Setelah puas tidur semalaman, saya bangun cukup pagi.Matahari Fethiye yang hangat mulai menyinari jendela kamar walau sebagian besar turis masih tidur lelap. Saya segera bangun dan berjalan-jalan di sekitaran Marina. Fethiye memang indah, Di hadapannya Laut Mediterrania terhampar luas seolah mengundang para turis untuk mengarunginya. Di belakangnya terdapat gunung dan lembah yang indah, seolah mengapit kota kecil yang dulunya bernama Thermessos ini. Kota kecil ini pernah dilanda gempa hebat sehingga sebagian besar bangunan yang ada sekarang adalah bangunan baru. Beberapa peninggalan masa lampau kota ini terwujud dalam teater kuno yang baru-baru ini dipugar, sarkofagus (peti mayat batu) yang terletak di jalanan dan juga yang paling terkenal, Tomb of Armyntas.
Setelah sarapan buffet yang luar biasa memuaskan di V-Go Hostel, saya pun segera menumpang dolmus menuju Tomb of Armyntas. Tomb of King Armyntas terletak di pusat kota Fethiye dekat dengan otogar. Tak lama pun saya sampai dan sopir dolmus menurunkan saya di tepi jalan seraya menunjukkan arah ke makam raja tersebut. Sempat keheranan juga karena ternyata sopir mengarahkan saya menuju gang pemukiman penduduk dan jalannya pun menanjak. Namun karena makam tersebut terlihat dari jauh saya pun terus berjalan menyusuri jalan menanjak tersebut. Sekitar 15 menit berjalan, saya pun sampai di Tomb of Armyntas. Tidak ada seorang pun yang menjaga loket dan seorang penjaga cafe di depan pintu masuk pun mempersilahkan saya masuk secara gratis mumpung penjaga loket tidak ada. Sepertinya sudah menjadi kebiasaan umum di tempat wisata Turki, jika penunggu loket tidak ada maka kita bisa masuk gratis. Saya pun pernah masuk gratis ketika pergi ke Miletus.Niat bayar tapi penjaganya tidak ada, ya apa boleh buat hehehe.
Tomb of Armyntas adalah makam peninggalan bangsa Lycia yang berkuasa di daerah pesisir barat Turki sebelum ditaklukkan bangsa Roma. Bangsa Lycia membangun banyak kota-kota kecil di sekitaran Fethiye sampai Antalya. Bangsa yang mahir berdagang dan berlayar ini kemudian berasimilasi dengan bangsa Romawi dan menjadi bagian Kekaisaran Romawi. Belakangan ini, minat turis dan sejarahwan terhadap bangsa Lycia menjadi semakin meningkat karena adanya Lycian Way yang dipopulerkan oleh Kate Clow. Lycian Way adalah jalur trekking sepanjang 540 km dari Fethiye sampai Antalya. Jalur ini melewati tempat-tempat yang dulunya merupakan daerah kekuasaan bangsa Lycia. Sayang, saya tidak punya waktu dan fisik yang cukup untuk mencoba setidaknya sebagian kecil dari jalur trekking ini.
Puas berfoto ria dengan Tomb of Armyntas, saya pun berjalan menuju Otogar. Di sini sudah banyak dolmus yang menunggu penumpang untuk diberangkatkan ke Oludeniz dan Faralya. Tujuan saya saat ini bukan kedua tempat itu, melainkan Kayakoy, sebuah desa kecil yang kini kosong tak berpenghuni.
Kayakoy atau Kaya Village adalah desa yang dulunya ditinggali oleh penduduk etnis Yunani yang beragama kristen. Desa ini ditinggalkan penduduknya sehubungan dengan adanya perjanjian pertukaran penduduk antara Yunani dan Turki setelah Perang Dunia I. Desa ini kemudian terbengkalai tanpa penghuni dan bangunannya dibiarkan terlantar begitu saja. Gempa pada tahun 1957 kemudian memperparah kondisi bangunan-bangunan di desa ini. Pemerintah Turki kemudian menjadikan desa terlantar ini sebagai museum. Ada 500-an reruntuhan rumah yang terdapat di desa ini. Obyek yang paling menarik di desa ini adalah dua gereja Orthodox yang masih berdiri walau tidak lagi berfungsi sebagai tempat ibadah.
Ketika saya berada di desa ini, saya merasa sedih dan terharu melihat luasnya dan betapa hancurnya pemukiman penduduk di tempat ini. Seandainya tidak terjadi kecurigaan dan peerselisihan antara Yunani dan Turki, tentu saja tempat ini akan masih hidup dan ramai dikunjungi orang. Sekarang yang mengunjungi tempat ini hanya turis dan gembala kambing yang membawa rombongan kambingnya mencari makan. Saya sempat berpapasan dengan sekelompok turis yang menunggang kuda mengelilingi desa ini. Tampaknya menyenangkan juga iseng-iseng berkuda di antara reruntuhan. Kayakoy juga merupakan awal dari jalur “pemanasan” Lycian Way. Kita dapat berjalan sekitar 2 jam menuju Oludeniz dari Kayakoy dengan mengikuti marka jalan dekat gereja dan tanda putih dan merah di bebatuan di sepanjang jalur. Sayangnya, waktu dan cuaca yang panas lagi-lagi membuat saya tidak sanggup untuk trekking menuju Oludeniz. Puas berjalan-jalan di Kayakoy, saya pun segera menumpang dolmus menuju Otogar.
Cuaca yang panas membuat saya iseng mampir ke Mall yang hanya terletak di sebelah Otogar. Mall berlantai dua ini cukup mewah walau tergolong kecil jika dibandingkan dengan mall-mall di Indonesia (yahh..kalo soal mall, Jakarta ga kalah deh). Saya iseng menghabiskan waktu dengan nonton di bioskop. Oh ya kalo kita nonton film di bioskop Turki, kita harus memastikan film yang kita tonton tersebut berbahasa Inggris. Bioskop di Turki umumnya menyulihsuarakan film asing yang masuk ke negaranya. Saya hampir saja nonton Transformers 4 dalam bahasa Turki jika tidak diingatkan oleh penjual tiket.
Setelah puas nonton, saya pun kembali ke V-Go hostel untuk bersiap melanjutkan perjalanan saya ke tujuan akhir dalam trip ke Turki kali ini yaitu Cappadoccia. Stay tuned…
How to get here :
– Tomb of Armyntas : naik dolmus ke pusat kota dekat Otogar,jalan kaki menuju makam.
– Kayakoy : naik dolmus dari Otogar menuju Kayakoy.
Price of entrance :
-Tomb of Armyntas : free kalo tidak ada penjaga
– Kayakoy : 5TL