun bis dengan gaya mal, itulah Termini. Setelah check in dan beres-beres, saya segera menuju Stasiun Termini lagi untuk membeli Simcard dan Roma Pass. Ada beberapa provider telepon seluler di Italia seperti Vodafone, Tim, 3,wind dan lainnya. Saya memilih TIM karena jangkauan dan signalnya yang terbaik di Italia.Saya memilih paket data 5 giga untuk sebulan dengan harga 24 euro. Data connection di Italia agak berbeda dengan di tanah air. Setelah mengaktifkan paket, saya harus menunggu sekitar 2 jam sebelum data internet dapat digunakan. Agak lemot ya sistemnya?tapi setelah 2 jam berlalu, data connection lancar bahkan dengan kecepatan 4G. Okeh, internet sudah ada, keluarga telah dihubungi, sekarang saatnya membeli Roma Pass. Roma Pass adalah kartu yang diperkenalkan departemen pariwisata Italia untuk memudahkan turis dalam kunjungannya di Roma. Dengan kartu ini kita dapat menikmati transportasi umum gratis selama 2 atau 3 hari sesuai pilihan dan gratis 1 atau 2 tiket tempat wisata. Saya membeli Roma Pass untuk 3 hari (36 euro). Memang mahal harganya namun dengan kartu ini, saya dapat memotong antrian di Colosseum yang panjang sepanjang hari. Daripada buang waktu lebih baik bayar sedikit mahal.



Waktu sudah menunjukkan pukul 6 sore namun tampak masi seperti jam 3 sore di Jakarta. Saya pun kemudian naik bis menuju Trastevere untuk memulai Passeggiata alias jalan-jalan sore ala Italia. Penduduk Italia memiliki kebiasaan untuk berjalan jalan pada sore hari ketika matahari sudah tidak terlalu menyengat. Kebiasaan ini biasanya juga diikuti para turis yang mengagumi jalur pejalan kaki di kota-kota Italia yang lebar dan nyaman. Saya memulai passeggiata saya dari Trastevere berbekal pedoman dari Rick Steve’s Guide yang sudah jadi semacam kitab suci untuk berkunjung ke Italia.Trastevere adalah suatu daerah di seberang sungai Tiber yang masih terasa keotentikan nuansa Romawinya. Tastevere juga terkenal akan restoran-restoran Italia yang menawarkan harga terjangkau dengan kualitas tinggi. Tidak lama bagi saya untuk berjalan masuk ke restoran di sini. Pilihan saya jatuh pada Restoran Carlo Menta yang menawarkan harga miring untuk seporsi besar pizza (hanya 3 euro untuk satu loyang pizza Margharita). Usai makan, saya kemudian berjalan menuju jembatan Ponte Sisto. Dari jembatan ini kita dapat menikmati pemandangan sungai Tiber dengan latar kubah Basilica St Peter. Di jembatan ini juga banyak street performer yang menunjukkan kebolehannya. Ada yang bernyanyi, ada juga yang bermain akordion. Dari Ponte Sisto, saya berjalan selama 10 menit menuju Campo di Fiori. Campo di Fiori adalah suatu alun-alun yang lazim ditemui di Italia. Penduduk Italia suka nongkrong di Piazza (alun2) untuk sekedar makan atau ngobrol dengan teman atau keluarga. Campo di Fiori sangat meriah dengan banyak orang yang makan di restoran di sekitarnya atau turis-turis yang sibuk dengan kameranya berfoto dengan patung Giordano Bruno, sang biarawan yang dihukum mati karena kepercayaannya.




Dari Campo di Fiori saya beranjak ke piazza berikutnya yaitu Piazza Navona.Piazza Navona mungkin adalah piazza paling terkenal di Roma. Piazza yang berbentuk elips ini sebenarnya dibangun atas fondasi stadium balapan zaman Romawi. Bentuknya yang lonjong ini dihiasi oleh Four River Fountains karya Bernini dan sebuah Obelisk Mesir. Di piazza ini kita bisa duduk santai sambil cuci mata melihat pemandangan malam kota Roma. Muda mudi saling ngobrol dan minum-minum. Street performer menunjukkan kebolehannya. Pada saat saya berada disana, saya melihat seorang pemain api menunjukkan kepiawaiannnya bermain api sambil bergerak akrobatik. Sungguh menyenangkan hanya sekedar nongkrong di tempat ini. Namun setelah santai sejenak saya pun beranjak menuju tujuan saya berikutnya yaitu Pantheon.



Berjalan tidak jauh dari Piazza Navona, saya kemudian sampai di Pantheon. Pantheon adalah kuil Romawi yang didirikan oleh Marcus Agrippa dan diselesaikan oleh Kaisar Hadrian. Kuil ini awalnya didirikan sebagai tempat menyembah dewa-dewa Romawi. Setelah agama kristen menjadi agama resmi Kekaisaran Romawi, kuil ini berubah fungsi menjadi gereja. Kuil ini terkenal akan kubahnya yang sempurna dengan lubang di tengahnya yang berfungsi memberikan cahaya ke dalam bangunan kuil. Jika kita mengunjungi kuil ini di siang hari kita dapat melihat bagaimana sinar matahari masuk dan menerangi ruangan. Di malam hari Pantheon tutup, tapi lampu sorot di depan kuil membuat kuil ini tampak misterius dan menarik menjadi obyek foto. Saya sendiri betah lama-lama memotret di sini. Oh ya, di belakang Pantheon ada cafe terkenal yang menyajikan kopi yang mantap, namanya St Eustachio. Jangan lupa mampir kalau kesana, cappucinnonya dibilang yang terenak di Roma. Selesai memotret Pantheon, saya berjalan menuju Trevi Fountain. Air mancur yang menjadi tujuan turis untuk menjalankan ritual lempar koin ini sedang mengalami renovasi ketika saya pergi ke sana. Renovasi panjang yang sudah memakan waktu satu tahun dan entah kapan baru selesai.






Kecewa dengan Trevi Fountain yang tutup, saya kemudian berjalan menuju tujuan Passagiata saya yang terakhir yaitu Spanish Steps. Spanish Steps (Piazza di Spagna) adalah tangga yang beroleh namanya dari duta besar Kerajaan Spanyol untuk Vatikan. Tangga yang luas ini populer sebagai tempat nongkrong anak-anak muda dan juga turis. Jangankan turis, tangga ini juga ternyata merupakan tempat nongkrong para pujangga besar seperti Keats, Wagner,Goethe dan lain-lain. Saya hanya membayangkan para pujangga yang namanya saya kenal ketika saya kuliah ini, duduk nongkrong sambil minum bir atau wine membicarakan tentang kehidupan atau percintaan seperti muda mudi Roma sekarang. Spanish Steps menarik dikunjungi saat malam hari. Tempat ini menjadi seperti tempat nongkrong gratis, dimana kita bisa duduk piknik sambil ngemil dan menikmati pemandangan temaram kota Roma yang disinari lampu jalan. Beneran, kalo mau nongkrong Roma ga da lawannya.


Malam semakin larut dan akhirnya saya memutuskan untuk call it a day. Saya berjalan menuju stasiun Metro Piazza di Spagna yang letaknya tak jauh dari Spanish Steps. Ketika saya sampai disana, ternyata Metro sudah tidak beroperasi. Oh well, akhirnya saya pun berjalan kaki mencari halte untuk kembali ke Stasiun Termini. Setibanya di Stasiun Termini, perut saya pun minta diisi, saya segera berjalan menuju kerumunan restoran halal di seberang stasiun Termini. Saya memesan sepiring nasi briyani seharga 5 euro. Harga yang saya bayar sepadan dengan ukurannya yang jumbo. Tidak sulit mencari makanan halal di sekitaran Termini. Sepertinya banyak imigran asal Marokko,Tunisia atau India yang tinggal di sini. Banyak restoran yang menjual makanan halal seperti kebab dan makanan india.
Usai berjalan-jalan sore sampai malam, saya pun kembali ke Alessandro Palace Hostel untuk beristirahat sambil menunggu esok tiba berpetualang di kota Roma.
Useful tips :
1. Pakailah sepatu yang nyaman di pakai karena sebagian besar waktu di Roma akan dihabiskan berjalan kaki.
2. Bawalah botol minum. Berjalan tentu menguras fisik dan membuat kita haus, untungnya banyak terdapat water fountain kecil yang airnya bisa kita minum. Tentu ini lebih hemat daripada membeli air minum botolan.
3. Santai tapi waspada. Sebelum saya pergi ke Roma, banyak teman-teman yang mengingatkan saya untuk berhati-hati dengan copet dan scam. Alhasil saya sampai membeli tas anti copet keluaran Pacsafe hahaha. Tetap waspada ketika berjalan-jalan dan jangan keliatan terlalu ‘turis’.
4. Tinggalkan handphone anda dan stop chatting atau update foto-foto. Kekinian bisa menunggu. Nikmati kota Roma dan keindahannya. Lagian, kalau terlalu sibuk dengan handphone juga bisa mengundang copet yang menunggu turis yang autis dan lengah untuk dijadikan sasaran empuk.
[…] anda pernah membaca postingan saya tentang Passeggiata (jalan-jalan malam) di Roma, anda pasti tahu kalau awal dari rute passeggiata yang saya tuliskan […]
[…] juga ternyata, orang Italia sangat pandai menikmati hidup. Bayangkan sore hari mereka awali dengan passegiata, kemudian aperitivo dan diakhiri dengan makam malam yang bisa berlangsung berjam-jam. Sungguh […]
[…] adalah wajib bagi saya. Mengikuti rute ala Rick Steve’s, saya menyusuri kembali jalur jalan-jalan santai yang pernah saya jalani dua tahun lalu. Namun kali ini saya tidak lagi sendiri, ada si Nyonya yang […]
[…] yang romantis. Anda bisa berjalan menyusuri Sungai Tiber sampai Vatican City, atau mengikuti jalur passegiata ala Rick Steve untuk mengunjungi piazza-piazza terkenal dengan monumennya yang indah. Bayangkan anda […]